Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Hidup dengan Kurs Bebas

12 April 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Djisman S. Simanjuntak Pakar ekonomi, Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Ketidaklengkapan ilmu pengetahuan yang pernah disebut Kurt Goedel tampak kuat berlaku dalam ilmu ekonomi, terutama yang menyangkut nilai tukar. Jatuhnya rupiah ke palung yang amat dalam memang luar biasa menurut amplitudonya. Tapi fluktuasi itu sendiri adalah bagian dari alam nilai tukar. Sejak runtuhnya standar emas-dolar pada 1971, hingga akhir 1977 kurs rupiah sudah turun 93 persen, won 82 persen, sterling 48 persen. Sebaliknya yen naik 95 persen dan mark 47 persen. Di sela-sela kejatuhan itu, terjadi pasang surut yang sering memaksa pemerintah melakukan intervensi, seperti pernah dilakukan pada 1976, 1985, 1992, dan 1997. Sistem mana pun yang dipilih, kurs memang selalu merupakan perkara pelik. Kurs bebas menjanjikan keuntungan, setidaknya memungkinkan penyesuaian dini terhadap perubahan. Devisa pun tidak harus dihamburkan untuk memelihara kurs. Jika bebas bergerak, kurs sangat berpeluang berada pada tingkat yang benar. Tapi perubahan yang terus-menerus mempersulit tata buku. Perubahan kecil dapat tak terkendali menjadi krisis ekonomi atau bahkan krisis politik. Lagi pula manusia sering menjadi positive feedback trader yang membeli devisa sewaktu kursnya naik, dan sebaliknya. Selain itu, di sekitar kurs bebas, umumnya terdapat kebijakan investasi dan perdagangan, kebijakan upah, dan kebijakan lain yang kaku. Tidak mengherankan kalau kepastian kurs masih didambakan oleh banyak negara. Euro dan cikal bakalnya ECU adalah contoh besar dari kegigihan mengejar kepastian. Contoh lain adalah perapian kurs (realignment) lewat Persetujuan Plaza 1985 dan tarik urat Indonesia pada 1998 tentang currency board system (CBS). Bahkan sesekali gagasan Sistem Bretton Wood Baru masih dilontarkan, yaitu sistem kurs tetap dengan rentang intervensi yang lebar dan terkadang disebut target zone. Tapi dasawarsa 1990 memperlihatkan penyusutan dalam penggunaan sistem kurs tetap. Jumlah negara pemakainya turun menjadi 65 pada akhir Maret 1998. Sebaliknya yang mengambang terkendali naik dari 25 menjadi 54, dan yang mengambang bebas naik dari 29 menjadi 46. Apakah kurs mengambang bebas adalah imperatif historikal? Beberapa tanda perlu direnungkan. Salah satu ialah keterbukaan. Ekspor barang dan jasa sebagai pecahan produk domestik bruto naik di Cina dan Amerika Serikat, yaitu masing-masing dari 10,5 persen menjadi 23 persen dan dari 9,4 persen menjadi 11,5 persen (1981-1997). Rasio itu memang turun juga di beberapa negara seperti Jepang dan Jerman. Tapi, bagi dunia keseluruhan, ia cenderung naik terus. Investasi lintas batas juga naik. Pangsa investasi asing langsung dalam pembentukan modal tetap bruto naik dari rata-rata 3,6 persen dalam 1980-1991 menjadi 5,6 persen dalam 1996 untuk seluruh dunia, dari 2,3 persen menjadi 8,5 persen di Indonesia, dari 2,9 persen menjadi 17 persen di Cina, dan dari 6,5 persen menjadi 7 persen di Amerika Serikat. Induk perusahaan multinasional pada 1997 berjumlah 53.607, dengan 449 ribu afiliasi yang setiap hari bergumul dengan macam-macam mata uang. Harta mereka naik dari $1,9 triliun dalam 1982 menjadi $12,6 triliun dalam 1997, sementara penjualannya naik dari $2,4 triliun menjadi $9,5 triliun (terjemahan dari ratusan mata uang). Posisi investasi luar negeri total dari 24 negara OECD naik tajam, dihela oleh liberalisasi keuangan. Jumlah harta luar negeri mereka naik dari $10,4 triliun pada 1990 menjadi $18,7 triliun pada 1997, dan jumlah kewajiban naik dari $10,4 triliun menjadi $19,6 triliun. Dengan posisi investasi seperti ini, tidak mengherankan bahwa perdagangan devisa meledak ke jumlah yang sangat besar. Tentu saja lalu lintas lain juga penting. Berbagai gagasan pun mendunia dalam waktu yang semakin singkat, begitu juga kejahatan manusia yang sering melibatkan pencucian uang. Ekonomi-ekonomi di dunia mengalami kompleksifikasi yang luar biasa. Perbedaan antar-ekonomi pun semakin banyak dan dapat melebar dalam waktu singkat. Memang, tanda-tanda konvergensi juga ada seperti dalam disinflasi dan kontrol defisit pemerintah. Tapi ia cenderung kalah terhadap divergensi, terutama dalam kaitan dengan praktek kebijakan yang sering menyimpang jauh dari yang tertulis. Dalam ekonomi yang kompleks diperlukan pasangan sistem kurs yang kompleks pula. Simplifikasi berupa sistem kurs tetap adalah keganjilan dalam peradaban yang ditandai oleh penyebaran informasi dan kemampuan mengolahnya. Richard Feynman sering berkata bahwa manusia tidak dapat menipu alam, dan alam ekonomi zaman ini adalah alam keragaman yang tidak cocok bagi kekuasaan terpusat dengan harga uang yang ditetapkan pemerintah. Tapi jika harus hidup dengan kurs mengambang, muncul pertanyaan tentang sejauh mana amplitudo fluktuasi dapat diperkecil. Semakin sedikit risiko devisa yang tersembunyi dalam ekonomi, semakin kecil kemungkinan meletusnya gejolak kurs yang hebat. Karena itu, perubahan kebijakan harus dibuat transparan lewat kontrak yang jelas. Beberapa negara kini mengurus kebijakan moneternya atas dasar kontrak penargetan inflasi (inflation targeting) sebagai kontras terhadap diskresi bank sentral dalam adhokrasi. Niat-niat perumus kebijakan diungkap sepenuh mungkin. Apalagi dalam peradaban sekarang, pemerintah yang penuh rahasia akan membahayakan negaranya sendiri. Hal yang sama dituntut dari dunia korporat, khususnya bank dan perusahaan keuangan lain. Menjamin supaya informasi yang dibutuhkan oleh sistem peringatan dini dapat diungkap selengkap-lengkapnya adalah bagian penting dari penakbiran yang baik (good governance) di sektor keuangan. Pengungkapan risiko jauh lebih berguna bagi upaya meminimalkan fluktuasi kurs daripada menebak-nebak kurs yang biasanya cenderung nekat. Bahkan yang disebut terakhir ini tidak efektif dalam membendung fluktuasi yang bersenjatakan cadangan devisa. Maka hendaknya transparansi dijadikan prioritas tertinggi dalam agenda keuangan Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus