DI tahun 50-an saya baca buku George Orwell 1984. Geli,
deg-degan, skeptis, was-was, kurang kerjaan, penenung pikun,
tukang ulah kahayali yang tak tahu berbuat apa. Mana mungkin ada
keadaan macam begitu, pikirku. Mana ada semua dinding jadi
telinga. Mana ada penduduk negeri berubah jadi cacing yang
diperintah oleh penguasa yang teramat kuasa. Mana ada pengibulan
sistematik dan terarah. Mana ada penduduk dijentil kian kemari
bagaikan kelereng. Mana ada kedustaan diubah jadi kebenaran.
Mana ada warna putih dibilang hitam, mana ada hari malam
dibilang siang. Mana ada! Di pucuk Himalaya barangkali ada. Dan
itu pun baru barangkali.
Kutimbang-timbang, asal keturunan mana George Orwell ini.
Jangan-jangan dia belasteran ular dan biawak. Jangan-jangan
salah masuk sekolah dan keliru guru. Jangan-jangan salah baca
buku. Jangan-jangan kesurupan. Apa maunya di dunia yang lari
normal-normalnya dia meramalkan yang bukan-bukan? Apa maunya dia
memancing kecemasan dunia? Kalau sekedar ingin cari nafkah,
masih banyak jalan yang bisa ditempuh. Misalnya buka bengkel.
Misalnya jadi makelar. Misalnya pura-pura lumpuh dan bersimpuh
di perempatan jalan. Atau jika betul-betul sudah habis akal, adu
untunglah jadi menteri. Nasib sering datang menyambar bagai
petir, tak terduga-duga.
Kenapa pula mesti tulis buku 1984 segala macam? Mustahil di
tahun yang diramalkannya itu segalanya jadi terjungkir balik.
Mustahil istilah-istilah menjadi sungsang. Mustahil di tahun
1984 itu kalau ada orang bilang "damai" yang dimaksud sebetulnya
"perang". Mustahil di saat itu kalau ada orang bilang
"demokrasi" yang dimaksud sebetulnya "diktator". Atau kalau
mulut bilang "pilihan" itu maksudnya "paksaan". Meja dibilang
kursi, anjing dibilang kucing. Direstui berarti dikemplang.
Meramal, estimasi, boleh-boleh saja. Pokoknya jangan lewat
batas. Jika tukang obat boleh operasi, mengapa dia tidak? Yang
penting tidak mencemoohkan peradaban. Tahu apa dia di tahun
1984 itu teknologi sudah nyaris hampir dipuncaknya benar, tahu
apa dia di tahun 1984 itu dusta dan kawan-kawannya menjadi
kegemaran resmi sehari-hari, tabu apa dia di tahun 1984 itu
pengertian istilah sudah kacau balau lewat olahan mesin
propaganda yang diberi selubung serapi-rapinya, tahu apa dia di
tahun 1984 itu orang tidak bisa hidup semata-mata dari makan dan
minum melainkan mesti ditunjang menu tambahan yang namanya
intimidasi. Tanpa diliputi rasa takut dan cemas yang memadai,
penduduk di tahun itu tidak bakalan mampu tidur dengan lelap.
Lebih gegabah lagi dia sebut-sebut soal "de-edukasi'. Massa
dijauhi dari pengikut-sertaan pemecahan soal-soal pokok.
Pemilihan perwakilan tidak mampu membawa perubahan apa pun.
Kaitan politis antara penduduk dengan penguasa menjadi melonggar
bahkan putus sama sekali. Wangi kemanusiaan sudah memudar dan
iklim rimba merasuk ke lorong-lorong dan singgah di pintu-pintu
rumah tinggal. Yang namanya pendidikan mengalami perubahan corak
yang tak terbayangkan sebelumnya. Satu-satunya gerak kepala yang
bisa dilakukan orang hanyalah mengangguk, dan selebihnya
merupakan kemustahilan.
Kemelesetan ramal George Orwell akan segera terbukti. Tahun 1984
sudah semakin dekat. Sebelum kita sadar dia sudah ada persis di
depan hidung kita. Sungguh saya tidak tahu apakah kini --
tepatnya di tahun 1984 itu -- George Orwell masih hidup. Kalau
masih, dia akan mendapat malu dan aib besar. Semua apa yang
ditulisnya mulai awal hingga akhir, termasuk titik serta
komanya, hanya omong kosong. Dan kalau dia sudah tiada, di
kuburnya dia akan menggolek kian kemari, meninju-ninju liang
lahat karena jengkel yang tak tertanggungkan. Sebab, justru di
tahun 1984 itu merupakan tahun yang paling nyaman. Penduduk
hidup tenteram tanpa rasa takut. Dinding-dinding tidak ambil
pusing apa pun yang dibincangkan orang. Perubahan apa pun bisa
berjalan asal saja penduduk mengutarakan hasratnya. Kalau
tersebut istilah "demokrasi" maka yang dimaksud betul-belul
demokrasi. Kalau tersebut istilah "kebebasan" maka yang dimaksud
hetul-betul kebebasan. Negeri di tahun 1984 itu bagaikan negeri
surga hasil ciptaan penguasa yang bijak bestari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini