Karena asyik dengan cerita hantu, orang lupa pekerjaan. Hasil Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) sudah diumumkan. Ada yang tak memuaskan, khususnya Rekomendasi No. 1, agar pemerintah perlu menyelidiki "pertemuan di Makostrad tanggal 14 Mei 1998". Tujuannya: "mengungkap serta memastikan" peranan Letjen Prabowo dan lainnya dalam "seluruh proses yang menimbulkan terjadinya kerusuhan".
Dari sini dikesankan, ada yang rahasia dalam pertemuan 14 Mei itu. Tapi tim pencari fakta ini tak menyajikan fakta. Dari pelbagai kesaksian kemudian, tampaknya tak ada yang seram di situ. Tak ada petunjuk ada hantu, juga "hantu Prabowo". Sayangnya TGPF tak menyebut ada pertemuan lain. Dalam penyidikan majalah ini (hlm.XXXXXXX), justru yang lain terjadi pada pagi sampai siang 14 Mei itu--yakni hari ketika Jakarta genting dilanda kerusuhan: para perwira tinggi ABRI pada terbang ke Malang, Jawa Timur. Bukan untuk berkomplot, tapi ada yang kurang pas di sini.
Maka sayang bahwa TGPF menyebut pertemuan di Makostrad 14 Mei itu sebagai dasar sebuah rekomendasi. Dasar itu mudah dipatahkan. Tapi untungnya hasil TGPF tak cuma itu. Dari delapan rekomendasi, banyak yang layak dijalankan pemerintah. Baca, misalnya, Rekomendasi No. 4 (soal rehabilitasi dan kompensasi bagi semua korban dan keluarga). Atau No. 5 (perlunya undang-undang antidiskriminasi rasial dan antipenyiksaan). Tak kalah penting adalah Rekomendasi No. 6, yang menganjurkan pemerintah "membersihkan segala bentuk premanisme".
Untuk itu TGPF layak dipuji. Ada nila setitik, tapi tak semua susu di belanga itu rusak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini