BUKAN hanya orang awam, "ahli"pun kadang-kadang bertanya-tanya
mengenai perilaku perekonomian Indonesia. Istilah kejutan sering
kita lihat cukup cocok, baik yang disengaja maupun yang tidak.
Bahkan harus diakui bahwa pemerintah yang merupakan "pengendali"
kehidupan ekonomi dapat pula sekali-kali "terkejut." Atau
sebaliknya, dapat dengan sengaja membuat kejutan.
Kadang-kadang ada celah dan beda pendapat antara masyarakat dan
pemerintah. Suatu ketika ada kebijaksanaan "biasa" yang
mengundang reaksi hebat di masyarakat, tetapi pernah pula
pemerintah menganggap akan membuat kejutan, namun masyarakat
justru menerimanya dengan tenang-tenang saja.
Sebenarnya tiada yang aneh. Ekonomi bak suatu roda. Ada putaran
yang tetap, namun ada bagian-bagian yang selalu bergiliran,
kadang-kadang diatas kadang-kadang dibawah. Jadi di negara
manapun masalahnya hampir serupa. Tak ada yang istimewa disini.
"Ekonomi Indonesia dapat dimengerti dengan buku teks terbitan
Amerika."
Tapi Ilmu Ekonomi adalah ilmu tentang tingkah laku masyarakat.
Ilmu ini gampang sekali menarik masyarakat karena masyarakat
langsung merasakannya. Maka, tak perlu dimasyarakatkan, ilmu ini
memasyarakat sendiri tanpa upaya berat.
Ada perkecualian penting di sini. Kalau di pihak satu banyak
orang-orang "awam" dengan mudah mengerti peristiwaperistiwa
ekonomi di masyarakat, maka di pihak lain tidak jarang
sarjana-sarjana di luar ekonomi amat sulit mengikuti
perkembangan ekonomi negeri ini.
Pupuk Diekspor, Tapi ......
Betapa tidak? Katanya negara ini negara agraris, dus produksi
utamanya adalah komoditi pertanian. Tapi mengapa makin banyak
komoditi pertanian yang diimpor? Katanya selama 2 Pelita
prioritas pembangunan ditekankan pada pertanian. Tapi mengapa
tingkat pertumbuhan sektor ini selalu yang terendahdi banding
sektor lain? Bahan makan utama bangsa ini adalah beras, sehingga
kalau GBHN menyatakan kita harus swasembada pangan tentunya
usaha untuk swasembada pangan selalu ada unsur swasembada beras.
Mengapa diramalkan impor beras akan terus meningkat?
Di bidang-bidang lainpun masyarakat tidak henti-hentinya
bertanya. Kalau produksi pupuk sudah mulai kelebihan, sehingga
mulai diekspor, mengapa surat-surat kabar seringkali
memberitakan petani menjerit karena susah mencari pupuk di masa
musim tanam? Di bidang industri kendaraan bermotor, terutama
sedan, kini ada keluhan adanya produksi lebih sehingga pasar
lesu. Akibatnya kini perusahaan-perusahaan tersebut kalang kabut
mempromosikan hasil produksinya.
Di bidang tenaga kerja ada kontradiksi penting. Yang sarjana pun
kadang-kadang tidak bisa mengerti. Katanya banyak penganggur,
tapi mengapa cukup sulit untuk mencari tenaga kerja di pedesaan?
Bahkan di daerah transmigrasi ada laporan penelitian yang
menyatakan salah satu kesulitan adalah kurangnya tenaga kerja
Bagaimana hal ini dapat diterangkan?
Bila semua kontradiksi di atas sukar dicerna masyarakat, maka
masyarakat lebih tidak mengerti lagi kalau pejabat pemerintah
sendiri kadang-kadang juga menyatakan keheranannya bila dimintai
tanggapan atas sesuatu persoalan ekonomi masyarakat. "Saya juga
tidak mengerti mengapa barang-barang tetek-bengek ini diimpor."
Mengenai kasus kesulitan pupuk di Jawa Barat pejabat yang
berwenang mengatakan: "Janggal, angka-angka saya menunjukkan
justru di sana masih ada kelebihan pupuk."
Dalam sistim ekonomi memang antara lain orang percaya bahwa
tidak perlu semua orang mengetahui semua hal. Tidak perlu (dan
tidak mungkin) pejabat pemerintah mempunyai segala informasi
bagi segala persoalan. Di sini ada unsur "tangan yang tak
kelihatan," yang orang percaya mampu mengatur jalannya sistim
ekonomi.
Tapi ini sistim kapitalis yang tidak dipercayai oleh sistim
ekonomi sosialis atau komunis. Dalam sistim terakhir pemerintah
harus menjadi pengatur jalannya perekonomian, dus sebagai
"tangan yang kelihatan."
Indonesia memutuskan mengadopsi sistim campuran atau semacam
sistim "gado-gado" dengan mengambil yang baik-baik dari kedua
sistim ekstrim tersebut.
Di sinilah masalah kita. Usaha untuk mengambil hanya yang
baik-baik saja dari kedua sistim kapitalis dan sosialis, bukan
hal yang mudah. Keliru-keliru dapat terambil yang paling tidak
baik dari kedua sistim itu inilah keterangan populer bagi orang
awam mengapa ekonomi Indonesia kok serba kurang, serba lebih,
serba gampang, serba perih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini