Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kehancuran Gaza dan Kekalahan Israel

Smith Alhadar

Smith Alhadar

Penasihat The Indonesian Society for Middle East Studies

Wilayah Gaza di Palestina porak-poranda akibat perang. Tapi Israel dianggap kalah. Mengapa?

20 Januari 2025 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Untuk pertama kalinya, Palestina kembali ke pusat perhatian dunia dengan posisi lebih kuat.

  • Majelis Umum PBB menyetujui resolusi yang mendukung upaya Palestina menjadi anggota penuh.

  • Dengan dicapainya gencatan senjata, Israel telah gagal di semua front.

PERANG Hamas-Israel berdampak gigantik bagi kehidupan sosial di wilayah Gaza dan kehidupan politik Israel. Ketika gencatan senjata kedua kubu tercapai, tak kurang dari 46.800 warga Gaza tewas, sebanyak 110 ribu orang lainnya cedera, dan lebih dari setengah infrastruktur penunjang hidup lenyap. Sebanyak 90 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi di tenda-tenda darurat. Butuh lima tahun untuk membersihkan Gaza dari puing sisa perang. Untuk membangun Gaza kembali, akan memakan waktu beberapa dekade. Belum lagi pemulihan trauma perang yang diderita anak-anak. ​Sepadankah hasil politik yang diperoleh Hamas dengan kehancuran kehidupan di Gaza? Bagaimana Hamas harus menghadapi jutaan warga Gaza yang terlunta-lunta?

Tapi perang yang dimulai Hamas pada 7 Oktober 2023 itu memang ada hasilnya. Untuk pertama kalinya, Palestina kembali ke pusat perhatian dunia dengan posisi lebih kuat ketimbang era mana pun sepanjang sejarah satu abad perjuangannya. Kini negara yang mendukung berdirinya negara Palestina terus bertambah menjadi 143 negara, termasuk 15 negara anggota Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO.

Upaya Palestina mendapatkan dukungan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi berdirinya negara Palestina memang belum berhasil karena diveto Amerika Serikat. Tapi, pada 10 Mei 2023, Majelis Umum PBB menyetujui resolusi yang mendukung upaya Palestina menjadi anggota penuh. Palestina juga mendapat beberapa hak dan keistimewaan tambahan mulai September 2024, yang mencakup kursi di antara anggota PBB di ruang sidang meskipun tanpa hak suara. Simpati kepada cita-cita Palestina yang terus meningkat tak bisa dilepaskan dari genosida oleh Israel di Gaza.

Pada Juli tahun lalu, Mahkamah Internasional (ICJ) menyatakan pendudukan Israel atas Tepi Barat dan Gaza merupakan tindakan ilegal. Pengadilan dunia itu juga memerintahkan Israel membongkar permukiman Yahudi di daerah pendudukan dan memberikan kompensasi kepada warga Palestina yang terusir dari tanah mereka. Keputusan ICJ dirilis saat para pemukim Yahudi bersenjata di Tepi Barat dengan kawalan militer Israel (IDF) menyerang warga Palestina dan merampas tanah mereka. Belakangan IDF juga melakukan operasi militer di Tepi Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagaimanapun, dengan tercapainya gencatan senjata, Israel gagal di semua front. Pertama, tujuan perang mereka, yakni melumatkan Hamas, tidak tercapai. Determinasi Hamas untuk terus berperang di tengah bombardir brutal IDF yang sengaja menyasar warga sipil sungguh mencengangkan. 

Israel tidak menghadapi negara dengan kekuatan militer yang sepadan, melainkan milisi dengan jumlah sumber daya manusia yang terbatas dan senjata seadanya. Gaza juga tak menyediakan pertahanan alami untuk membantu Hamas menghadapi kekuatan militer canggih. Daya tahan warga Gaza untuk menghadapi malapetaka juga sulit dilukiskan.

Kedua, Israel gagal membebaskan warga Yahudi yang disandera di Gaza. Padahal negara itu dibantu Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) sejak awal perang. Hal ini memperburuk citra Mossad sebagai badan intelijen kelas wahid setelah sebelumnya gagal mengantisipasi serangan dadakan Hamas. Ketiga, postur militer Israel tak bisa lagi dianggap sebagai yang terkuat di kawasan. Toh, Israel juga tidak menang menghadapi Hizbullah di Lebanon. Memang Hizbullah terpukul hebat, tapi Israel terpaksa menyetujui gencatan senjata, yang menunjukkan IDF tak mampu menundukkannya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua kali serangan besar Iran dan serangan berulang Houthi ke Israel menunjukkan kemampuan pencegahan Israel telah hilang. Artinya, baik Iran maupun Houthi tak melihat Israel sebagai monster yang tidak bisa dilawan. Keempat, reputasi Israel di tingkat regional ataupun global hancur berantakan. ICJ dan Komisi Tinggi HAM PBB telah memvonis Israel sebagai pelaku genosida. Sementara itu, Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.

Kelima, kehendak Israel mengontrol Gaza pascaperang melalui penempatan militer di Koridor Philadelphia antara Gaza dan Mesir serta Koridor Netzarim yang membelah Gaza di utara dan selatan juga gagal. Walhasil, syarat gencatan senjata ini didikte Hamas. Dengan semua kondisi tersebut, Israel tak bisa pulih. Keinginan Israel berintegrasi ke Timur Tengah juga tak akan kesampaian, kecuali negara itu bersedia berunding dengan Palestina yang berujung pada berdirinya negara Palestina yang berdaulat. Tak bisa kurang.

Dalam konteks ini, pengorbanan Palestina secara keseluruhan menemukan maknanya. Sebaliknya, kendati gencatan senjata bisa diterima mayoritas publik Israel, kelangsungan hidup Israel menjadi keprihatinan luas dan karier politik Netanyahu terancam. Partai anggota koalisi "Jewish Power" pimpinan Itamar Ben-Gvir telah mengundurkan diri. Partai ekstrem kanan lainnya, “Zionis Religius”, pimpinan Bezalel Smotrich juga bertekad akan mundur dari pemerintahan koalisi jika Netanyahu tak melanjutkan perang setelah sandera dibebaskan. 

Netanyahu berjanji memenuhi tuntutan itu. Tapi, jelas, komitmen tersebut tak lebih dari janji kosong untuk mempertahankan pemerintahannya karena momentumnya telah hilang. Selain itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump tak menghendakinya.  

Redaksi menerima artikel opini dengan ketentuan panjang sekitar 7.500 karakter (termasuk spasi) dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus