KOTA-KOTA berulang tahun. Tapi sejauh manakah sebetulnya kita
bersungguh-sungguh dengan sejarah?
Kota W., atau kota B., atau kota S. barangkali adalah tipe kota
yang waktu kecil kita kenal. Dulu ada alun-alun bersih, dengan
dua beringin kurung yang akarnya terjela-jela. Dulu di selatan
ada kabupaten, ditandai oleh sebuah bangunan kolonial dengan
pendopo yang menghadang angin. Ada halaman luas, berpohon buah.
Ada warna hijau tua yang meredam bisingnya jalan dan berisiknya
anak-anak. Ada pokok asam, berseberangan, disela-sela oleh
kenari.
Kini, apa yang tinggal? Rumah bupati dan sekitarnya telah
berubah. Sebuah gedung bujur sangkar seluas 600 mÿFD berdiri.
Bagian dalam ber-AC. Tembok dilapisi kayu. Ada juga karpet dan
dinding ke dinding. Di bagian depan, sepotong bidang panjang
ditaburi koralteks berwarna seru. Dan huruf-huruf, kuning
mengkilap, dipasang besar-besar . . .
Pembaruan, seperti biasa. Tapi terutama dalam sepuluh tahun
terakhir ini, kata orang, kaum nouveaux riches telah mengambil
alih arsitektur kota. Mereka yang baru saja memperoleh kekayaan,
kekuasaan dan kesempatan, telah merombak apa yang bagi mereka
tak memikat lagi.
Mereka mencari lambang kemajuan meskipun yang didapat kekacauan.
Mereka mencari pernyataan status, meskipun yang diperlihatkan
adalah senyuman gigi emas.
Tapi terhadap orang-orang kaya baru yang menentukan itu: apa
yang bisa dilakukan? Kekayaan mereka sering mendadak.
Keleluasaan, yang tersedia oleh harta itu, belum lagi jadi
bagian kepribadian. Kedudukan baru, kemegahan kemarin, masih
mencoba-coba pelbagai gaya, untuk tampil. Belum ada koherensi
dalam ekspresi keindahan. Bahkan keindahan itu pun masih
merupakan kerepotan yang belakangan datang.
Dan bila keindahan yang mereka coba utarakan itu tak ada sangkut
pautnya dengan keindahan lama, apa mau dikata? Kota W., atau
kota B., atau kota S., mengalami apa yang dialami oleh seluruh
Republik. Revolusi. Perubahan-perubahan golongan yang berkuasa.
Ledakan penduduk. Kemudian, terutama sejak satu dasawarsa
terakhir, uang. Semuanya menghasilkan penjungkirbalikan.
Ataukah karena kita tak pernah menghayati sejarah sebagai garis
yang sambung bersambung, hingga zaman yang satu tidak berdiri
tersendiri dari zaman yang lain? Mungkin. Barangkali itulah
sebabnya Majapahit hanya tersisa sedikit. Ia, seperti tersebut
dalam sebuah kronogram Jawa, "sirna hilang" sebagai lambang
kejayaan -- sirna ilang kertaning bumi.
Tapi mungkin teori itu pun berlebih-lebihan. London pun pernah
nyaris musnah dimakan api setelah kebakaran selama lima hari di
tahun 1666. Ternyata, tak banyak ikhtiar untuk mengembalikan
bentuk lamanya lagi. Jika kita bisa meminjam kata-kata Aubrey
Menen yang menulis tentang kota itu untuk buku Time-Life di
tahun 1976, "orangorang London cukup berbahagia" dengan
kemusnahan yang terjadi.
Pada mereka memang ada sikap tak teramat cemas akan perubahan,
sampai dengan di abad ini. "Beberapa di antara kami memang
menyesali perubahan itu," tulis Menen, "tapi perasaan itu tak
cukup mendalam untuk sampai menghentikan munculnya pencakar
langit". Orang London, dengan kata lain, tak mau kotanya jadi
museum.
Kota-kota berulangtahun, tapi juga mereka mempunyai fungsi yang
ditentukan oleh orang-orang yang hidup dan berkuasa. Di bulan
April 1978 di Aiglemont, Gouvieux Prancis, sebuah seminar
diadakan oleh Aga Khan untuk membahas arsitektur Islam. Banyak
pembicaraan menyesali hilangnya "ciri Islam" dalam kota dan
bangunan baru di Timur Tengah kini. Hanya seorang ahli sejarah
arsitektur dari Turki, Dogan Kuban, yang menenangkan debat itu
dengan mengingatkan, bahwa "aristektur adalah sebuah profesi
yang berorientasi kepada klien". Jika klien yang di Ryadh itu
suka gedung model New York, mau apa?
Dan klien kita hari ini menghendaki hacienda, atau rumah joglo,
atau pilar Romawi -- bukan rumah-rumah separuh kayu yang
serambinya dihiasi kepala menjangan pada dinding. Kota-kota pun
berubah mencerminkan suatu perubahan sosial-politik. Bila yang
tercermin adalah khaos, kerancuan norma-norma, mungkin karena di
atas sana ada kebingungan, di tengah kekayaan dan kekuasaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini