Dunia, menurut Mahathir Mohamad, bukanlah sebuah tempat yang ramah. Dunia juga sesuatu yang dapat diabaikannya--setidaknya untuk beberapa waktu. Mungkin, ia benar. Tapi itu tak berarti bahwa ia dengan mudah lepas dari efek yang terjadi setelah pemerintahannya menangkap bekas wakil perdana menteri Anwar Ibrahim, yang kini meringkuk di tahanan polisi entah di mana. Dengan muka yang memar.
Bukan karena Perdana Menteri Malaysia yang pandai mempertahankan kursinya selama 17 tahun itu tak akan mampu mengerahkan bukti bahwa Anwar "bersalah" seperti yang dituduhkan. Pertanyaan yang tak mudah dijawab Mahathir adalah: jika Anwar Ibrahim memang melakukan "sodomi" (baca: melakukan hubungan seksual dengan lawan sejenis), atau korupsi, kenapa baru setelah ia dipecat dari kursinya perkara ini diungkap dan dituduhkan? Berarti hukum tak menyentuh orang yang sedang berkuasa, dan hanya dihantamkan bila seseorang menjadi lawan politik orang yang berkuasa. Atau, berarti kepolisian bekerja dengan buruk, lalai, atau oportunistis.
Dengan kata lain, ada akal sehat yang tak dapat diabaikan begitu saja oleh Mahathir. Ia dapat saja tak memedulikan opini orang tentang diberlakukannya Undang-Undang Keselamatan dan Ketenteraman Negara, yang lebih dikenal dengan nama Internal Security Act (ISA). Ia bisa mengatakan bahwa Singapura juga masih memberlakukan undang-undang ciptaan pemerintah kolonial Inggris itu, yang semula untuk menghadapi pemberontakan komunis hampir setengah abad yang lalu. Ia bisa juga mengatakan bahwa Indonesia juga masih memakai Undang-Undang Subversi. Dalam hal menggunakan argumen legalistis yang sewenang-wenang, Kuala Lumpur memang tidak sendirian di ASEAN. Tapi ada dua hal yang menyebabkan ditangkapnya Anwar Ibrahim akan menimbulkan dampak buruk bagi Malaysia.
Yang pertama adalah kenyataan bahwa konflik antara Mahathir dan Anwar adalah konflik politik. Katakanlah Anwar bukan saja tak menyetujui kebijakan Perdana Menteri di bidang ekonomi, tapi juga menunjukkan sikap tidak setia. Katakanlah Anwar tak tunduk pada keputusan atasannya dalam pemerintahan dan dalam partai UMNO. Tapi konflik politik, juga persaingan kepemimpinan, adalah hal yang lumrah. Setiap calon pemimpin, yang punya ambisi dan cita-cita, cukup sah untuk melakukannya. Kini, ada kesan bahwa pemerintah dapat mengerahkan polisi dan media massa untuk mencoreng muka seorang lawan politik--apalagi seorang yang, seperti Anwar, punya banyak pengikut. Itu berarti persaingan politik di Malaysia jadi tampak begitu sengit dan begitu kasar hingga menjadi permusuhan pribadi yang sampai mencelakakan pribadi dan keluarga seorang pesaing. Dengan kata lain, Malaysia ternyata seperti tak punya cara mengelola konflik politik yang teratur dan damai. Ternyata, orang akan bisa berkata, sikap dengki menjalar di kalangan para pemimpinnya, seperti ditampakkan oleh Ghaffar Baba ketika ia menyerang Anwar Ibrahim di Jakarta tiga pekan lalu. Mahathir tampak bukan sebagai negarawan, melainkan hanya seorang politikus yang keras memukul.
Yang kedua adalah kesan bahwa orang yang berkuasa di Kuala Lumpur tak punya pertimbangan yang masak dalam bertindak. Mahathir tak akan kehilangan banyak langkah seandainya ia mau menunggu beberapa waktu, seandainya ia tak langsung menghantam citra pribadi Anwar Ibrahim. Bahkan, lebih malang lagi, pemerintah Malaysia gagal untuk tidak meninggalkan kesan bahwa aparat kekuasaannya, dalam hal ini polisi, bersih dari cara kekerasan terhadap tahanan. Anwar adalah seorang tokoh terkenal, dan nasibnya diikuti orang di seluruh dunia. Mahathir ternyata kecolongan dan tak bisa memperbaiki posisi ketika Anwar tampil di depan kamera dengan wajah bekas pukulan.
Tak mengherankan bila ditangkapnya Anwar telah menyatukan pelbagai kalangan politik Malaysia yang tak senang dengan keadaan, yang merasa tersinggung rasa keadilan dan akal sehat mereka--dan mulai merasa bahwa 17 tahun terlalu lama untuk seorang perdana menteri berkuasa. Singkatnya, Anwar memang tak segera menang, dunia memang tak usah dipedulikan, tapi Mahathir sudah memulai kekalahannya sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini