Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Indonesia-Jepang Tahun '80-an ...

Hubungan indonesia-jepang dalam dekade 80-an masih terletak di bidang ekonomi. menjadi prioritas utama, karena jepang untuk memenuhi modal, teknologi & pasar indonesia & pertimbangan politis-strategis.

10 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUBUNGAN Indonesia-Jepang untuk dekade 80-an ini masih akan terletak terutama di bidang ekonomi. Ini tidak berarti hubungan di bidang politik dan pertahanan-keamanan tidak penting atau tidak makin penting. Hubungan di bidang politik telah meningkat dalam tahun 1970-an, terutama setelah perang Vietnam selesai dan kehadiran AS di kawasan Asia Tenggara dirasakan menurun. Tapi hubungan di bidang pertahanan-keamanan tidak akan bersifat langsung, karena Indonesia yang menganut politik luar negeri yang bebas dan aktif pasti tidak akan menjadi bagian dari aliansi dengan AS. Sedang Jepang masih memiliki suatu konstitusi "damai" yang tidak akan mengizinkannya untuk bergerak di luar pertahanan diri sendiri atau bela diri. Namun secara tidak langsung perkembangan strategis-militer akan mengakibatkan terjadinya pergeseran-pergeseran kekuatan. Maka kedua belah pihak harus mengadakan penyesuaian-penyesuaian, demi kestabilan dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Hubungan di bidang ekonomi akan tetap menonjol di antara kedua negara dalam dekade 80-an, karena sumber utama bagi Indonesia untuk memenuhi kebutuhannya akan modal, teknologi dan pasar adalah Jepang. Meskipun sumber-sumber yang lain (seperti AS, Eropah Barat dan negara-negara ASEAN yang lain) pasti akan lebih meningkatkan kehadirannya dengan bertambah kompleks dan berkembangnya ekonomi Indonesia, Jepang masih akan tetap menduduki tempat teratas. Hal ini terjadi baik karena dekatnya letak geografis kedua negara, tingkatan perkembangan ekonomi kedua negara yang saling melengkapi, maupun karena pertimbangan politis-strategis. Dua Soal Pokok yang Perlu Diperhatikan Di dalam hubungan ekonomi bilateral ini, dalam dekade 80-an terlihat dua masalah pokok yang terus-menerus perlu diperhatikan dan ditangani oleh kedua belah pihak. Pertama, penyesuaian terus-menerus dalam hubungan bilateral ini agar lambat laun dapat menjadi lebih simetris, karena ekonomi Indonesia akan tetap maju pesat sehingga Jepang perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan dan kemajuan itu. Misalnya, apa yang dinamakan sistem "package deals" yang mengakibatkan ketergantungan pihak swasta Indonesia pada Jepang dalam hal modal, teknologi, pasar dan pengangkutan, secara sadar dan berencana oleh kedua belah pihak harus dilepaskan satu demi satu agar pada akhirnya kedua belah pihak bisa berhubungan secara lebih sejajar. Untuk ini, kedua negara perlu terus-menerus melakukan konsultasi dan kerjasama yang erat. Pihak Jepang telah berpengalaman melampaui perubahan struktural ekonominya, sehingga dengan memetik pengalaman Jepang itu hal yang sama dapat pula dicapai oleh pihak Indonesia. Hanya dengan penyesuaian yang terus-menerus demikianlah hubungan ekonomi bilateral yang intensif tersebut bisa dilanjutkan dan malahan dapat ditingkatkan. Masalah kedua adalah hubungan ekonomi yang seimbang, antara Jepang dengan ASEAN di satu pihak dan antara Jepang dengan RRC di lain pihak. Kekhawatiran di antara pemimpin-pemimpin dan opini masyarakat di ASEAN, ialah bahwa Jepang akan lebih mementingkan hubungan ekonominya dengan RRC daripada dengan ASEAN. Tapi kekhawatiran ini untuk sebagian besar telah teratasi, antala lain dengan kunjungan PM Suzuki pada awal pertengahan Januari 1981 ini. Juga oleh kenyataan, bahwa betapapun potensialnya hubungan ekonomi Jepang-RRC, jalannya akan memakan waktu yang panjang, karena adanya kelemahan di dalam negeri RRC sendiri. Di lain pihak ekonomi ASEAN jauh mempunyai prospek untuk peningkatan, baik dalam jangka waktu dekat maupun dalam jangka panjang. Namun, karena kekhawatiran tersebut di atas cukup mendalam, kedua belah pihak harus terus-menerus memperhatikan dan memelihara keseimbangan hubungan tersebut. Prioritas Untuk jangka pendek ini, masih perlu diatasi perasaan di pihak Indonesia bahwa sejak pertengahan tahun 1979 Jepang kurang memperhatikan prioritas pembangunan Indonesia dalam rangka kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan. Karena adanya dialog yang cukup intensif akhir-akhir ini, dan keinginan Jepang untuk lebih memperhatikannya, maka perasaan dan tanggapan yang timbul itu lambat laun dapat diatasi. Prioritas yang dimaksudkan antara lain adalah pembentukan panitia energi bersama, kredit untuk perluasan penyulingan minyak mentah di Cilacap dan Balikpapan, perjanjian kerjasama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan dan pinjaman untuk hydrocracker di Dumai, penjualan beras tambahan, kredit untuk perluasan pemanfaatan sumber-sumber LNG. Pihak Indonesia dapat mengerti pula, bahwa satu setengah tahun yang terakhir ini cukup merepotkan Jepang. Misalnya, perkembangan keadaan politik dalam negerinya, yang menyangkut persaingan antar fraksi-fraksi LDP, mengakibatkan kabinet PM Ohira jatuh. Ada pula beban-beban baru yang diletakkan di atas pundak pemerintah Jepang atas desakan pemerintah AS, dalam rangka pembagian beban yang harus dipikul bersama oleh sekutu-sekutu AS. Misalnya: bantuan ekonomi Jepang untuk Mesir, Pakistan dan Turki, sehubungan dengan perkembangan yang terjadi di Timur Tengah dan Teluk Parsi. Mungkin Jepang harus lebih jelas mencari dan memainkan peran politiknya di masa yang akan datang: Dalam hal ini Jepang harus mengutamakan kawasan Asia Pasifik, baik karena letak geografisnya, maupun karena keterbatasan kemampuan Jepang untuk berperan secara global. Keterbatasan ini antara lain disebabkan oleh adanya pembatasan di dalam konstitusinya, khususnya untuk berperan di bidang militer di luar kepulauan Jepang, di samping keterbatasan birokrasinya untuk melakukan peran global itu dalam dekade 80-an ini. Dalam menjalankan peran politik ini, Jepang telah memainkan peranan yang positif di kawasan Asia Pasifik: ia telah mendukung ASEAN dalam berbagai bidang, seperti bantuan ekonomi secara biilateral dan regional. Ia memberikan bantuan keuangan dalam penyelesaian masalah pelarian dari Indocina -- meskipun bantuan keuangan ini pun masih perlu ditingkatkan, kalau dibandingkan dengan bantuan yang sama dari AS, Kanada atau Australia. Jepang juga memberi dukungan terhadap usaha ASEAN untuk mencari penyelesaian politik di Kampuchea, menjadi perantara dalam dialog Utara-Selatan terutama dalam penyelesaian Dana Bersama dan impor hasil-hasil tanaman tropis ke negara-negara industri. Selain itu, Jepang telah memupuk hubungan dengan RRC, tanpa menjadikan hubungan bilateral ini suatu aliansi militer de facto. Dengan demikian Jepang lebih mampu membantu kestabilan di kawasan ini daripada AS, yang karena strateginya untuk mengimbangi kekuatan militer Uni Soviet, sekarang berada dalam posisi yang bisa ditafsirkan telah menjalin persekutuan militer de facto dengan RRC -- meskipun hal ini sebenarnya tidak diinginkan AS sendiri. Perlu Kepemimpinan Jepang Dalam pada itu, ide kerjasama ekonomi negara-negara Pasifik pada akhirnya mungkin sekali memerlukan kepemimpinan Jepang sebelum bisa menjadi realita. Soalnya, kepemimpinan dan inisiatif AS akan terlalu memberikan tafsiran ideologis pada kerjasama tersebut, di samping politik dalam negeri AS sendiri memang tidak siap untuk mendukung ide tersebut dengan segala pengorbanan dan pembiayaan yang diperlukan. Maka itu, kepeloporan dan kepemimpinan Jepang untuk mendukung ide kerjasama ekonomi Pasifk tersebut, dengan pengorbanan dan beban lain sebagai konsekuensinya, merupakan peran politik yang paling tersedia bagi Jepang dalam tahun-tahun mendatang. Kekhawatiran mengenai dominasi Jepang dapat diatasi kalau pelaksanaan ide itu akan dilakukan bersama dengan negara-negara ASEAN dan negara-negara berkembang lainnya di kawasan tersebut, di samping kesarlggupan Jepang untuk menanggung beban dan biaya bagi kepemimpinannya itu secara konkrit. Dalam membicarakan peranan Jepang di bidang pertahanan-keamanan, mungkin perlu dibedakan antara apa yang akan dilakukannya dalam tahun 80-an dan di tahun 90-an. Dalam tahun 80-an ini Jepang pasti dalam batas-batas kemungkinan yang diberikan oleh konstitusi "damai"-nya akan meningkatkan kemampuan dan kekuatan militernya, terutama kekuatan angkatan udara dan kekuatan anti kapal selamnya untuk mempertahankan kepulauan Jepang dan lautan di sekitarnya. Peningkatan kekuatan pertahanan Jepang sendiri jelas dapat diterima oleh rakyat Jepang, sebab dalam perdebatan tiga tahun terakhir ini telah ditunjukkan adanya konsensus mereka dalam hal ini. Yang masih menjadi perdebatan adalah jumlah peningkatan kemampuan pertahanan mana yang dianggap memadai. Pada umumnya para pemimpin pemerintahan Jepang mau melakukannya secara bertahap, sedangkan tekanan AS dalam rangka berbagi beban menuntut peningkatan tersebut lebih besar. Juga Jepang diminta mulai memikirkan perannya di wilayah Asia Pasifik, untuk mengimbangi peningkatan armada Uni Soviet dan kewajiban baru AS di Teluk Parsi yang untuk sementara kekuatannya diambil dari Armada VII. Sehubungan dengan peranan Jepang untuk tahun 80-an ini maka ASEAN mendukung strategi "pertahanan menyeluruh" dari PM Ohira dan Suzuki yang menekankan bahwa bantuan dan kewajiban Jepang dalam bidang pertahanan-keamanan untuk aliansi Barat bukan hanya terletak di bidang militer saja, tetapi justru dalam bantuan ekonomi. Hal ini lebih sesuai dengan opini rakyat Jepang, juga sesuai pula dengan kenyataan di Asia Pasifik bahwa ancaman terhadap negara-negara berkembang, khususnya ASEAN, bukanlah datang dari luar tetapi dari dalam negeri apakah pembangunan nasional masing-masing negara bisa memenuhi harapan rakyatnya ataukah tidak. Dengan begitu bantuan ekonomi jauh lebih penting untuk mereka daripada kehadiran militer Jepang di kawasannya, yang malah justru bisa menjadi suatu faktor yang mengundang adanya ketidakstabilan kalau tidak dipersiapkan dengan baik dan dilaksanakan secara bertahap. Dua Faktor Hanya untuk bisa melaksanakan strategi "pertahanan menyeluruh" secara berhasil, ada dua faktor yang harus diperhatikan oleh Jepang. Pertama, agar bantuan ekonomi dalam rangka pembagian beban tersebut dapat dilakukannya secara cukup menyolok sehingga mengurangi tekanan dari AS. Kedua, agar konsultasi terus-menerus dengan negara-negara ASEAN dilakukannya dalam rangka melaksanakan perannya itu di kawasan Asia Pasifik, khususnya di Asia Tenggara. Untuk tahun 90-an Jepang jelas akan lebih meningkatkan perannya di bidang pertahanan-keamanan di wilayah Asia Pasifik, terutama dalam rangka mengamankan jalur-jalur maritimnya yang vital bagi ekonomi dan kesejahteraan Jepang. Dalam rangka ini maka ide armada laut yang besar dengan kemampuan melaksanakan sistem konvoi a la Perang Dunia II sudah tidak berlaku lagi, karena teknologi persenjataan yang ada sekarang maupun untuk masa-masa mendatang. Maka dalam hal ini perlu dipikirkan pembagian tugas dan koordinasi dengan negara-negara pesisir, seperti negara-negara ASEAN, untuk turut serta mengamankan wilayah lautannya masing-masing. Strategi ini lebih cocok untuk menghadapi perkembangan teknologi persenjataan di masa mendatang, dan sekaligus memenuhi keinginan dari negara-negara ASEAN untuk lebih berdaulat di wilayahnya masing-masing, hingga akan mampu menolak adanya intervensi dari negaranegara besar dalam pengamanan kawasan lautnya. Untuk dapat melakukan hal ini di masa yang akan datang, mulai sekarang harus sudah dipertimbangkan peralihan teknologi yang tepat untuk memungkinkan pembagian tugas dan koordinasi tersebut di atas, yang pasti akan memakan waktu sekitar 5-10 tahun untuk bisa direalisasikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus