Saya tersentak membaca obsesi Goenawan Mohamad: "SIUPP" (TEMPO, 22 Juni 1991, Kolom). Dalam tulisan itu, ia mengatakan: "Yang tak disadari ialah bahwa dari orang yang ketakutan, Tuan tak akan mendengar ketulusan, melainkan suatu distorsi. Tuan tak akan tahu, apakah pujian si takut merupakan yang benar atau cuma penjilatan". Rasanya, tulisan itu baru kemarin saya baca. Tiba-tiba desingan energi informasi kolom Goenawan itu makin terasa menyengat. Sebab, Nurcholis Madjid ikut menyemarakannya dengan "Demokrasi' (TEMPO, 5 Oktober 1991, Kolom). Nurcholish menulis, "Malah, konon, ada di antara mereka yang begitu bersemangat mengumandangkan demokrasi namum dalam hidup nyata sehari-harinya sendiri, ia tidak melaksanakannya." Ada benang merah yang menghubungkan kedua kolom ini, yaitu trend ketakutan masyarakat untuk mengungkapkan sesuatu yang benar, karena terkungkung dalam belenggu pandangan yang beragam tentang hakikat demokrasi. Saat ini, bentuk demokrasi yang paling menonjol diberitakan adalah glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi). Kedua konsep Mikhail Gorbachev itu memperlihatkan taringnya ketika terjadi kudeta yang dilancarkan Gennady Yanayev. Rakyat yang sudah haus demokrasi justru mengecam Gosudarstvenny Komitet yang berhaluan Marxisme. Sosok Gorbachev lebih dirindukan sebagai pengibar bendera demokrasi di Uni Soviet dibandingkan cengkeraman komunis yang mematikan. Presiden Uni Soviet itu tidak seperti Hossain Mohammad Ershad. Ketika Presiden Bangladesh itu diringkus, rakyat cuma tenang-tenang saja. Atau, saat Manuel Antonio Noriega ditangkap sebagai penjahat, rakyat Panama pun tak bereaksi. Malah berteriak gembira melihat dia diseret sebagai pencuri di sela musik cadas, You're a Wanted Man. Di sinilah keistimewaan Gorby. Ia tetap dirindukan pada saat dikucilkan pembantu-pembatu dekatnya. Bapak pembaru Uni Soviet itu selalu tampil gentleman seraya menjanjikan demokrasi. Dan ia pun terus berusaha memenuhinya. Banyak pemimpin dunia, jika duduk di kursi empuknya, sering melupakan eksistensinya sebagai manusia. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang menerapkan teori Niccolo Macchiavelli, yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Lihatlah Adolf Hitler (Jerman), Benito Mussolini (Italia), Mustafa Kemal Ataturk (Turki), dan Chiang Kai-Shek (Cina), yang sangat keji menumpas rakyatnya. Akibatnya, ketakutan melanda rakyat yang tak punya perisai semacam wakil rakyat yang vokal. Ketakutan rakyat kadang-kadang bisa menjadi people power yang sangat berbahaya. Ferdinand Marcos telah merasakan dipermalukan rakyatnya yang selama ini dilihatnya patuh dan membebek. ABDOEL HARIS BOOGIES Jalan Veteran Selatan 292 A Ujungpandang 90133
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini