Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TERUNGKAPNYA suap Rolls-Royce kepada petinggi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sebetulnya bukan sesuatu yang mengejutkan. Kabar tentang penyimpangan di Garuda sudah merebak pada 2006, satu tahun setelah Direktur Utama (2005-2014) Emirsyah Satar—kini tersangka suap Rolls-Royce—duduk di pucuk pemimpin.
Ketika itu, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution mengungkap masalah dalam manajemen penjualan tiket yang berpotensi merugikan perusahaan belasan miliar rupiah. Sayang, tak ada yang menindaklanjuti kecurigaan Anwar.
Dua tahun kemudian, serikat pekerja Garuda mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi, membawa segepok bukti pelanggaran lain. Ketua Harian Serikat Karyawan Garuda Tomy Tampatty melaporkan penyimpangan dana restrukturisasi kredit Garuda. Mereka datang lagi setahun kemudian, mengadukan indikasi korupsi biaya promosi, iklan, serta penyimpangan pengelolaan infrastruktur teknologi informasi. Potensi kerugian negara dari kasus-kasus ini diduga lebih dari setengah triliun rupiah. Tomy Tampatty mengaku sempat dua kali diperiksa penyidik di Kuningan, tapi setelah itu tak pernah dihubungi lagi.
Puncaknya adalah skandal suap di balik pembelian mesin pesawat Rolls-Royce untuk pesawat Airbus 330-300 pesanan Garuda. Pada awal Januari lalu, di hadapan mahkamah Inggris, Chief Executive Officer Rolls-Royce Warren East mengaku menyuap bos Garuda sejak 2005 senilai lebih dari US$ 2 juta atau setara dengan Rp 26,7 miliar.
Keterlibatan Emirsyah Satar terendus bersamaan dengan terbongkarnya peran pengusaha Soetikno Soedarjo. Selama ini, peran pendiri PT Mugi Rekso Abadi itu tersembunyi karena namanya tak ada di susunan direksi dan komisaris perusahaan konsultan bisnis Singapura, Connaught International. Perusahaan inilah yang menyalurkan pelicin dari Rolls-Royce untuk Emirsyah, dengan menyamarkannya lewat transaksi jual-beli kondominium, mobil mewah, dan transfer uang ke rekening mertua.
Bukti-bukti rasuah itulah yang diteruskan lembaga antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO), kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sejak pertengahan tahun lalu. Tanpa dokumen pendukung dan catatan transaksi dari mereka, juga bukti tambahan dari Corrupt Practices Investigation Bureau Singapura, proses penyidikan KPK bisa jadi tak semulus ini.
Dengan kata lain, jika diseriusi sejak awal, pelbagai penyimpangan bisa dicegah lebih dini. Prosedur standar pengusutan korupsi di badan usaha milik negara perlu disempurnakan. Penegak hukum tak boleh ragu menelusuri bukti awal korupsi meski indikasinya melibatkan lembaga atau individu tertentu.
KPK tak boleh berhenti hanya pada Emirsyah. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sudah menemukan aliran duit dari rekening Emirsyah ke sejumlah orang. Ada juga bukti permulaan yang meyakinkan bahwa suap Rolls-Royce juga mengalir ke petinggi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Pengusutan tuntas kasus ini amat penting agar tak ada kesan: koruptor bisa melenggang bebas di negeri ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo