Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Cina dalam lektur lama

Asal usul istilah cina/tionghoa dan tanggapannya terhadap komentar tjunggozali. (kom)

20 Juli 1985 | 00.00 WIB

Cina dalam lektur lama
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SAYA tertarik dengan penjelasan Drs. Tjunggozali Joehana tentang istilah Cina yang punya kaitan sejarah dan kosmologi (TEMPO 15 Juni). Kebetulan, saya pernah membaca buku Dilema Minontas Tionghoa oleh Dr. Leo Suryadinata dan Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia (editor: Mely G. Tan), sehingga sekaligus saya ingin mengajukan sedikit pendapat atas kedua buku itu di samping mengutarakan asal-usul perkataan Cina/Tionghoa. Bahwa istilah Cina berasal dari kata Chin (dinasti Tjin) sama sekali tak akan kita dapati dalam berbagai literatur Cina klasik. Menyebutkan bahwa istilah Cina berasal dari kata Chin, tidak lain berarti melegalisasikan penginterpretasian kata Cina sebagai kolone ke-5. Saya ingin bertanya: Dinasti/kekaisaran mana dan kapan pernah berdalih bahwa bangsa Han atau T'ang, yang dominan dan eksklusif itu, pernah memanfaatkan golongan minoritasnya untuk berbakti kepada negara leluhur mereka? Sepanjang pengetahuan sejarah saya, Chin She Huang, first emperor yang agresif itu, walaupun kejam dan bengis, tak pernah menyebabkan rakyat mengungsi ke luar negeri. Exodus ke selatan (Indocina) dan barat (Tibet) baru dianjurkan atau dilaksanakan oleh Kaisar Han Wu Thi (dinasti Han Barat). Kata Cina sebenarnya transliterasi dari bahasa Inggris China. Sebab, orang Eropa menyebut negara Tiongkok sebagai negara porselen ( China = porcelain). Menurut kamus Webster, Cina berasal dari China (Cina). Negara Tiongkok sendiri aslinya bernama ChungKuo (secara puitis ditulis Shen Chao). Baru kemudian Tiongkok disebut Cina (negara porselen). Dulu, orang India, Yunani, dan Roma menyebut Chung Kuo masing-masing dengan Cina, Thin, Sinal, atau malah sama-sama menyebutnya Tjin, yang dalam kitab Budha diterjemahkan dengan Cina atau Cine. Menurut buku berjudul Asal Usul Nama Negara sebelah Barat karangan Feng Shen Ciun, " Cina dalam bahasa Sanskerta berarti perbatasan, yang maksudnya negara-negara di sebelah utara Pegunungan Himalaya. Kemudian, entah bagaimana, menjadi sebutan buat negara Tiongkok." Istilah Cina juga dijumpai terpencar-pencar dalam berbagai kitab Budha. Biksu Shien Cuang dalam karyanya The Records of T'ang From The West memuat wawancara: "Di manakah letak negara T'ang?" "Di sebelah timur laut. Jaraknya dari sini sekitar puluhan ribu li (dua li = satu kilometer). Orang India menamakan negeri itu Mokecina, yang berarti Cina yang Besar." Selanjutnya, dalam catatan Kisah Biksu Ci Eng (bab dari Tibet ke India) terdapat wawancara: "Bagaimana keadaan negara Cina?" "Rakyatnya berpakaian rapi, menaati hukum, raja bijaksana, para menteri setia, dan anak berbakti kepada orangtua." Jelas, maksud Shien Cuang menyebut "negara peradaban" tak lain deskripsi overall terhadap Cina. Fei Wuan, biksu di zaman dinasti T'ang, dalam bukunya Arti Kitab Perkasa, volume II antara lain menulis " Cina dapat diterjemahkan dalam arti sopan, cerdik dan sebagainya, karena rakyatnya banyak yang ahli pikir dan banyak berkarya. Cina adalah negara orang Han." Sedangkan buku Kumpulan Arti Terjemahan terbitan dinasti Sung antara lain menulis, " Cina berarti negara yang berperadaban tinggi." Lebih tegas lagi pendapat Su Man Sue, ahli bahasa Sanskerta. Setelah melakukan penelitian, Su Man Sue berpendapat, kata cina itu bukan berasal dari perkataan Tjin. Sebab, pada 1400 SM, dalam catatan sejarah kuno India, perkataan Cina sudah ditemui antara lain dalam sabda raja yang berikut, "Saya pernah memimpin pasukan mendekati perbatasan di utara. Di sana ada negara berperadaban tinggi, rakyatnya cerdik. Itulah suku Cina." Itu mengesankan, sebutan Cina berasal dari India kuno yang mengandung arti rasa persahabatan. Tapi, sebaliknya, kalau kita membolak-balik kamus aksara Mandarin modern, istilah Cina merupakan nama sebutan lama bagi negara Tiongkok. Mengenai istilah T'ang Ren atau Tenglang, saya sependapat dengan Saudara Tjungggozali. Sedangkan sebutan Chung Hua atau Tionghoa tak dapat diartikan "bangsa pusat". Sebab, sebelum ada sebutan Tiongkok (Chung Kuo), yang berarti "negara pusat", nama kunonya Hua Shia. Hua selain berarti cemerlang, juga nama marga. Hua tak dapat diterjemahkan jadi bangsa. Alangkah baiknya jika satu pihak tak menyimpan perasaan diskriminasi ras malicious, sebaliknya pihak lain tidak memperlihatkan tingkah laku yang sentrifugal dan divergensi. ANDREAS HONPIANGKONG Jalan Kemurnian I/108 Jakarta Barat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus