Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Bank summa:cara pengambilan keputusannya

Komentar laporan utama tempo tentang bank summa. edward soeryadjaya, pendiri summa menyukai risiko. tapi dalam mengambil keputusan tidak mau berkonsultasi dengan orang lain.

8 Agustus 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Laporan Utama TEMPO, 4 Juli 1992, tentang Bank Summa, sangat menarik untuk dibahas. TEMPO telah menyajikan laporan tersebut dengan lengkap dan beberapa ahli telah membahasnya dengan panjang lebar. Namun, ada satu hal yang terlupakan, yakni pembahasan yang dilakukan berdasarkan gejala bisnis keluarga secara umum, bukan sepesifik Bank Summa. Secara umum, bisnis keluarga tidak akan bertahan lama. Sebab, pendiri bisnis tidak mempunyai kemampuan manajerial yang cukup pada waktu bisnis tersebut berkembang menjadi besar dan memerlukan manajer profesional untuk menanganinya. Atau pendiri pertamanya mampu menangani perkembangan bisnis itu karena ia mau belajar manajemen bersamaan dengan perkembangan bisnisnya. Tapi bisnis ini toh tak bisa "diturunkan" kepada anaknya karena sang anak tidak dibekali kemampuan dan seni menangani bisnis yang sudah besar. Lain halnya dengan kasus Bank Summa. Berdasarkan Laporan Utama TEMPO tersebut, Edward Soeryadjaya, pendiri bank tersebut, mungkin mempunyai kemampuan manajerial yang cukup dari pendidikan MBA. Tapi persoalannya terletak pada sifat Edward yang menyukai risiko (risk taker). Buktinya, ia tak bersedia meneruskan bisnis Om Willem yang sudah mapan, malah mendirikan Bank Summa. Sang risk taker ingin bekerja dengan cepat. Karena itulah keputusan diambilnya sendiri tanpa berkonsultasi dengan orang lain. Atau ia tidak mau mendengar nasihat orang lain yang tidak sependapat. Sifat ini cocok untuk mengembangkan bisnis yang baru, tapi kurang tepat untuk bisnis besar. Bisnis "kecil" harus berkembang dengan cepat untuk mengejar ketinggalan dari bisnis besar meskipun dengan risiko besar. Sebaliknya untuk bisnis yang "besar", mempertimbangkan risiko menjadi sangat penting. Soalnya, kegagalan bisnis akan melibatkan jumlah uang yang jauh lebih besar daripada kegagalan bisnis yang "kecil". Dalam bisnis besar ini, risk taker tetap diperlukan untuk mengembangkan bisnis, tapi ia harus berkonsultasi dengan orang yang mempunyai sifat penghindar risiko (risk averse) untuk "menghitung" risiko dari rencananya. Mudah-mudahan Direksi Panin Grup dapat menyelesaikan kemelut ini. MOSES L. SINGGIH Phd. Student, Department of Economics University of Queensland, QLD 4072 Australia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus