Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERNYATAAN Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi bahwa perlu ada lembaga pengawas media sosial patut dikritik. Pembentukan lembaga tersebut tak mendesak. Tak ada pula jaminan bahwa lembaga ini kelak tak akan disalahgunakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sulit bagi kita untuk tidak mengaitkan pembentukan lembaga pengawas media sosial ini dengan tahun politik dan musim elektoral. Lembaga ini rentan diselewengkan untuk membungkam suara kritis dan menutup akses informasi terhadap calon tertentu. Apalagi Budi Arie, pemimpin organisasi pendukung Presiden Joko Widodo, Pro-Jokowi (Projo), baru-baru ini menyatakan dukungannya terhadap bakal calon presiden Prabowo Subianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Obsesi Budi Arie bisa membawa republik ini menjadi negara Orwellian. Semua hal dimatai-matai dan dikontrol negara. Pada situasi terburuk, tak akan ada lagi keberagaman pendapat. Informasi cuma berasal dari satu arah, dari pemegang otoritas. Budi Arie seyogianya tak mempertaruhkan hak dan kepentingan publik demi ambisi pribadi yang bisa membuat negeri ini mundur.
Alasan Budi Arie bahwa banyak konten media sosial yang dinilai meresahkan masyarakat di sejumlah platform ataupun aplikasi bukanlah landasan untuk membentuk lembaga pengawas media sosial. Toh, Indonesia telah memiliki lembaga yang bertugas mengawasi media sosial, seperti yang dijalankan oleh kepolisian dan Kemenkominfo sendiri. Boleh dibilang konten hoaks, misinformasi, pornografi, ujaran kebencian, serta terorisme tak leluasa beredar dan gampang diturunkan atau diblokir. Karena itu, Budi Arie tak perlu lagi membentuk lembaga pengawas.
Daripada membentuk lembaga pengawas media sosial, Budi Arie semestinya memprioritaskan pembentukan lembaga perlindungan data pribadi. Keberadaan lembaga ini sangat krusial di tengah maraknya kasus kebocoran data pribadi. Apalagi pembentukan lembaga tersebut juga merupakan amanat dari Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi yang disahkan pada Oktober tahun lalu. Dua tahun setelah undang-undang tersebut disahkan, lembaga ini harus sudah terbentuk. Kemenkominfo setidaknya mesti menyiapkan naskah kebijakan untuk membentuk lembaga tersebut.
Hal lain yang tak kalah penting adalah memastikan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tak menjadi alat untuk membungkam pendapat. Adanya pasal karet dalam undang-undang yang berlaku sekarang kerap dipakai untuk mengkriminalisasi orang yang memiliki pendapat berbeda. Deretan korban penerapan undang-undang ini sudah cukup untuk menjadi pembelajaran bahwa sejumlah pasal dalam aturan itu lebih banyak membawa mudarat bagi publik.
Belum lagi karut-marut pembangunan menara pemancar jaringan 4G yang menanti untuk dibenahi. Setelah terbongkar bahwa proyek triliunan rupiah ini berlumur korupsi serta menunda kesempatan penduduk di daerah terpencil untuk mengakses informasi dan layanan yang setara, Menkominfo yang baru perlu segera menuntaskan pembangunannya. Deretan pekerjaan rumah tersebut lebih krusial untuk diprioritaskan oleh Budi Arie yang masa tugasnya paling lama cuma satu tahun tiga bulan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo