Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Isu monopoli: perlu dipikirkan uu antimonopoli

Uu anti monopoli dan peraturan pelaksanaannya berguna untuk melindungi masyarakat kecil dan menengah dari cengkraman gurita yang mematikan kebebasan dan kreatifitas orang lain

27 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sungguh piawai isu nepotisme dan monopoli yang dilontarkan Soerjadi pada pesta demokrasi yang baru lalu. "Beberapa orang diberi hak monopoli, yang katanya sih untuk membantu rakyat. Padahal ini bertentangan dengan demokrasi ekonomi karena merugikan rakyat." (TEMPO, 23 Mei 1992, Nasional). Dalam konteks ini saya sangat setuju dengan gagasan yang dicetuskan Soerjadi itu. Bagaimanapun, monopoli lebih banyak melahirkan dampak negatif daripada dampak positif. Untuk itu perlu diupayakan penangkalannya, yakni dibuat UU Antimonopoli berikut peraturan pelaksanaannya. Di negara-negara yang katanya menganut sistem ekonomi kapitalis liberal, seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat, paham tersebut sudah lama dikubur. Malah di sana sudah ada UU Antimonopoli dalam bentuk Sherman Act(1890), Clayton Act(1914), dan Federal Trade Commission Act (1914). Sedangkan di Indonesia belum satu pun ditemukan peraturan tentang UU Antimonopoli yang dapat mencegah pelestarian pengembangan pola "kapitalis semu", baik dalam bentuk icrony capitalistr (kapitalis konco) maupun ibureaucratic capitalistr (kapitalis birokrat). Padahal, menurut Christianto Wibisono dalam Anatomi Konglomerat Indonesia, Indonesia mempunyai 300 konglomerat terdiri dari 263 konglomerat yang menguasai omzet Rp 52 trilyun melalui mekanisme pasar yang fair, 14 konglomerat konco, dan 23 konglomerat birokrat. Di sinilah letak pentingnya penyusunan UU Antimonopoli untuk melindungi masyarakat kecil dan menengah dari cengkeraman sang gurita raksasa, yang dengan belalai-belalainya menghalangi dan mematikan kebebasan dan kreativitas orang lain. Untuk itu perlu dibangunkan hak-hak DPR yang selama ini tertidur nyenyak, terutama hak inisiatif DPR, agar tidak menjadi 5 D (datang, duduk, dengar, diam, duit). Mengingat hal itu, DPR perlu berpikir tentang RUU Antimonopoli dan RUU tentang Pemisahan Kepentingan dan Keterbukaan Kekayaan Pejabat sebagaimana diatur dalam pasal 21 UUD 1945. HADI DARMONO, S.H. Jalan Jenderal Sudirman 899 Purwokerto 53147, Jawa Tengah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus