Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Dongeng land reform di filipina

Presiden macapagal berusaha menerapkan land reform atas kasus pemilikan tanah milik lopez yang berlebihan. tapi mahkamah agung membatalkan dekrit presiden. sistem nasional yang menindas, menang.

7 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEKAS Presiden Diosdado Macapagal adalah anak desa. Ia gemar bergambar bersama kerbaunya. Tentu saja dengan pakaian petani, biarpun wajah dan senyumnya penuh pretensi politik. Ia lebih suka dipanggil secara akrab sebagai Kang Dadung Cong Dadong dari pada mister President. Memang, ia sangat sederhana dalam sikap dan perilakunya. Macapagal pula yang mempopulerkan kembali pakaian nasional Pilipina. Dihapusnya unsur aristokrat dan feodal dari Barong Tagalog. Dipeloporinya pemakaian bahan katun murahan untuk Barong yang ia pakai sebagai baju dinas kepresidenan. Sesungguhnya Macapagal, di samping seorang politikus juga sarjana hukum, doktor ekonomi dan gurubesar Universitas Santo Thomas. Karena itu sepantasnya ia bisa menjadi model presiden yang ideal. Impiannya tentang Pilipina muluk. Perhatiannya pada soal reformasi politik, demokrasi dan kesejahteraan rakyat sangat menonjol. Langkahnya ke arah itu dibekali pembawaan dirinya yang tenang dan selalu senyum. Karena itu ia berhasil memikat hati rakyat banyak. Macapagal ingin merobah model demokrasi Pilipina yang saat itu njiplak Amerika, menjadi demokrasi parlementer gaya Inggeris. Rakyatnya yang tertindas sistim ramuan antara feodalisme dan kapitalisme, ingin ia bebaskan dengan merombak tatanan sosial. Ide-ide welfare state yang dikembangkan di Eropa ia gandrungi. Kepribadian nasional ia bangkitkan dengan langkah ke arah melepaskan diri dari bayangan Amerika Serikat. Hari kemerdekaan pun ia robah. Posisi tawar politik ia coba perkuat. Perjanjian bilateral, pangkalan militer dan preferensi perdagangan dengan Amerika mulai ia persoalkan. Orientasi politik luar negerinya ia bikin seimbang juga. Perhatian terhadap negara tetangga dan negara sosialis mulai ia jajagi. Land Reform Sebagai anak desa, ia tahu betul arti tanah buat seorang petani. Karena itu reformasi sosial ingin ia mulai dengan pembaharuan dalam tatanan pemilikan dan penguasaan tanah. Ia bertekat mengadakan land reforn. Penjajahan Spanyol telah meninggalkan pola pemilikan dan penguasaan tanah yang sangat timpang. Tuan-tuan tanah menguasai Hacienda yang tersebar di seluruh negara. Kebon itu ditanami tanaman ekspor. Khususnya kopra tebu dan tembakau. Petani kecil hanyalah mengabdi sebagai buruh kebun atau petani penggarap. Jalan hidup, nyala dapur dan masa depannya - termasuk hak politiknya - praktis ditentukan oleh si tuan tanah dan kaki tangannya. Sistim ini berjalan terus sampai masa penjajahan Amerika dan jaman kemerdekaan. Tuan tanah itu di jaman kemerdekaan menjelma menjadi elite politik. Atau ada juga pemilik hacienda yang emoh pusing. Mereka cukup mencengkeram politisi di pusat dan daerah dengan dana kampanye dan berbagai bentuk sumbangan. Euginio Lopez misalnya, yang pernah menjadi menteri pertanian, melanjutkan peran tuan tanah di propinsi sebelah selatan ibukota. Khususnya Ho-Ho dan Visayan, Para Gubernur, bukan rahasia lagi, adalah big shot dalam penguasaan tanah di propinsinya. Senator, Anggota Kongres, Menteri, banyak yang bersekongkol dengan pemilik modal untuk mengkapling hutan di pulau terbesar negeri itu, Mindanau. Konon inilah salah satu sebab timbulnya benih kegetiran penduduk Muslim di selatan. Mereka merasa kekayaan alam peninggalan nenek-moyang nyaris habis dibikin ropyan-ropyan politisi di Manila. Juga tanah di sekitar Ibukota, Makati, Marikina, Quezon, Cubao, beramai-ramai dipetak dalam daerah kekuasaan, dibangun untuk kawasan tempat tinggal yang nyaman dan elok. Sebutan proeyek-proyek real estate itu sangat nostalgik. San Lorenzo Village Urdaneta Village, Rizal Village, dan berpuluh "village" lainnya yang tak lain adalah daerah eksklusif buat orang kaya. Macapagal tahu, ini semua merupakan bom waktu yang setiap saat bisa meledak. Gebrakan Manglapus Dalam pidato lustrum di Universitas Pilipina tahun 1962, Raul Manglapus dengan garang menggebrak keadaan itu. Senator muda yang brilian itu menuduh adanya gejala penjajahan oleh bangsanya sendiri. Sistim dan kultur penjajahan oleh bangsa sendiri menindas jauh lebih sadis. Betapa tidak. Dulu orang Spanyol atau orang Amerika bila menghendaki tanah rakyat, mereka membelinya. Karena mereka itu imperialis bermodal. Tetapi kini penjajah bangsa dewek cuma bermodal dengkul. Untuk memperoleh tanah rakyat, mereka tidak mampu membeli. Karenanya tanah diperoleh mereka dengan kekuasaan, kekuatan dan kerja sama dengan pemilik uang yang licik. Dibikinnya segala peraturan yang disusun, dilaksanakan dan diawasi oleh sistim kekuasaan yang sedang berlaku. Maka tak ayal lagi akumulasi pemilikan tanah di tangan elite tambah menjadi-jadi. Dengan situasi politik yang dianggapnya makin matang untuk land reforrn itu, Macapacal membuka langkah. Diambilnya kasus Lopez untuk mengukur kemungkinan politik pelaksanaan programnya. Setelah mempelajari semua segi hukumnya ia keluarkan dekrit yang membatalkan hak berlebihan atas tanah oleh Lopez itu. Tentu saja Lopez yang sudah pasang kuda-kuda sebelumnya, sigap segera menggeliat. Dan dilemparkanlah masalah itu ke Mahkamah Agung Pilipina. Suara hakim agung terpecah. Tetapi setelah ketegangan yang mencekam, akhirnya keputusan pun keluar. Pemilikan dan penguasaan tanah oleh Lopez sudah memenuhi segala peraturan yang berlaku. Karena itu, dekrit Presiden Macapagal dinyatakan oid (batal) oleh Mahkamah. Pertimbangan mahkamah yang klise, kita dengar di mana-mana. Macapagal terkepung oleh sistim nasionalnya yang terlanjur menindas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus