Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Jaminan Mutu Kemeja

Desa pasir, di kecamatan iv angkat, kabupaten agam merupakan suatu desa swadaya, sebagian besar penduduknya hidup dari industri pakaian jadi. pemasarannya telah menjangkau seluruh sumatera. (ds)

7 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PASIR adalah sebuah desa di Kecamatan IV Angkat, Kabupaten Agam, yang terletak sekitar 6 Km di timur kota Bukittinggi. Meski merupakan desa, listerik menyala sepanjang hari di sini. "Kami desa industri pertama yang memanfaatkan aliran listerik PLTA Batang Agam," kata Kanun Adnan, 63, kepala desa itu. Hingga dewasa ini tak kurang dari 12 perusahaan gabungan warga desa yang berproduksi di tiga jorong: Pincuran Tujuh, Cibuak Ameh dan Surau Langgar. Mereka menghasilkan 120 kodi pakaian jadi setiap minggu. Pakaian itu untuk anak-anak dan orang dewasa, baik pria maupun wanita. Bahannya pun ada yang kasar ada yang halus. Dan pakaian jadi itu sering dibubuhi cap "Arrow", misalnya untuk kemeja lelaki. Membajak? Kanun menampik istilah itu, sebab katanya pencantuman merek yang sudah tersohor it u hanya sebagai tanda jaminan mutu. Tak apalah, itu toh biasa. Penduduk Pasir meliputi 3.000 jiwa dan hampir separoh dari itu hidup di rantau. Sedangkan 95, dari yang tetap tinggal di desa hidup dari usaha industri kecil tersebut. Rata-rata rumah punya mesin jahit, seluruhnya ditaksir beljumlah 320 buah. Sebagian besar digerakkan dengan tenaga listerik. Pendapatan rata-rata penduduk sebegitu jauh belum dicatat secara konkrit, naltlun diperkirakanberkisar di atas Rp 100 ribu per kapita. Boleh jadi taksiran itu tak jauh meleset menilik jangkauan pemasaran hasil produksi Pasir mencapai seantero kawasan Sumatera. Bahkan juga mengenal musim panen. Misalnya, bila di Jambi sedang panen karet, maka suasana meriahjuga bagi larisnya pakaian buatan Pasir. Begitu pula bila datang panen lada, kopi atau cengkeh di Tanjung Karang dan Palembang. Pasaran pakaian jadi dari Pasir ini juga memasuki daerah Aceh dan Riau. Namun satu hal yang menarik adalah: ,usaha industri di Pasir ini boleh dikatakan hampir tak ada urusan dengan jasa bank. Malahan koperasi saja pun tak dikenal di Pasir. Mereka beroleh modal dari pinjaman pengusaha menengah, khususnya kaum pemilik toko. Para usahawan kecil di Pasir itu merasa tata-cara peminjaman itu sebagai tidak mencekik. "Pokoknya saling tolong-menolong adanya," ujar seorang pengusaha itu. Hanya 45 Hari "Desa kami termasuk di antara pusat kegiatan bila ada perayaan di Agam," kata kepala desa pula. Pasir yang potensiil memang sering jadi barang tontonan. Desa yang mungil itu--luasnya 90 Ha, sering dikunjungi para pembesar dari daerah dan pusat. Bahkan Dirjen Perindustrian pernah ke mari menengok kegiatan warga Pasir. Dan tentu saja banyak yang mengacungkan jempol untuk kebolehan masyarakat Pasir membenahi desa itu. Akan halnya pihak pemerintah daerah dan dinas perindustrian memang ada memberikan pengarahan plus sejumlah bantuan. Di kantor desa tercatat jenis bantuan itu: 8 mesin pipit, sebuah mesin diesel berkekuatan 5 PK dan mesin untuk pres kerah kemeja. Pasir sekarang merupakan sebuah potret dari desa swadaya di Sumatera arat. Dengan jerih payah masyarakat sendiri dibangun gedung sekolah, perkantoran desa dan gedung kegiatan sosial lainnya, seperti BKIA, LSD dan sebagainya. Sedangkan areal persawahan tak lebih dari 30 Ha, dengan hasil panen sekali setahun sejumlah 158 ton padi. "Jumlah itu cuma mampu menghidupi 5 hari warga desa," ulas Kanun. Nah, untuk menjaga kestabilan asap dapur itulah mereka kemudian lebih menaruh haapan pada usaha konfeksi pakaian jadi itu. Tak kurang dari Kepala Direktorat PMD drs. Azhari sendiri mengakui Pasilsebagai satu di antara desa swadaya yang sudah menonjol. Dilihat dari tujuall pengembangan pedesaan swadaya menuju swasembada Pasir sudah memenuh syarat. Dalam rumus, tipe desa itu dinilai sudah D3N2II E2Y2A2L3Pd3Gr3P3. Nah! Jelasnya adalah berarti sudah lebih dari cukup. Dari segala segi tentu saja. Tapi sekalipun Pasir sudah dijuluki desa swadaya, toh kepala desanya enggan menyebut desa itu sebagai telah mampu berdiri sendiri. "Kami masih memerlukan bantuan banyak pihak, terutama jawatan dan dinas," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus