Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
PRESIDENÂ Joko Widodo bisa saja berkilah bahwa pencalonan anak dan menantunya dalam pemilihan kepala daerah pada Desember mendatang tak melanggar peraturan apa pun. Dia bisa juga mengklaim bahwa majunya Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution dalam pemilihan wali kota Solo dan Medan bukanlah indikasi politik dinasti. Tapi, yang jelas, kemunculan sanak keluarganya dalam percaturan politik Indonesia merupakan rentetan termutakhir dari makin kentalnya nepotisme dalam sirkulasi elite di negeri ini.
Untuk soal satu ini, Jokowi tidak sendirian. Siti Nur Azizah, anak Wakil Presiden Ma’ruf Amin, juga maju dalam pemilihan Wali Kota Tangerang Selatan. Sebelumnya, anak Presiden Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani, duduk di kursi menteri. Anak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono, sempat dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Menurut Yoes C. Kenawas, kandidat doktor ilmu politik di Northwestern University, Illinois, Amerika Serikat, saat ini ada 117 kepala dan wakil kepala daerah yang berasal dari dinasti politik. Mereka memenangi pemilihan kepala daerah serentak dalam lima tahun terakhir. Di Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019-2024, ada 104 anggota Dewan yang memiliki ikatan kekerabatan dengan elite politik. Jumlah mereka yang fenomenal menunjukkan betapa dalamnya racun nepotisme telah menembus urat nadi politik kita.
Realitas ini sungguh memprihatinkan. Kita ingat, pada puncak Reformasi 1998, tuntutan utama gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil yang menumbangkan Presiden Soeharto adalah pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ketika itu, mahasiswa gerah melihat Orde Baru membangun kekuasaan selama 32 tahun dengan bantuan kroni dan keluarga elite. Mereka merusak semua tatanan politik, sosial, dan ekonomi Indonesia karena para elite ini naik ke puncak kekuasaan hanya berdasarkan koneksi kekerabatan, bukan kompetensi. Hasilnya adalah para pemimpin yang lebih suka menjilat ke atas dan abai terhadap kepentingan orang banyak.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo