Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Niat baik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memulai pembersihan korupsi dari Istana kini sedang diuji. Ujian itu datang dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung. Kedua lembaga yang bertugas membersihkan negara dari aparat korup ini telah menemukan indikasi korupsi pada orang-orang yang punya hubungan dekat dengan Yusril Ihza Mahendra, yang kini menjabat Menteri-Sekretaris Negara.
KPK bahkan sudah menahan Zulkarnain Yunus. Sekretaris Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia ini disangka terlibat korupsi dalam pengadaan mesin sidik jari saat ia menjadi Dirjen Administrasi Hukum Umum ketika Yusril Ihza Mahendra masih menjadi Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Kerugian negara dalam kasus penggelembungan harga ini diperkirakan mencapai Rp 6 miliar. Selain KPK, pihak kejaksaan juga ingin mengorek keterangan Zulkarnain karena ia terindikasi telah membantu Tommy Soeharto mencairkan dananya di Bank Paribas cabang London, antara lain dengan mengizinkan uang itu ditransfer dulu ke rekening departemen.
Keterlibatan Zulkarnain Yunus ini atas permintaan Kantor Pengacara Ihza and Ihza, yang sebagian sahamnya dimiliki Menteri Yusril Ihza Mahendra, atasan langsungnya di departemen. Ia juga telah mengirim surat resmi ke kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, yang salinan surat jawabannya kemudian digunakan untuk membantu upaya Kantor Pengacara Ihza and Ihza untuk mencairkan uang Motorbike Corporation, perusahaan yang terdaftar di Bahama dan diduga milik Tommy Soeharto. Ketika bantuan ini diberikan pada 2004, putra bungsu Soeharto itu sedang menjalani hukuman di penjara dan sedang mengharap remisi semaksimal mungkin.
Remisi itu memang telah diraih Tommy dan sempat menggegerkan masyarakat. Adakah kaitan antara pemberian remisi ini dan transfer dana Motorbike di Bank Paribas ke rekening Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia? Ini pertanyaan yang masih harus dicari jawabnya. Bukan soal mudah karena saat remisi diberikan departemen ini sudah berubah menjadi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di bawah Menteri Hamid Awaludin. Tapi itu bukan mission impossible karena Zulkarnain Yunus tetap berada di departemen ini dengan jabatan baru, sekretaris jenderal.
Zulkarnain Yunus memang memegang posisi kunci dalam berbagai kasus di atas. Ia, misalnya, diharapkan dapat menjelaskan mengapa PT Sentral Filindo, perusahaan pemasok mesin sidik jari yang bermasalah ini, mentransfer Rp 1,4 miliar kepada Fahmi Yandri, yang dikenal dekat dengan Menteri Yusril Ihza Mahendra dan adik anggota DPR dari partai yang dipimpinnya. Juga mengapa uang itu dikembalikan saat kasus ini mulai diselidiki?
Kesaksian tersangka lain, Eman Rachman, juga diharapkan dapat menjelaskan keterkaitan antara proyek pengadaan mesin sidik jari ini dan kepentingan politik. Pemilik dan pemimpin Sentral Filindo ini diduga telah memanfaatkan hubungan dekatnya dengan para pengurus Partai Bulan Bintang untuk meraih bisnis. Ia bahkan disangka telah membawa pemimpin Dermalog, pembuat mesin sidik jari ini, untuk hadir dalam apel akbar partai yang dipimpin Yusril Ihza Mahendra itu menjelang Pemilihan Umum 2004. Kedekatan ini, mungkin, yang menyebabkan perusahaan Jerman tersebut berani mengirim mesin sebelum kontrak disepakati.
Keterangan Eman Rachman yang sudah ditahan KPK ini tak hanya dibutuhkan aparat hukum Indonesia, tapi juga penyidik Jerman. Pasalnya, menurut ketentuan hukum mereka, upaya penyuapan pejabat negeri asing di mana pun di dunia oleh perusahaan Jerman adalah pelanggaran pidana. Bila terdapat indikasi Dermalog ada dalam kegiatan patgulipat ini, penanggung jawabnya akan masuk bui dan perusahaannya harus membayar denda.
Pejabat KPK dikabarkan telah mengontak mitra mereka di Jerman untuk membongkar kasus korupsi ini. Ini tindakan yang patut didukung. Setiap kegiatan penyuapan selalu melibatkan setidaknya dua pihak, si penerima dan si pemberi. Bila semua yang terlibat diproses dan dihukum, hal itu akan membuat siapa pun semakin takut terlibat kegiatan penyuapan di negeri ini. Ini berarti KPK telah menjalankan amanat undang-undang yang diembannya, dan kini Presiden Yudhoyono yang diharapkan menepati janjinya.
Presiden harus selekasnya memberhentikan, minimal menon-aktifkan Yusril Ihza Mahendra, dari jabatannya sebagai Menteri Sekretaris Negara. Kalaupun belum terdapat bukti hukum yang menyimpulkan anggota kabinet ini melakukan korupsi, telah terdapat cukup indikasi pelanggaran benturan kepentingan. Menteri Yusril juga secara kasat mata telah mencoba mengintervensi independensi penyidik KPK dalam melakukan tugasnya. Ia bahkan telah melaporkan Ketua KPK secara resmi ke KPK walaupun bukan untuk dugaan pidana korupsi. Ini jelas hanyalah upaya gertak dan upaya penyesatan opini publik. Sebab, sebagai pakar hukum, ia sepatutnya tahu bahwa KPK tak akan memproses laporan yang bukan tentang dugaan tindak pidana korupsi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengutarakan janjinya membasmi korupsi dan memulainya dari Istana. Kini kami sedang menunggu bukti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo