Sejak pemberitaan masalah tender pembangunan proyek gelombang mikro digital di Nusa Tenggara, pertama kali oleh Harian Media Indonesia, 28 September 1992, saya bersama jamaah dari berbagai majelis ta'alim mengikuti secara saksama perkembangannya. Itu disebabkan, terutama karena persoalan tersebut melibatkan seorang tokoh yang termasuk dihormati oleh umat Islam, yaitu Cacuk Sudarijanto, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Badan Pembina Perpustakaan Masjid Indonesia (BPPMI). Pemberitaan tersebut segera memperoleh gema di daerah, termasuk oleh koran yang berafiliasi pada koran pusat. Saya banyak menerima pertanyaan dari ormas Islam, ta'mir masjid, majlis ta'lim, dan pesantren, teristimewa pemuda dan mahasiswa Islam, tentang permasalahan tersebut. Mudah diduga, besarnya perhatian masyarakat Islam, khususnya dari kalangan tokoh dan aktivitas tersebut, berkaitan dengan kedudukan Cacuk sebagai Ketua BPPMI. Inilah yang mendorong saya untuk melakukan pelacakan. Selanjutnya, menjadi pegangan saya dalam menyampaikan sikap dan imbauan berikut: 1. Sejauh data yang diperoleh, saya tetap berkeyakinan bahwa substansi permasalahan yang menimpa Ir Cacuk Sudarijanto tidak seperti yang diberitakan media massa. Terdapat cukup petunjuk adanya "persekutuan" di balik kemelut ini, baik dalam kaitannya dengan kepentingan bisnis kelompok-kelompok tertentu maupun dalam kedudukan Ir Cacuk sebagai Ketua Umum BPPMI. Saya tidak melihat ada gunanya persekutuan ini dilanjutkan, karena akan berdampak negatif bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Pernyataan ini tidak berlebih-lebihan, karena tidak sedikit masyarakat yang memandang bahwa kasus ini telah melampaui batas kasus administrasi dan hukum biasa. 2. Saya menaruh atas prinsip praduga tidak bersalah. Dalam kerangka ini saya menilai pemberitaan media massa tentang persoalan proyek gelombang mikro digital di Nusa Tenggara, terutama yang menyangkut pribadi Ir. Cacuk Sudarijanto, sudah melampaui batas etika jurnalistik. Akibatnya, permasalahan yang masih pada tingkat administrasi dan masih mengalir dalam suatu proses yang belum final, dengan semena-mena memperoleh kekuatan opini publik sebagai permasalahan hukum. Ini jelas merugikan nama baik Pemerintah, PT Telkom, dan pribadi Ir. Cacuk Sudarijanto. Agaknya sudah pada tempatnya jika Dewan Kehormatan PWI dan Departemen Penerangan RI melakukan evaluasi, pemeriksaan, dan penilaian yang adil terhadap perilaku trial by the press. HAJI FAISAL HARUN AL RASYID BIKI Kompleks Yos Sudarso II/103 Tanjungpriok Jakarta Utara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini