Baru-baru ini, terdengar kabar bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan mendirikan bank Islam. Kabar ini patut disyukuri, asalkan jangan seperti jilbab, yang membutuhkan waktu sembilan tahun (1981) untuk menyelesaikan masalahnya. Lepas dari kapan bank Islam itu didirikan, penggunaan istilah "Bank Islam" sebaiknya dipikirkan kembali. Sebab, istilah itu berkonotasi praktek perbankan yang digabung dengan praktek sistem keuangan Islam. Padahal yang dimaui adalah sistem keuangan Islam yang betul-betul bebas dari praktek-praktek keuangan yang tak Islami. Sistem keuangan demikian betul-betul berlainan dengan sistem perbankan yang ada sekarang. Sistem ini bukan saja menjalankan mudhrabah, musyarakah, dan sebagainya, tapi bisa juga mengurus masalah lain: mengumpul dan menyalurkan zakat umat, menyelenggarakan ibadah haji dan umrah, dan lain-lain. Selain itu, istilah "Bank Islam" berkesan hanya untuk umat Islam saja. Padahal, tidak demikian halnya. Istilah ini dikhawatirkan akan memunculkan istilah diskotek Islam, Pub Islam, dan lain-lain. Saya kira istilah "Lembaga Keuangan Islam" atau "Baitul Mal" lebih cocok daripada Bank Islam. SALAHUDDIN AHMAD Muararajeun Lama 86/144 E Bandung 40122
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini