NASIB 52 sandera Amerika Serikat di tangan Iran tadinya sukar
ditebak. Tuntutan US$24 milyar yang diajukan Iran sebagai syarat
pembebasan sandera, kata Menteri Luar Negeri Edmund Muskie,
"tidak masuk akal" -- di luar wewenang Presiden Jimmy Carter
untuk memenuhinya. Tapi setelah melakukan serangkaian negosiasi
dengan berbagai pihak akhirnya AS menawarkan separuh dari jumlah
yang dikehendaki Iran. Dan AS pekan lalu berharap akan mendapat
jawaban positif, paling lambat 16 Januari.
Batas waktu itu, menurut koran Washington Pos yang mengutip
sumber Gedung Putih, bukan ultimatum, melainkan sekedar
memungkinkan Carter melaksanakan usul pihak AS sebelum
jabatannya berakhir. "Carter tidak mau mewariskan kepada
penggantinya suatu perundingan yang masih dalam keadaan
meragukan. Sehingga membatasi peluang pemerintah baru AS untuk
mencari jalan penyelesaian lain," tulis Washington Post. Serah
terima antara Carter dan presiden terpilih Ronald Reagan akan
berlangsung 20 Januari.
Radio Teheran, sehari setelah AS melansir keinginannya,
menurunkan komentar "Sama sekali tidak mungkin mereka (para
sandera AS) dibebaskan sebelum Reagan menggantikan Carter."
Stasiun radio ini juga menggarisbawahi pernyataan Ayatullah
Alamah Yahya Nuri yang mendesak pemerintah Iran untuk
menghentikan tawar-menawar dengan AS, dan mengadili semua
sandera sebagai mata-mata.
Keinginan Iran untuk menanti Reagan naik panggung dan setelah
itu melakukan negoslasi baru diawab oleh Edwin Messe III yang
bakal menjadi penasihat Gedung Putih. Iran tidak akan memperoleh
persyaratan lebih baik dari pemerintah baru, katanya. Sementara
Reagan atas pernyataan reporter koran Los Angeles Sunday tentang
uang tebusan untuk sandera mengatakan "Saya kira anda tidak akan
menebus mereka yang diculik oleh orang barbar."
Pernyataan Reagan itu ditafsirkan macam-macam di Iran.
Suratkabar Ettelaat, dikenal berhaluan keras, menulis bahwa AS
yang mengalami frustrasi akibat masalah sandera yang
berkepanjangan itu akan mencoba menyerbu Iran. "Penyerbuan itu
bakal terjadi tak lama lagi," kata tajuk Ettelaat. "Motifnya
ialah AS ingin menaikkan kembali prestise internasionalnya yang
sekarang jatuh sekali akibat krisis sandera."
Usaha pembebasan di luar jalur diplomasi pernah dilakukan AS, 25
April 1980 Tapi operasi yang pakai nama sandi Cabaya Biru itu
gagal. Ke-52 sandera itu ditahan sejak 4 November 1979. Mereka
ditempatkan secara terpisah di berbagai lokasi guna mencegah
terulangnya pembebasan lewat jalan kekerasan. Kuasa Usaha Bruce
Laingen dan dua diplomat AS lainnya, Victor Tomseth dan Michael
Howland, semula ditahan di gedung Kementerian Luar Negeri Iran.
Tapi ketiganya pekan lalu dipindahkan ke lokasi rahasia. Kecuali
kelompok mahasiswa revolusioner yang menyandera dan sejumlah
tokoh Iran, kini tak seorang pun yang tahu di mana semua warga
AS itu ditahan. Juga tidak ada keterangan terperinci mengenai
mereka.
Wajah para sandera baru saja terlihat di suratkabar dan televisi
dunia bertepatan dengan perayaan Natal. Mereka, antara lain,
diperlihatkan tengah menerima komuni kudus dari wakil Vatikan
dan tiga rohaniwan Kristen Iran. Dutabesar Kepausan Anibale
Bugnini yang mengaku bertemu dengan sekitar 25 sampai 30 sandera
mengatakan keadaan mereka tiada beda dengan setahun lalu, masih
punya moral amat tinggi. Yang terlihat di layar televisi memang
begitu.
Depresi
Perayaan Natal untuk sandera -- berlangsung selama empat jam, 24
Desember malam -- diadakan di suatu tempat yang hanya diketahui
oleh orang tertentu. Bugnini sendiri tidak tahu di mana. Sebab
ia, juga para rohaniwan lainnya, dijemput dengan bis dan dengan
mata tertutup. Yang diketahuinya ialah lokasi itu berjarak
setengah jam perjalanan dari tempat kediamannya.
Walau fisik sandera di layar televisi terlihat baik, pihak AS
masih menyangsikan keadaan psikologis mereka. "Mereka itu tampak
depresi," kata ahli jiwa Dr. Steve Pieczenik dari Los Angeles.
"Walau telah dibebaskan nanti, mereka sepanjang hidup akan
tertekan batin."
Iran tak hanya dirongrong oleh tawar menawar soal sandera. Juga
merepotkannya soal anasir anti-Khomeini dan perang melawan Irak.
Golongan ekstrim kiri Iran dua minggu lampau terlibat bentrokan
sengit dengan Pengawal Revolusi Iran (PRI) yang mengakibatkan
beberapa orang tewas dari kedua pihak.
PRI dan golongan militer konon bertikai pula mengenai kelanjutan
perang melawan Irak. Pertentangan pendapat ini, menurut
Ayatullah Khomeini, hanya memperlemah posisi Iran.
Pemimpin revolusi Iran itu pekan lalu menggembleng para Dubes
Iran yang berseminar di Teheran. "Janganlah hidup boros,"
demikian nasihatnya. Tapi mungkin sudah tiada lagi yang bersisa
untuk diboroskan, akibat perang dan penyanderaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini