SETELAH Medan, Pematang Siantar adalah kota kedua di Sumatera
Utara. Penduduknya sekitar 135.000 jiwa. Ia dikenal sebagai
pintu gerbang masuknya para turis asing maupun domestik dari
Medan menuju Parapat atau Danau Toba. Kota ini dilintasi jalan
raya yang menghubungkan Medan dengan Padang dan Bukittinggi (di
Sumatera Barat) dan Pekanbaru di Riau. Tapi Pematang Siantar
juga banyak dikenal sebagai pusat pengembangan agama Kristen di
Sumatera Utara. Beberapa organisasi gereja seperti Gereja
Kristen Protestan Indonesia (GKPI) dan GKPS (Gereja Kristen
Pematang Siantar) dan HKI (Huria Kristen Indonesia) menjadikan
Pematang Siantar sebagai kantor pusat.
Jika letaknya begitu tak heran bila masalah lalu-lintas menjadi
soal utama di sini, terutama di dalam kota. Ketika Belanda
merancangkannya dulu barangkali tak berfikir bahwa Pematang
Siantar akan cepat berkembang, sehingga buru-buru memagarinya
dengan perkebunan karet, kelapa sawit dan teh. Akibatnya,
perluasan sulit..Juga penggusuran maupun pemotongan rumah-rumah
dalam kota untuk pelebaran jalan tak mungkin dilakukan, biasa:
soal biaya.
Oleh sebab itu pihak Pemda Kotamadya Pematang Siantar menempuh
jalan gampang untuk menguasai kekusutan lalu-lintas: jalan-jalan
utama dijadikan satu jurusan. Untuk ini awal Desember lalu
Walikota Sanggup Ketaren men&umumkan: berhubung kepadatan
lalulintas maka pusat kota yaitu Jalan Merdeka dan Jalan Sutomo
dijadikan satu arah. Serempak dengan itu stasion bis
ditertibkan. Artinya bis-bis dikumpulkan di Terminal Bis Suka
Damai Jalan Sekata. Taksi kota dipul di Jalan Supratman sedang
sado dan beca mesin di Jalan Imam Bonjol.
Selera
Sejak itu pula Sado dan pedati tak boleh memasuki pusat kota,
yaitu di jalan satu arah tadi. Selebihnya boleh. Tapi apa yang
terjadi? Lalulintas masih kacau balau. Sebab ternyata pengumuman
itu dilancarkan dengan cara agak tergesa-gesa, sehingga
rambu-rambu lalulintas belum sempat dipasang. Untung para
anggota polri dan hansip sempat dikerahkan untuk membantu
mengatasi kekusutan itu.
Tapi di luar soal lalulintas, jalan satu arah itu dengan
sendirinya menggusur para pedagang kaki lima di kiri kanan jalan
itu. Untung juga sebagian mereka ditampung di Jalan Imam Bonjol
dan Pasar Martoba, di pinggir kota. Di tempat terakhir ini
mereka merasa tak betah, sehingga dengan kucing-kucingan mereka
kembali lagi ke tempat semula. Namun yang di Jalan Imam Bonjol,
namanya tetap pedagang kaki lima.
Menarik juga kabar-kabar yang terbetik, bahwa penataan
lalulintas di Pematang Siantar itu samasekali tak didahului
dengan sesuatu penelitian. Malal1an kata sementara pihak
Walikota Sanggup Ketaren ketika mengumumkan berlakunya jalan
satu arah itu berucap bahwa "penterapan jalan satu arah di
Pematang Siantar adalah sesuai dengan selera atasan." Konon
ketika itu Sanggup mengungkapkan pula, bahwa "saya sudah sering
kena tegor karena belum melaksanakannya." Mudah-mudahan saja
sekarang Sanggup Ketaren benar-benar telah sanggup melaksanakan
selera itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini