Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, yang abadi bukan prestasi, melainkan konflik antar-pengurus. Kepemimpinan Ketua Umum Mochamad Iriawan alias Iwan Bule di induk organisasi sepak bola Indonesia itu pun tak jauh dari friksi. Ia berbeda jalan dengan wakilnya, Cucu Somantri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Isu nepotisme memecah kedua pemimpin tertinggi PSSI itu. Iwan Bule, pensiunan komisaris jenderal polisi, mengangkat adik iparnya menjadi wakil sekretaris jenderal—jabatan baru di organisasi itu—pada Januari lalu. Tiga bulan kemudian, Cucu memasukkan anaknya sebagai General Manager PT Liga Indonesia Baru. Pensiunan mayor jenderal Tentara Nasional Indonesia itu direktur utama di perusahaan operator Liga Indonesia. Ia mundur setelah isu nepotisme merebak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masalah yang sama sekali tidak berhubungan dengan usaha memajukan prestasi itu mengorbankan kepentingan sepak bola. Pembentukan tim nasional tak kunjung berjalan meski PSSI sudah menyewa pelatih kaliber dunia, Shin Tae-yong. Pelatih dari Korea Selatan itu direkrut untuk menyiapkan tim nasional berlaga pada Piala Dunia U-20 tahun depan. Indonesia menjadi tuan rumah hajatan sepak bola usia di bawah 20 tahun itu.
Nasib kompetisi Liga 1 Indonesia pun tak jelas arahnya. Seperti di hampir semua liga dunia, pandemi menghentikan kompetisi di Tanah Air. PSSI memang sudah menargetkan Liga 1 2020 berjalan kembali pada Oktober nanti. Namun format kompetisi yang akan dijalankan masih menjadi tanda tanya besar. Ketidakpastian ini membuat klub-klub peserta liga kebingungan. Beberapa klub malah menolak melanjutkan kompetisi dengan alasan kesulitan keuangan.
Pandemi jelas tidak memungkinkan kompetisi berjalan sempurna. Kompetisi di sejumlah negara maju telah berjalan kembali walau tanpa penonton. Itu belum tentu bisa ditiru di Indonesia. Bisnis olahraga selama ini ditopang penonton. Sekitar 80 persen pendapatan klub berasal dari penjualan tiket. Demi alasan keselamatan suporter, PSSI juga tidak selayaknya memaksakan kompetisi berjalan kembali. Apalagi, sebelum dihentikan, liga baru berjalan tiga pekan.
PSSI bisa berfokus menyiapkan tim dengan metode lain, misalnya memperbanyak uji coba secara tertutup. Ini bukan jalan sempurna, tentu saja. Piala Dunia U-20 akan berlangsung pada 20 Mei-11 Juni 2021. Presiden Joko Widodo menargetkan tuan rumah masuk 16 besar, babak yang belum pernah dicapai tim Merah Putih. Jika kompetisi ini benar-benar bisa berjalan secara normal, tim nasional perlu usaha luar biasa untuk mencapai target itu.
Di masa depan, PSSI perlu memfokuskan pembinaan pemain junior dengan menggelar kompetisi berjenjang. Indonesia sebetulnya punya tim nasional U-16 yang cukup bergigi. Namun prestasi mereka biasanya meredup di kelompok usia selanjutnya. Penyebabnya, sering pemain direcoki hal-hal di luar urusan olahraga. Kompetisi berjenjang pun tidak ada.
Hal terpenting untuk memulai pembenahan adalah menghilangkan kepentingan personal pengurus. Selama ini, petinggi PSSI kerap berkonflik karena banyaknya kepentingan. Pada 2014, misalnya, perebutan kursi ketua umum antara Djohar Arifin Husin dan Nurdin Halid bermuara pada perebutan hak siar liga yang sangat menguntungkan stasiun TV milik petinggi PSSI. Setahun kemudian, Menteri Olahraga Imam Nahrawi membekukan kepengurusan PSSI yang mengikutkan klub tak lolos persyaratan. Pada pemerintahan sebelumnya, Menteri Andi Mallarangeng menindak pengurus PSSI karena sarat masalah: dari pengaturan skor, penyulapan statuta, jual-beli gelap klub, hingga kartel pengaturan sponsor.
Iwan Bule semestinya tidak mengulang kesalahan kepengurusan masa lalu. Ia perlu menyingkirkan berbagai kepentingan non-olahraga demi menyelamatkan kelangsungan sepak bola yang sudah sangat terpukul wabah itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo