Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Memasuki <i>Terra Incognita?</i>

12 Oktober 1998 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rezim devisa bebas, itulah satu dari tiga pilar pengelolaan ekonomi makro Indonesia pada masa Orde Baru. Dua pilar lainnya adalah anggaran berimbang dan laju inflasi di bawah double digit. Kelak, jika akhirnya diputuskan untuk mengganti pilar devisa bebas dengan kontrol devisa--seperti yang kini dirintis oleh Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri Ginandjar Kartasasmita--berarti Indonesia akan memasuki terra incognita, yaitu daerah yang sama sekali tak dikenal. Memang, Orde Lama memberlakukan kontrol devisa, tapi setelah 32 tahun mungkin sedikit di antara kita yang bisa mengingatnya. Atau mungkin pengalaman buruk di bawah kontrol devisa Orde Lama itulah yang menyebabkan Orde Baru "mengharamkan" peraturan apa pun tentang devisa.

Kenyataan menunjukkan, baik kontrol devisa di bawah Orde Lama maupun sistem devisa bebas semasa Orde Baru, keduanya menjurus kepada salah kaprah. Kontrol devisa yang ketat menyebabkan investor asing enggan mengalirkan dananya ke negeri ini. Sebaliknya, kebijakan devisa bebas mengakibatkan jumlah dana yang masuk dari luar tidak terpantau, bahkan bagaimana caranya masuk--sebagian melalui penjualan commercial paper, bond, ataupun pinjaman jangka pendek--tidak bisa dikatakan tidak berisiko, kalau tidak mau dikatakan terlalu besar risikonya.

Apa yang dilakukan Mahathir dengan kontrol dana, antara lain, bertujuan membatasi atau melenyapkan risiko tersebut. Tekanannya ada pada pengaturan capital outflow dan penertiban capital inflow. Maksudnya agar dana dalam ringgit hanya beredar di Malaysia--sejak 30 September 1998 semua ringgit di luar wilayah negeri itu dinyatakan tidak punya nilai apa-apa--dan dapat sepenuhnya dimanfaatkan untuk kepentingan perekonomian domestik, serta terbebas dari permainan para spekulan di pasar uang global. Di pihak lain, Malaysia juga tidak menutup pintu terhadap dana asing yang masuk--baik melalui direct investment ataupun pasar modal--tapi spekulasi melalui transaksi jangka pendek dilarang melalui ketentuan bahwa dana investasi asing minimal harus menetap di Malaysia selama satu tahun. Pada saat yang sama, kurs ringgit ditetapkan 3,8 ringgit per dolar AS. Dengan kurs yang stabil, meningkatnya jumlah ringgit di dalam negeri, ditambah dana asing yang harus parkir di Malaysia minimal satu tahun, diharapkan suku bunga bisa ditekan dan dunia usaha dapat kembali menggelinding.

Kini hampir seluruh dunia penasaran dan ingin mengetahui adakah kontrol dana yang diberlakukan Mahathir, efektif atau tidak. Sebagian sangat menyadari bahwa kontrol dana itu hanya sementara sampai perekonomian negeri jiran yang terimbas krisis moneter itu pulih kembali. Tapi, menurut Perdana Menteri Malaysia, kontrol dana tetap berlaku sampai dunia berhasil menerapkan sistem lalu lintas modal dengan standar mata uang yang jelas, sehingga tidak ada negara yang menjadi bulan-bulanan para spekulan, seperti yang sekarang ini terjadi.

Cile, sebuah negara di Amerika Latin, telah lebih dulu memberlakukan kontrol dana dan boleh dikatakan berhasil. Bertolak dari asumsi bahwa capital inflow secara besar-besaran hanya akan memacu konsumerisme di dalam negeri, atau diinvestasikan ke sektor yang tidak produktif seperti properti, dan lebih dari itu memacu spekulasi sehingga menambah jumlah uang beredar dan berdampak inflatoir, maka dana asing yang masuk dipagari dengan sejumlah rambu-rambu. Caranya? Pinjaman dari luar dikenai pajak 1,2 persen; selama satu tahun 30 persen dari nilai investasi asing harus diparkir di Bank Sentral Cile sebagai deposito tanpa bunga; dan sebaliknya, investasi langsung (direct investment) justru tidak dibebani kewajiban apa-apa.

Ada pakar yang berpendapat bahwa kontrol dana asing yang diterapkan Cile bukanlah kunci dari sukses ekonomi negeri itu. Menurut mereka, Cile berhasil karena tabungan domestik yang solid (dipacu dengan suku bunga yang relatif tinggi dibandingkan dengan suku bunga di negara-negara tetangganya) dan sistem perbankan yang kuat. Pengamat lain berpendapat bahwa kontrol dana itu efektif, berhubung skala perekonomian Cile tidak begitu besar dan jumlah penduduknya hanya 17 juta jiwa. Jadi, arus dana besar-besaran dari luar memang tidak diperlukan. Namun, kalau itu masalahnya, bagaimana Cina yang penduduknya terbanyak di dunia tapi menerapkan kontrol dana, ternyata, kebal pula terhadap krisis moneter Asia? Bahwa Cina bisa membangun kendati di bawah kontrol lalu lintas dana, tentulah karena arus devisa dari luar tetap mengalir masuk secara besar-besaran, kendati harus melalui rambu-rambu yang cukup merepotkan. Pasar Cina terlalu besar, memang, sehingga investor asing mau bersabar menghadapi aparat Cina yang terkategori korup. Walhasil, Cina tetap menjalankan kontrol arus dana seraya bermain mata dengan kebijakan ekonomi terbuka.

Tampaknya Indonesia tergoda untuk melakukan hal yang sama, tapi rupanya masih ragu-ragu. Memasuki satu wilayah tak dikenal risikonya memang besar. Dan untuk itu perlu persiapan matang. Satu hal yang sebaiknya dicatat ialah bahwa kontrol hanya akan efektif kalau aparat pemerintah yang melakukan kontrol tidak berperilaku korup. Selain itu, perlu selalu diingat bahwa kontrol itu sendiri hanyalah sekadar alat dan bukan tujuan. Apabila kontrol dana dijadikan tujuan, penertiban lalu lintas modal hanya akan memperparah perekonomian kita. Sebaliknya, bila rezim devisa bebas juga dijadikan tujuan, perekonomian kita hanya menjadi bulan-bulanan para spekulan, persis seperti yang terjadi selama satu tahun terakhir ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus