Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Hikmah Persaingan Puan-Ganjar

Publik memetik manfaat dari munculnya kader-kader partai yang berkualitas dalam kompetisi pemilihan presiden. Calon pemimpin tak hanya terbatas pada anggota dinasti politik.

29 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Hikmah Persaingan Puan-Ganjar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSAINGAN dua kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menuju pemilihan presiden 2024 adalah hikmah demokrasi. Munculnya nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani sebagai calon presiden tak harus semata dibaca sebagai konflik internal di partai. Dalam demokrasi, inilah transparansi: ketika figur menyatakan minatnya menjadi calon presiden dan publik dapat melihat rekam jejaknya terbuka para kandidat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baik Ganjar maupun Puan memiliki potensi dan modal yang kuat sebagai calon presiden. Ganjar punya keunggulan elektabilitas. Sejumlah survei menempatkannya di posisi tiga besar. Elektabilitas Ganjar bergerak antara 10,6 persen dan 29 persen. Adapun Puan, meski tingkat keterpilihannya masih kecil, memiliki posisi sentral di PDIP. Selain menjadi Ketua Dewan Pimpinan Pusat, ia anak Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PDIP hendaknya mensyukuri dinamika ini. Pimpinan partai tak usah kebakaran jenggot atas munculnya Ganjar. Tak perlu pula mematikan api Ganjar dengan menyatakan penetapan calon presiden adalah wewenang Megawati. PDIP hendaknya tak lupa: mereka pernah menolak mencalonkan Joko Widodo sebagai kandidat Gubernur DKI Jakarta dalam pemilihan kepala daerah 2012 meski akhirnya berbalik ketika elektabilitas Jokowi meningkat. Hal yang sama terulang ketika Jokowi mencalonkan diri dalam pemilihan presiden 2014, juga ketika Basuki Tjahaja Purnama maju sebagai calon Gubernur Jakarta pada 2016.

Diskusi tentang calon presiden penting digaungkan agar publik terbiasa menerima fakta bahwa kepemimpinan nasional harus berganti paling lambat 10 tahun sekali. Inilah warisan reformasi Gerakan Mahasiswa 1998 yang tersisa. Jika pembatasan masa jabatan presiden ini hilang, kita sepenuhnya kembali ke era Orde Baru. Apalagi perbincangan tentang amendemen Undang-Undang Dasar 1945 perihal masa jabatan presiden tiga periode masih bergulir di Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Maraknya bursa calon presiden 2024 harus disyukuri karena diharapkan publik lebih rileks berdiskusi tentang plus-minus para kandidat. Makin banyak calon, makin baik. Kita hendaknya tak lupa pada fanatisme pembelaan calon presiden 2014 dan 2019 yang diakibatkan polarisasi dua kubu yang berkompetisi. Sentimen agama dimainkan dan pertentangan menjalar ke ruang-ruang publik dan ranah personal.

Minimnya kontestan bukan tanpa sebab. Undang-Undang Pemilihan Umum menetapkan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen jumlah kursi di DPR atau 25 persen jumlah suara sah nasional. Dengan syarat setinggi itu, hanya PDIP yang bisa mengajukan calon sendiri. PDIP memiliki 128 kursi (22,26 persen) dari total 575 kursi di parlemen. Kebutuhan untuk membentuk koalisi partai ini menumbuhkan politik oligarki yang membuka pintu pada proses politik yang transaksional.

Meski terdengar muskil, ambang batas pencalonan presiden itu diharapkan ditinjau ulang oleh DPR. Perubahan itu memang tak bisa dilakukan tahun ini karena revisi Undang-Undang Pemilu dicabut dari program legislasi nasional prioritas. Adapun Mahkamah Konstitusi beberapa kali menolak gugatan pencabutan ambang batas pencalonan presiden.

Penghapusan ambang batas pencalonan presiden memberikan kesempatan kepada semua partai peserta pemilu legislatif untuk mengajukan calon. Hal ini membuka peluang munculnya kader-kader partai yang berkualitas untuk berkompetisi dalam pemilihan presiden. Walhasil, para pemilih pun dihadapkan pada pasokan calon pemimpin yang tidak hanya terbatas pada calon-calon yang berlatar dinasti politik yang kini menguasai struktur partai.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus