Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menunggu Hujan Di Tapanuli

Musim kemarau kering menimpa kab. Tapanuli Tengah. Produksi gabah diduga akan berkurang 4000 ton. Sebagian petani menuduh perda sebagai penyebab derita mereka. (nas)

20 Juli 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MARTHIAS Pasaribu menengok ke langit dengan penuh harap. Tak lama, kepalanya kembali menunduk lesu. "Jika dalam dua pekan ini hujan tak turun matilah padiku," kata ayah empat anak itu. Sawah tadah hujan milik Marthias seluas 0,4 hektar. Kini, sawah milik petani desak Aek Dakka, Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah (436 km dari Medan), itu kering dan retak-retak. Daun padi yang ditanamnya April lalu sekarang mulai layu, walau sudah berbunga. Nasib serupa dialami sekitar 2.100 kepala keluarga petani, dengan luas lahan 1.010 ha, yang tersebar di Kecamatan Barus dan Kecamatan Sibolga. Mereka menjerit. Sebagian lantas menuduh pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai penyebab derita mereka. Yang dituding mereka adalah Perda (Peraturan Daerah) Nomor 15/1983 tentang pengaturan pola tanam dan tertib tanam di daerah itu. Di situ musim tanam padi ditetapkan dua kali dalam setahun. Pertama pada April-Mei, dengan panen jatuh pada Juli-Agustus. Musim tanam kedua pada Oktober-November, dengan masa panen pada Februari-Maret. Marthias Pasaribu termasuk petani yang patuh, dan turun ke sawah menanam padi antara awal April dan 10 Mei lalu. Sebab, bila melewati batas waktu itu, tanaman padi di sawah yang bersangkutan akan dimusnahkan. Selain itu, mereka juga dikenai denda Rp 50 ribu. Peraturan keras itu, menurut kepala Dinas Pertanian Tapanuli Tengah, V.R.M. Sibarani, bertujuan memutus siklus serbuan wereng. "Jadi, untuk kepentingan petani sendiri." Dengan adanya masa bero (tak turun ke sawah) selama dua bulan di antara dua masa tanam, yang bisa tercapai bila ada musim tanam serempak, siklus wereng akan tamat secara alamiah. "Usia hama itu hanya 28-30 hari," kata Sibarani. Keuntungan lain: karena panen jatuh pada musim kemarau ringan, kualitas gabah meningkat. Sebab, kadar airnya kecil. Tahun silam, perda itu tak dilaksanakan secara keras. Akibatnya, pada musim tanam 1984/1985 hama wereng menyerbu hampir 2.000 hektar persawahan Tapanuli Tengah. Bahkan kemudian menyebar ke hampir 9.000 hektar sawah, dan pembasmiannya menghabiskan sekitar 9.000 kg pestisida yang harganya Rp 1.500 sekilo. Belajar dari pengalaman itu, bupati Tapanuli Tengah Lundu Panjaitan tahun ini memberlakukan perda itu dengan tegas. Petani yang tak patuh dilarang turun ke sawah. Yang membangkang diancam sanksi pemusnahan padi dan dikenai denda. "Saya mengerahkan koramil dan polsek untuk mengamankan perda itu," tutur Lundu Panjaitan. Sialnya, ramalan cuaca yang dikeluarkan Balai Meteorologi dan Geofisika (BMG) Wilayah I Medan meleset. Musim kemarau kering (MKK) ternyata melanda Sumatera Utara. "Itu di luar perhitungan kami. Padahal, tahun-tahun lalu ramalan kami relatif benar," kata Zainal dZam, kepala BMG Wilayah I Medan. Menurut Zain, mestinya pada Juni-Juli 1985 Tapanuli Tengah masih menunjukkan curah hujan 184 hingga 196 mm. "Berarti, setidaknya masih turun hujan lebat sebanyak empat sampai lima kali sebulan." Ternyata, ramalan itu melenceng. Bahkan untuk Tapanuli Tengah curah hujan cuma 70 mm. Itu berarti musim kemarau yang lebih kering. Perubahan tak terduga ini karena tekanan udara di Australia dan Samudra Indonesia begitu tinggi. Sementara itu, banyaknya benih topan di Pasifik Barat membuat kawasan ini punya isapan teramat kuat. Akibatnya udara kering bertiup keras dari selatan ke utara dan menimbulkan kemarau kering di kawasan khatulistiwa. "Jadi, kemarau kering ini maunya alam, bukan maunya Bupati Lundu," kata Zain. Sekitar seribu hektar sawah yang kering itu semuanya sawah tadah hujan. Kurang lebih 6.000 hektar yang beririgasi selamat. Toh, hal itu berarti bahwa produksi gabah Tapanuli Tengah akan berkurang 4.000 ton. Jika dalam dua pekan ini hujan turun, selamatlah semua. "Karena itu, para petani saya imbau berdoa agar hujan turun," kata Lundu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus