Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Investasi Hijau

AGAKNYA perlu digaungkan kembali pentingnya investasi hijau. Di Indonesia, bolehlah investasi asing sangat terbuka, tentu dengan catatan investasi ini ramah lingkungan.

1 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Istilah investasi hijau merupakan bahasa kiasan, misalnya untuk modal Rp 137 triliun yang pada 2017 terbayang mengalir masuk ke Indonesia. Penanaman modal atau investasi asing sangat diharapkan bisa menggerakkan penghijauan. Akan menjadi hijau seperti dedaunan yang menyejukkan jika modal itu tidak menimbulkan bahaya, kerusakan alam, atau efek buruk bertambahnya pemanasan global.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kita harus menciptakan iklim bisnis yang sejuk," kata Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri kepada wartawan pada saat hendak dilakukan deregulasi aturan untuk mempermudah investasi asing. Demi kemudahan itu, syarat kompetensi bahasa Indonesia bagi pekerja asing pun dihapus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penghapusan kewajiban berbahasa Indonesia tersebut dilakukan dengan terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Sebelumnya, kewajiban itu diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2013 dan-lebih awal-melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-20/MEN/III/2004.

Bahasa (Negara) Indonesia diwajibkan karena ada keharusan alih ilmu dan teknologi dari para ekspatriat. Kewajiban itu sudah sesuai dengan ketentuan Regional Model of Competency Standard yang dibuat Organisasi Buruh Internasional (ILO) untuk kawasan Asia-Pasifik. Para pemodal yang membawa tenaga kerjanya ke Indonesia hendaknya patuh pada aturan internasional ini.

Selain apa yang disebut transfer skill itu, ada komponen yang menjadi syarat bagi tenaga kerja untuk dinilai kompeten: task skill, task management skill, contingency management skill, dan job/role environment skill. Semua persyaratan tenaga kerja itu menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi berbahasa merupakan kompetensi kunci tersendiri untuk mengemukakan ide atau pikiran dan mengelola informasi.

Keterampilan yang terkait dengan lingkungan kerja di Indonesia bisa dikembangkan manakala para pekerja asing mampu berbahasa Indonesia. Tanpa kemampuan bahasa itu, lingkungan tidak akan segar atau nyaman sebagai tempat untuk bekerja. Bentrokan fisik pun mudah pecah, seperti peristiwa di Konawe pada tahun lalu. Di sana, pekerja asing tentu sulit bertindak ramah dalam bergaul dan mesra untuk bertegur sapa dengan pekerja asli warga Indonesia.

Bahkan, menurut sebuah laporan, insiden industri pertambangan di Sulawesi Tenggara itu tidak bisa ditangani secara tuntas. Upaya Kepolisian Republik Indonesia memperoleh keterangan lengkap terhalang karena pelaku kekerasan tersebut tidak mampu berbahasa Indonesia.

Sebagai akibat terhapusnya kewajiban mampu berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing sebelum bekerja di Indonesia, perkara pidana yang melibatkan orang asing itu sangat pelik atau rumit. Itu tentu bukan sekadar kecelakaan di dalam lingkungan kerja.

Peristiwa tragis baku hantam antarburuh itu sudah membunyikan lonceng penanda bahaya alam. Betapa menyeramkan dunia kerja dan dunia usaha atau industri yang tidak terisi pekerja yang kompeten. Buruh migran tanpa kompetensi yang cukup tidak hanya memberikan pengaruh buruk di dalam lingkungan kerja. Di luar itu, dampak negatifnya juga tampak jelas.

Dampaknya ialah kerusakan alam bahasa Indonesia yang sudah sedemikian rupa sehingga posisi dan fungsi bahasa negara ini tergeser jauh. Ada kecenderungan makin kuat, di ruang publik, pengutamaan bahasa kebangsaan Indonesia bergeser ke penggunaan bahasa (bangsa) asing yang terbawa arus investasi yang tak ramah lingkungan itu.

Bahaya dan celaka terpampang di depan mata orang Indonesia yang justru dipaksa berbicara dengan cara-cara bangsa asing. "Malapetaka" itu tidak hanya menimpa bahasa Indonesia yang mulai diabaikan bangsa sendiri. Bahasa daerah juga rentan menjadi rusak dan terputus rantai hidupnya dengan bahasa negara.

Masih di wilayah Sulawesi Tenggara, sudah lama berbunyi lonceng bahaya di Bau-Bau, Buton. Bahasa Cia-Cia, yang awalnya diakui sebagai bahasa khas asli daerah Buton, diubah menjadi berkarakter asing: bahasa (Hangeul) Korea. Bahasa asing itu dibiarkan masuk merusak lanskap bahasa Indonesia-dengan dalih pembiaran yang sama demi kemudahan investasi.

Investasi hijau masih berupa impian. Dambaan akan investasi ramah lingkungan terungkap jelas melalui film pendek Nature is Speaking. Film itu pernah diindonesiakan. Pendek kata, jagalah alam (bahasa) ibu pertiwi.

Maryanto
Pemerhati Politik Bahasa

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus