Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Bank Buka Minggu

Persaingan antara bank-bank di AS semakin ketat. Membuat bank-bank yang semula tutup pada hari sabtu terpaksa membuka bank-nya pada hari Sabtu dan Minggu. Nasabah juga diiming-imingi bonus.

21 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DEREGULASI bank di Indonesia telah menjadi penyehab lahirnya bank-bank baru dan jenis-jenis layanan baru. Sampai-sampai ada bank yang memberi layanan khusus dengan membuka pintunya pada hari Minggu. Padahal, baru setahun yang lalu, dengan dipelopori oleh Bank Duta. beberapa bank swasta mulai tutup pada hari Sabtu. Tempo permainan yang menjadi lebih cepat, dan persaingan yang makin tajam, membuat bank-bank yang semula tutup pada hari Sabtu terpaksa membuka lagi pintunya pada akhir pekan itu. Di Amerika Serikat, deregulasi perbankan pun mengakibatkan hal-hal baru yang menggembirakan konsumen. Ditambah lagi dengan kredit yang tak bisa ditagih dari negara-negara Amerika Latin, bank-bank AS kini berjuang keras merebut porsi consumer banking. Ketika Wells Fargo Bank mengumumkan bahwa seluruh pintu banknya akan dibuka pada hari Sabtu -- hampir semua bisnis AS tutup pada hari Sabtu -- maka Bank of America pun segera menyatakan membuka pintu pada hari Sabtu. Bank-bank lain ikut dalam bandwagon ini, bahkan banyak yang juga menambah dua jam buka pada hari kerja -- dari pukul 8 pagi hingga pukul 6 petang. Sebuah bank kecil, Antelope Valley Bank (AVB) di California, bahkan nekat membuka pintu enam cabangnya pada hari Minggu. Tidak sepanjang hari, memang, hanya empat jam buka pada hari Minggu. Memang, AVB punya alasan untuk buka pada hari libur itu. Dari segi demografi, lebih dari seperempat penduduk di kawasan bank itu berlokasi harus berkendara 50 mil ke tempat kerja mereka di Los Angeles. Hari-hari kerja merupakan hari sepi bagi AVB. Pada hari Sabtu, nasahah AVB antre panjang untuk memperoleh layanan yang tak bisa dilayani oleh ATM (Auto matic Teller machine). Karena itulah mereka lalu memutuskan untuk juga buka pada hari Minggu, agar dapat melayani nasahahnya dengan lebih baik. Akhir September yang lalu, Bank of America mengalami musibah dengan sistem ATM-nya. Selama dua hari, ribuan ATM mereka mogok, gara-gara program komputer yang ngadat. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Wells Fargo Bank, yang segera memasang iklan bahwa mereka akan membayar US$ 5 kepada nasabah, bila hal itu terjadi pada ATM mereka. Tak hanya itu. Wells Fargo juga mengumumkan bahwa mereka akan membayar US$ 5 bila nasabah harus antre lebih dari lima menit. First Interstate Bank langsung terjun ke kancah pertempuran, dengan mengiklankan bahwa mereka juga akan membayar 5 US$ kepada nasabah, untuk kesalahan-kesalahan lain yang dilakukan bank, misalnya: rekening koran yang salah, catatan saldo yang keliru, terlambat sehari menjawab pertanyaan nasabah, dan hal-hal lain yang dianggap sebagai inconvenience. Retail bankin war, begitu kalangan perbankan menjuluki situasi ini memang sedang menghangat di AS. Memasarkan jasa layanan bank -- karena deregulasi -- lantas mirip memasarkan sabun dan odol. Untuk mengiklankan program-program retail banking-nya saja, First Interstate dalam setahun menganggarkan dana iklan US$ 2 juta, hanya di Negara Bagian California. Sedangkan dana yang akan dipakai untuk membayar nasabah yang menuntut klaim US$ itu diperkirakan hanya akan mencapai US$ 500.000. Dana terbesar yang harus dianggarkan First Interstate, yaitu US$ 5 juta, adalah untuk tetap membuka pintunya pada hari Sabtu dan memperpanjang jam kerjanya dengan dua jam sehari. Langkah-langkah pemasaran yang dilakukan bank-bank AS itu kini tengah menghadapi kecaman keras dari lembaga Konsumem. Harry Snyder, salah seorang direktur Lembaga Konsumen, mengatakan bahwa bonus US$ 5 itu sebetulnya hanya tipuan. "Sekarang, setiap jasa bank merupakan profit center sendiri," katanya menegaskan. "Contohnya, dulu parkir di pelataran bank tidak bayar, sekarang harus bayar. Bila dihitung, uang parkir yang mereka kumpulkan sudah jauh lebih besar daripada US$ 5 yang akan mereka bayarkan kepada konsumen yang menggerutu. Dan berapa orang, sih, yang akan mengajukan klaim hanya untuk mendapat US$ 5?" Beberapa bank di AS juga menagih upah jasa untuk setiap transaksi. Setiap kali membuka cek atau menggunakan ATM Bank of America, misalnya, nasabah secara otomatis ditagih 30 sen dolar. Kalau sehari melakukan satu transaksi saja, upah jasa yang diperoleh bank sudah akan cukup besar dalam satu bulan. Itu belum termasuk service fee bulanan mereka. lebih-lebih bila saldo rata-rata nasabah rendah. Padahal, dalam cashless society seperti Amerika, hampir setiap pembayaran dilakukan dengan cek. Persaingan bank-bank AS untuk melayani nasabah diduga akan mereda dalam waktu dekat. Bagaimanapun, nasabah akhirnya akan menyadari bahwa untuk sedikit tambahan layanan yang diperolehnya, bank mengorek kantung mereka lebih dalam. Beberapa bank besar diduga akan segera kembali menutup pintunya pada hari Sabtu sebagai langkah penghematan. Bondan Winarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus