Putusan bebas yang diberikan oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Bandung kepada Boy Tamzil dari tuduhan korupsi (TEMPO, 9 Maret 1991) kembali memperlihatkan pada kita, meskipun secara faktual kemungkinan besar seseorang bersalah, belum tentu jika ditinjau dari segi yuridis. Kenyataan itu penting diingat agar kita tak terjerumus pada pelanggaran asas praduga tak bersalah. Sering sekali suatu putusan yang tak relevan antara fakta dan yuridis dianggap sesuatu yang kontroversial. Padahal, tak selalu demikian halnya bila kita meninjau dari kaca mata asas kebebasan hakim yang dipakai oleh peradilan di Indonesia. Sebab, asas yang dianut di Indonesia itu memberikan kebebasan bagi seorang hakim untuk menjatuhkan putusan berdasarkan rasa keadilan yang diyakininya. Kembali kepada putusan yang dianggap cukup kontrovesial ini, hal itu sebenarnya berhubungan erat dengan apa yang dimaksud sebagai orang yang melakukan dalam suatu tindak pidana. Merujuk pasal 55 dan 56 KUHP, terdapat lima golongan peserta suatu tindak pidana yang dapat dipertanggungjawabkan dan dikenai hukuman. Mereka adalah orang yang melakukan perbuatan (dader/plegen), yang menyuruh melakukan suatu tindak pidana (doen plegen), turut serta melakukan tindak pidana (medeplegen), yang membujuk untuk melakukan suatu tindak pidana (uitlokken) dan yang membantu suatu tindak pidana (medeplichtige). Dalam kasus korupsi yang melibatkan beberapa pejabat Perumtel, ini berkaitan dengan medeplegen dan medeplichtige. Apabila ada hubungan erat antara kedua pihak tersebut dalam melakukan tindak pidana yang merugikan negara, kedua pihak ini dapat dimintai pertanggungjawaban. Namun, untuk mengklasifikasikan salah satu dari kedua jenis peserta tindak pidana tersebut, haruslah dilihat dari unsur niat untuk melakukan korupsi. Artinya, apabila suatu pihak -dalam hal ini pejabat Perumtel dan Boy Tamzil -dari semula mempunyai kehendak melakukan tindak pidana tersebut secara bersama-sama, mereka dapat dikategorikan ke dalam medeplegen. Dengan demikian, untuk menjaring semua pelaku tindak pidana tersebut, penuntut umum harus membuktikan suatu kerja sama di antara para pelaku dalam melaksanakan tindak pidana tersebut. DESRI NOVIAN Lawyer pada Law Office O.C. Kaligis & Associates Jalan Majapahit 18-20 Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini