Tulisan "AIDS: Kembalilah Kepada Ajaran Agama" (TEMPO, 23 Mei 1992, Komentar) membuat saya tergelitik untuk menanggapinya. Tulisan itu menarik untuk direnungkan: setelah lebih dari satu dekade dunia diguncang wabah AIDS, ternyata kita masih sulit melepaskan diri dari berbagai persepsi yang tidak proporsional. Barangkali informasi yang selama ini diserap secara baik oleh masyarakat adalah: AIDS identik dengan perilaku seks yang tidak sehat dan menyimpang (baca: dikutuk agama). Tak aneh bila ada persepsi bahwa AIDS hanya menghampiri mereka yang homoseks, pelacur, dan pelanggannya. Ini membuat sebagian besar manusia yang merasa dirinya berperilaku seks normal dan sehat seolah-olah terbebas dari penyakit ini. Padahal AIDS tidak hanya menular lewat kontak seksual tapi juga melalui kontak nonseksual yang, menurut agama, tidak dilarang. Fenomena itu akan membuat upaya-upaya penanggulangan AIDS menjadi sulit dan tersendat-sendat karena penggunaan biaya yang besar untuk AIDS dianggap mubazir sedangkan kembali ke ajaran agama tidak memerlukan biaya. Di sisi lain mereka yang terpanggil untuk melakukan berbagai penelitian, baik secara medis maupun sosial, akan "dituduh" menghambur-hamburkan uang tanpa menghasilkan sesuatu yang berarti. Lebih parah lagi, bila persepsi masyarakat makin cenderung berkembang pada keyakinan bahwa penderita AIDS adalah kelompok masyarakat yang dikutuk oleh agama. Akibatnya, setiap insan yang mengidap virus AIDS (karena penularan lewat suntikan atau transfusi darah yang tidak dilarang oleh agama), adalah wajar bila berusaha menyembunyikan penyakit yang dideritanya itu dari pengetahuan masyarakat. Jadi tak aneh kalau para ahli memprediksi bahwa setiap satu penderita AIDS ditemukan, itu berarti bahwa pengidap virus AIDS diperkirakan sebanyak 8w10 ribu orang. Kalau di Indonesia sampai saat ini sudah ditemukan 21 penderita AIDS, silakan hitung berapa banyak kemungkinan mereka yang mengindap virus AIDS (yang belum terdeteksi). Di sini terlihat bahwa masalah AIDS ini bukan hanya masalah medis saja tapi juga masalah sosial. Untuk itu marilah kita berbagi tugas dengan para ahli medis. Bila para ahli medis melakukan penelitian terhadap penyakit itu, kita setidaknya berusaha tidak memberi informasi yang salah dan terpenggal kepada masyarakat. Syukurlah kalau kita mau menggapai lebih jauh lagi, yakni membuat masyarakat memandang AIDS sebagai penyakit biasa seperti penyakit lainnya, sehingga penderita AIDS tidak merasa malu dan menyembunyikan diri. Keuntungannya, kita dapat mencegah bahaya terselubung. PRIA AGUSTUS YADI Sektor Timur E4 Darussalam Banda Aceh 23111
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini