Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahmad Sahidah*
Bahasa apa yang digunakan untuk fitur telepon genggam Anda? Mungkin kita tak peduli, tapi jelas bahasa Inggris lebih dipilih karena pada mulanya sistem alat ini dioperasikan dengan istilah-istilah yang berasal dari bahasa asal penciptaan teknologi tersebut, dan yang paling sering digunakan dalam gawai (gadget) karena dianggap lebih mudah dipahami. Untuk kata video player, misalnya, dalam versi Indonesia dua kata itu diterjemahkan dengan "pemutar video". Menariknya, kata player dipadankan dengan "pemutar" karena alat ini bisa menggerakkan. Sedangkan dalam versi Malaysia, kata majemuk tersebut diterjemahkan secara harfiah menjadi "pemain video".
Hampir-hampir kita tidak pernah menggunakan kata "memainkan" untuk memutar lagu atau film. Padahal, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi IV, 1998), lema "main" bisa bermakna bekerja, bergerak, dan berputar secara sepatutnya. Dengan demikian, sebenarnya penutur bisa menyebut video player dengan "pemain video". Namun, dalam bayangan pengguna, kata "pemain" ini lebih kerap dilekatkan pada orang, seperti pemain bola. Padahal kata player pada video dan bola itu sama-sama disandingkan, bukan? Hal serupa berlaku pada VCD player, yang sering diucapkan dalam bahasa asal dibandingkan dengan "pemutar VCD", apatah lagi "pemain cakera padat" seperti dalam bahasa Malaysia, baik lisan maupun tulisan.
Selain itu, mari bandingkan dengan fitur berbahasa Arab. Sementara telepon Lenovo A 369i berbahasa Indonesia dan Malaysia menerjemahkan kata telephone dengan "telepon" dan "telefon", kita akan menemukan kata "hatif" () dalam fitur berbahasa Arab, yang berarti suara misterius pada malam hari di padang pasir. Jelas, bahasa rumpun Semitik mengambil sifat dari telepon yang membayangkan suara misterius yang didengar oleh Nabi tanpa kehadiran penutur di hadapannya. Peliknya, mengapa kata serapan megaphone berubah menjadi "megafon", bukan "megapon" sebagaimana pada "telepon"?
Namun, meskipun kita telah mengatur (setting) telepon genggam ke dalam bahasa Indonesia, ternyata ada beberapa fitur yang masih mengekalkan bahasa asli, seperti File Manager, Any Share, SIM Toolkit, Play Store, UC Browser, Messenger, Email, dan Maps. Aneh, kata maps yang mempunyai padanan "peta" masih menerakan kata bahasa Inggris, padahal sama-sama memiliki empat huruf. Tentu padanan istilah-istilah tersebut dalam bahasa kebangsaan tidak ringkas dan tampak terbaca menggelikan, mengingat bahasa Melayu merupakan salah satu bahasa dunia yang bersifat aglutinatif atau derivatif, di mana jenis bahasa semacam ini membentuk kebanyakan perkataannya melalui proses pengimbuhan.
Berbeda dengan bahasa Arab yang berfleksi, yang membentuk perkataan dengan perubahan fonetik, sehingga jumlah hurufnya tidak bertambah atau hanya sedikit perubahan untuk mengubah makna dari kata dasar. File manager tidak diubah dalam dua bahasa serumpun, tapi dalam versi Arab kata majemuk tersebut diterjemahkan dengan mudir al-milaf (). Sejatinya, setiap kata dari istilah teknis ini mempunyai padanan dalam kamus, yaitu "manajer" dan "fail". Hanya, seperti kata "pemain", pengguna membayangkan "manajer" itu telanjur melekat pada manusia, bukan benda. Lalu mengapa kita menggunakan kata "fail", bukan "file", mengingat bahasa Indonesia tidak menyerap bunyi kata dari sebuah bahasa asing seperti negara tetangga?
Agaknya kita gagap untuk menerjemahkan istilah-istilah teknologi dalam bahasa tulisan dan percakapan. Padahal bahasa Inggris, yang banyak menyerap kata Yunani dan Latin, mengandaikan lema yang mempunyai makna sederhana. Ketika menjadi nama untuk sebuah alat yang canggih, ia seakan-akan telah menghilangkan arti asalnya dalam kesadaran kita. Tak pelak, kita hampir tak pernah menggunakan kata "pencetak" untuk printer, padahal di lain kesempatan kita acap menggunakan kata "percetakan" untuk printing. Sementara kalkulator diganti dengan dalam versi Arab, dua bahasa serumpun ini menyerap dari bahasa Inggris calculator, karena alat ini begitu canggih sehingga padanannya lebih memadai dengan serapan asalnya dibanding "penghitung".
Akhirnya, dengan merujuk pada kata "pencetak", kata turunan ini tidak hanya mengacu pada orang yang pekerjaannya mencetak buku atau perusahaan (orang) yang mencetak, tapi juga alat dan sebagainya untuk mencetak. Artinya, awalan "pe" yang melekat pada kata dasar tidak hanya menunjukkan pelaku orang, tapi juga alat. Karena itu, fitur video player pada telepon genggam kita bisa diterjemahkan dengan "pemain video". Meskipun demikian, kita tahu bahwa akhirnya manusialah yang harus menekan fitur ini agar fungsi "tombol" itu berjalan. Jadi siapa sebenarnya pemain dalam alat komunikasi ini? Kita, manusia. Karena itu, kitalah yang mengendalikannya, agar teknologi tidak menjadi kutukan, seperti diramalkan oleh filsuf Herbert Marcuse (1898-1979). Alih-alih teknologi membebaskan pengguna, ia menindas dan menguasai kehidupan manusia. l
Dosen Filsafat dan Etika Universitas Utara Malaysia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo