PEMILU masih setahun lagi. Tapi seperti biasa, Golkar tampaknya
yang paling siap. Itu terbukti tatkala mulai 15 Juni lalu,
Golkar menatar sekitar 160 juru kampanye di Jakarta yang diambil
dari tokoh dan kadernya dari pusat dan daerah.
Penataran juru kampanye (jurkam) yang berlangsung dua minggu itu
dibuka di Departemen Dalam Negeri. Selama empat hari mereka
mendengarkan pengarahan dari para tokoh pembina Golkar, pejabat
tinggi pemerintahan dan pimpinan Golkar. Kecuali teknik
kampanye, mereka juga dibekali dengan berbagai program dan
strategi Golkar untuk memenangkan Pemilu 1982 nanti. Peserta
penataran seluruhnya mengisi sekitar 90 kamar Hotel Sahid Jaya.
Ada kesan penataran jurkam itu dilakukan secara "diam-diam",
ditangani langsung oleh Setneg, Depdagri, Deppen dan DPP Golkar.
Panitia yang diketuai Asisten Mensesneg Urusan Hubungan dengan
Lembaga Tertinggi/Lembaga-lembaga Tinggi Negara, Sukarton
Marmosudjono, menurut seorang peserta, mengambil pola mirip
acara penataran P4. Pesertanya bukan sembarangan. Tidak kurang
dari Warsito Puspoyo (ketua komisi II DPR, Jakob Tobing (dari
DPP Golkar dan anggota DPR), Akbar Tanjung (Ketua Umum KNPI) dan
beberapa orang penting Golkar mengikuti penataran itu.
Yang tidak tahu adanya penataran urkam itu ternyata bukan hanya
orang luar. "Kami justru kaget mendapat undangan pembukaan
penataran," kata seorang pejabat suatu departemen dalam DPP
Golkar. Benarkah tidak ada staf DPP yang diikutsertakan dalam
panitia? Dengan cepat Ketua DPP Golkar Sukardi membantah.
"Namanya saja penataran jurkam Golkar. Jadi DPP yang
mengadakan," katanya pada TEMPO Sabtu lalu, selesai memimpin
rapat pleno pimpinan Golkar di markasnya.
Sebagai bukti ditunjuknya acara penutupan yang akan
dilangsungkan di markas DPP Golkar, di tengah kompleks Setneg
Slipi 27 Juni. "Yang menangani langsung penataran itu adalah
para pembina. Saya kan tidak bisa pidato begini-begini seperti
Pak Ali Moertopo atau Pak Amirmachmud," kata pensiunan perwira
tinggi itu sambil mengacungkan tinjunya ke atas.
Langkah sigap Golkar menjelang Pemilu itu termasuk salah satu
strateginya untuk tetap menang. "Kapan saja, Golkar selalu
siap," kata Wakil Ketua DPP Golkar Sugiharto singkat. "Bukan
hanya karena menjelang Pemilu."
Di tengah penataran tersebut tersebar perkiraan optimistis:
Golkar yang mendapat suara 62,14 % dalam pemilu 1977 itu bakal
bisa merebut 80 % pencoblos tanda gambar pemilu mendatang.
Alasannya: "Golkar sudah lebih "dikenal" masyarakat, lagi sudah
terbukti pembangunan berhasil, " kata seorang anggota DPP. Namun
rupanya tidak semua orang sependapat dengan perkiraan tersebut.
"Hasil Pemilu 1982 nanti tidak akan jauh berbeda dengan Pemilu
1977. Paling hanya berbeda satu atau dua persen," kata seorang
pejabat lain.
Pemilu 1982 dianggap begitu penting, hingga tidak kurang dari
tiga menteri tokoh pembina Golkar -- Menko Polkam M. Panggabean,
Mendagri Amirmachmud dan Menpen Ali Moertopo di depan para
pejabat eselon I di ruang sidang Depdagri 15 Juni lalu, kabarnya
telah mencanangkan bahwa Pemilu 1982 itu menentukan survival
Orde Baru. Hingga disimpulkan: Golkar harus menang mutlak.
Kehangatan menjelang pemilu dalam masyarakat sudah mulai terasa.
Terutama setelah dua pekan lalu antara Mendagri dengan pimpinan
parpol dan Golkar tercapai persetujuan: nomor, nama dan tanda
gambar Pemilu 1982 sama dengan Pemilu 1977. Artinya nomor satu
PPP (Ka'bah), Golkar (Beringin) nomor dua dan PDI (Banteng)
nomor tiga.
Agar Tidak Meledak
Tidak hanya itu yang menghangatkan suasana, Mendagri Amirmachmud
yang biasanya bicara paling keras menjelang pemilu, juga sudah
mulai memperingatkan mereka yang mau mengganggu dan mengancam.
"Yang mau menikam UUD 1945 dan Pancasila, tikam kembali,"
katanya memberi komando di Ujungpandang minggu lalu. Seperti
biasa, tidak disebutnya siapa yang mau menggagalkan pemilu itu.
Sebelum turun ke gelanggang mencari suara, Golkar kini juga
sudah mulai membenahi sistem penyusunan calon anggota DPR.
Sebelum menyusun daftar calon biasanya banyak surat rekomendasi
melayang ke meja pimpinan Golkar. Pejabat berpengaruh di daerah
dan unsur pendukung mengajukan calon sendiri-sendiri. "Bukan
sekedar rekomendasi. Mereka juga menodong supaya calonnya
diterima," kata seorang pejabat Setjen DPP. Untuk mengatasinya,
sejak awal tahun ini, beberapa pimpinan Golkar mengunjungi
beberapa daerah. "Agar koordinasi lebih lancar," kata Sukardi
sebelum bertolak ke Indonesia bagian timur minggu lalu.
Kabarnya, prosedur pencalonan akan lebih disederhanakan, agar
ribut-ribut mencari kursi tidak sampai meledak.
Bagaimana persiapan pihak parpol? Tampaknya belum ada yang
sejauh Golkar. Tapi perkiraan optimistis rupanya tidak hanya
dimiliki Golkar. "Dalam pemilu yang akan datang PDI mentargetkan
suara bertambah 100 persen," kata Ketua PDI Hardjantho. Jika PDI
memperoleh suara yang sama dengan 1977 (8,7%) dianggapnya itu
kegagalan DPP yang sekarang. "PDI itu bukan partai kecil. Hanya
dianggap kecil," kata Hardjantho pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini