Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Dari kamalayon ke masa depan

Struktur bahasa sunda dianggap simpang siur, kosa katanya dipengaruhi bahasa indonesia. acil bimbo & uu rukmana memprakarsai kongres bahasa sunda 1988. mencari akar masalah & upaya mengatasinya.

30 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK terasa penggunaan bahasa Sunda sudah banyak berubah dibandingkan masa lalu. Perubahan itu cukup mengejutkan, sehingga timbul anggapan penggunaan bahasa Sunda sekarang tidak baik. Orang Yunani juga pernah beranggapan serupa itu. Di Aleksandria, abad ke-3 sebelum Masehi, para ahli tata bahasa Yunani beranggapan bahasa yang digunakan sehari-hari pada masa itu tidak baik. Bahasa manakah yang baik? Bahasa Yunani yang baik, menurut mereka, adalah bahasa yang dipakai abad ke-5 sebelum Masehi bahasa yang digunakan Homerus dalam sastra klasik, Iliad dan Odyssey. Bahasa yang baik, kata para ahli tata bahasa itu, bahasa yang digunakan pada masa lalu. Kecemasan atas penggunaan bahasa Yunani yang jelek membangkitkan keinginan mereka untuk memelihara bahasa Yunani. Penduduk Basra dan Kuffa, abad ke-7 Masehi, juga pernah menggunakan bahasa yang galau. Bahasa itu lahir dari percampuran bahasa Arab dan bahasa Parsi. Akibatnya, bahasa Arab menjadi rusak dan tak murni lagi. Terdorong oleh keperluan keagamaan, agar beroleh kepastian mengenai pelafalan dan penafsiran Quran timbul keinginan para cendekiawan Islam di masa itu untuk memeiihara kemurnian bahasa Arab. Lalu, mereka melakukan studi tata bahasa Arab. Usaha ini dipelopori oleh Abul-Aswad Al-Duwali, yang memperoleh dasar pengetahuan bahasa dari Khalifah Ali Bin Abi Thalib. Akhir abad ke-8 Masehi, sebuah karya puncak mengenai tata bahasa Arab lahir dari Basra, yaitu Al-Kitab -- buku yang populer di dunia dengan nama Kitab Sibawah. Usaha memelihara kemurnian bahasa itu juga timbul di lingkungan masyarakat Sunda, yang dirintis oleh Budayawan R.H. Muhamad Musa (1822-1886). Musa, yang melihat betapa banyak kata Arab, Jawa, dan Melayu digunakan dalam bahasa Sunda, menganggap bahasa yang digunakan masyarakat sebagai bahasa Sunda yang tidak murni. Tahun 1950-an, R. Satjadibrata, penyusun Kamus Bahasa Sunda menganggap bahasa Sunda yang digunakan pada masa itu strukturnya simpang-siur (pasiksak). Kosakatanya banyak dipengaruhi bahasa Indonesia, sehingga diejek Satjadibrata sebagai bahasa Sunda kamalayon (kemelayu-melayuan). Bahasa manakah yang dianggapnya baik? Tentu bahasa Sunda masa lalu. Tapi, Musa, pada abad ke-19, sudah mengatakan bahasa Sunda "habis sakit". Sejak Musa mensinyalir ketidakmurnian bahasa Sunda, sudah berulang-ulang masyarakat Pasundan mengadakan kongres bahasa -- diselenggarakan oleh Java Instituut (1924 dan 1927) dan Lembaga Basa jeung Sastra Sunda (1952 dan 1961). Kongres-kongres yang diselenggarakan kedua lembaga swasta itu, juga beberapa konperensi dan seminar bahasa Sunda lainnya, pada dasarnya merupakan pernyataan kesetiaan bahasa yang bangkit akibat "kerusakan" bahasa Sunda. Bagaimana dengan Kongres Bahasa Sunda 1988? Kongres yang diprakarsai para pemuda, seperti Penyanyi Acil Bimbo dan tokoh pemuda Uu Rukmana, yang tidak bergerak dalam bidang bahasa, juga didorong oleh tantangan penggunaan bahasa Sunda yang mengalami banyak perubahan, baik dalam struktur maupun fungsi serta kemampuan penuturnya. Tapi mereka juga menyadari perubahan yang terjadi itu sebagai akibat pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat. Maka, sasaran mereka adalah mencari akar masalah dan upaya mengatasinya. Karena itu, kongres tidak berpaling ke masa lalu. Kongres berusaha menatap ke depan dalam melihat kenyataan yang dihadapi bahasa Sunda saat ini. Tatapan ke masa depan itu - kalangan muda menyebutnya sebagai "bahasa Sunda menyongsong abad ke-21" tampak dari latar belakang diadakannya kongres: "Kongres bahasa Sunda 1988 merupakan wujud dari keinginan dan tindakan seia sekata masyarakat Sunda untuk membina bahasa Sunda dan menempatkannya dalam kehidupan masa kini dan masa yang akan datang." Tak heran bila makalah-makalah yang disajikan mencakup banyak aspek: mulai dari soal struktur bahasa, bahasa standar dan dialek, kebijaksanaan bahasa, penggunaan bahasa dalam komunikasi formal dan informal, penutur dan masyarakat bahasa, nilai-nilai budaya Sunda dan perubahan bahasa, sampai peran bahasa Sunda dalam pembangunan. Semua makalah berusaha menjawab mengenai keadaan bahasa Sunda sekarang, dan apa yang harus dilakukan agar bahasa itu cocok untuk keperluan hidup masyarakat Sunda dalam pembangunan nasional. Peserta kongres ini juga sangat beragam. Ada mahasiswa, ada pemuda, ada pengusaha, ada pejabat pemerintah, ada dosen (termasuk mereka yang berdomisili di luar Jawa Barat), ada sastrawan, ada wartawan, ada ahli bahasa, ada anggota DPR/MPR, ada diplomat, ada ulama, ada sesepuh masyarakat Sunda, dan semuanya berpartisipasi aktif. Kongres Bahasa Sunda 1988 memang dipersiapkan sebagai forum masyarakat Sunda tentang bahasanya. Alasannya ialah, masalah-masalah yang dihadapi bahasa Sunda tidak akan dapat dipecahkan dari segi ilmu bahasa saja, tapi harus dihadapi secara ekologis. * Staf pengajar pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP, Bandung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus