Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Katup pengaman

Katup pengamanan pengangguran yang tinggi adalah sektor informal. sektor gambaran ekonomi rakyat jelata, kecil-kecilan mudah & murah. dari depnaker rakyat mohon perlindungan dari bencana penggusuran.

4 Januari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA mesin uap, bila tekanan pada tabung sudah demikian tinggi, katup pengaman berbunyi ces, ces, ces. Membuang uap, membuang sisa tekanan. Sampai keadaan normal kembali. Tekanan dalam tabung setinggi ukuran yang dikehendaki, setinggi cukup untuk menggerakkan mesin, sesuai dengan kecepatan yang dirancang. Perhatikan bekerjanya lokomotif kereta bumel. Ces, ces ces, dan menggelindinglah iring-iringan gerbong, diseret oleh kuda besi penggerak si mesin uap. Belakangan, katup pengaman itu menjadi salah satu judul lagu hit yang didendangkan Pak Sutopo Juwono, Sekjen Departemen Tenaga Kerja. Liriknya menyanjung peran sektor informal - sebagai penyangga beban tekanan permintaan lapangan kerja. Manakala ekonomi belum maju, industri bergerak lamban, apalagi bila kebetulan sedang dilanda resesi, tekanan pengangguran menjadi bukan main mengerikan tingginya. Lebih-lebih buat Indonesia yang 165 juta penduduknya. Pak Topo rupanya tercenung, memperhatikan daya tahan dan ketangguhan ekonomi kita. Di Singapura atau Malaysia, Inggris atau Prancis, kenaikan pengangguran ratusan ribu orang saja sudah dirasakan sebagai aib yang menggegerkan pemerintahan. Tetapi di Indonesia lain. Biar tiap tahun tenaga kerja jutaan tambahnya, lapangan kerja bahkan menciut ketika konjungtur ekonomi lagi di bawah, kita tidak perlu geger-gegeran. Pak Topo jeli memperhatikan di mana tekanan pengangguran ini diredam. Ternyata, tanpa cas atau ces, dapat ditemukan biangnya. Itulah katup pengaman: di sektor informal. Sebagian besar rakyat Indonesia memang pantang menganggur. Cari kerja bila dapat. Bikin kerja bila bisa. Bila cari tak ketemu, bikin pun gagal, kekenyalan daya tahan Indonesia akan menolong mereka. Dan bekerjalah mereka seketemunya. Ada puntung, pungut puntung. Ada gerobak, jual bakso. Ada otot, angkat batu. Di kota besar apa pun laku dijual. Bila mau, abab (napas mulut) pun laku, asal dirangkai dengan obat kuat ditambah tipu muslihat. Kamper, abu gosok, tahu berontak, singkong rebus, telur semut, sampai cacing dan kecebong nyamuk laku dijual. Apalagi warung tegal, gado-gado, semir sepatu. Bila mau tabah, jual telunjuk pun dibayar orang. Itulah tukang parkir dan calo bis. Mereka itu produk dari ces, ces, ces, katup pengaman. Mereka inilah yang disebut bekerja di sektor informal. Kecil-kecilan. Mudah mulainya asal mau. Murah modalnya - dengkul pun jadi. Tidak teratur, karena kerja seketemunya. Padat karya, tepat guna, tidak pilih mutu tenaga, baik pendidikan maupun keterampilan. Apa tugas Departemen Tenaga Kerja juga mengurus katup pengaman ini? Bukankah itu urusan montir atau masinis? Lagi pula sia-sia mengatur katup pengaman, bila tidak sekalian mengendalikan ulah mesinnya. Biar ces, ces, cos, suara itu cuma dampaknya. Sumber persoalan ialah tekanan dalam tabungnya. Induk masalah ialah kerja mesinnya. Karena itulah kita terpaksa berteori. Mungkin bukan kepribadian kita senang berteori. cuma soal kebiasaan saja. Yang pertama ialah teori eksploitasi. Dalam ekonomi kapitalis, sektor informal itu sasaran paling ujung (ultimate object) yang diperas bila ekonomi ditekan oleh konjungtur yang lagi anjlok. Sektor informal ialah zone penyangga bila ekonomi tak mampu menyediakan lapangan kerja yang layak bagi warga negara. Tenaga yang tak tertampung, menggelembung di luar sektor informal, terhisap oleh dinamik kelangkaan lapangan kerja kota dan "bekerja" seketemunya. Bahkan buruh yang di-PHK-kan langsung bisa ditampung. Sektor modern lalu bisa bernapas. Bahkan sektor modern disubsidi oleh sektor informal secara tak langsung. Upah buruh bisa ditekan. Toh makan dan kebutuhan jelata terlayani oleh mereka yang, apa boleh buat, siap menerima kerja seadanya di sektor informal. Teori itu kedengaran amat memilukan. Bila Anda tergolong mereka yang berhati lembut, tentu perlu teori yang baik hati. Barangkali inilah yang cocok untuk Anda: teori Dualisme Ekonomi. Yang berbunyi cas, ces, itu bukan katup pengaman mesin uap lokomotif. bumel. Melainkan suara di restorasi kereta yang sedang menggoreng tempe. Sepurnya, mah, berjalan sudah dengan tenaga diesel. Antara jalannya kereta yang diseret diesel dan gencarnya cas ces suara penggorengan tak ada hubungan. Di masyarakat, sedang berjalan dua sistem ekonomi yang hampir tak ada hubungan. Yang satu bertumpu pada sektor formal, bahkan modern. Satu lagi ngeriung di sekitar sektor informal, kecil dan akrab. Dari dahulu, gelembung Sektor Informal inilah gambar ekonomi rakyat jelata. Sedangkan lapis tipis sektor formal modern itu perwujudan wajah pinggiran (periphery) dari bekerjanya kapitalisme global. Sektor formal ialah kepanjangan jaringan ekonomi mondeal, dulu kolonial, sekarang multinasional. Memperhatikan sektor informal, karena itu, merujuk pada kepentingan rakyat kecil. Di situ letak amanat penderitaan mereka. Sedang kesibukan mengurus izin PHK, membuat iklan, bursa tenaga kerja, dan mengatur upah buruh atas nama produktivitas, menyangkut selapis tipis anggota masyarakat yang beruntung. Buruhnya adalah secercah tenaga yang berhasil numpang hidup dari kepanjangan sistem kapitalisme dunia. Majikannya ialah agen korporasi mondeal yang memanfaatkan buruh murah di tanah air kita, dan subsidi harga murah kaki lima. Bila Anda lebih patriotik, dan tidak ingin merasa membela kepentingan imperialis, ada pula teorinya. Teori keselarasan. Sesungguhnya, kata teori ini, ada hubungan saling tergantung yang selaras serta serasi antara sektor formal dan sektor informal. Keduanya tidak hanya bisa berdampingan secara damai. Bahkan saling menghidupi dan saling menguntungkan. Sektor informal dapat memperoleh bahan baku atau pembeli dari kemakmuran bekerjanya sektor formal. Sektor formal sebaliknya dapat menekan upah, menahan ongkos, dan melayani konsumen yang melimpah ruah, dari berkah ketenangan kerja sektor informal. Bila rakyat jumlahnya banyak sekali, mereka merupakan potensi tenaga maupun pasar. Agar yang potensi jadi tenaga dan pasar jadi efektif, pendapatan mereka perlu meningkat, ekonomi mereka perlu dikait dengan skenario produksi sektor formal secara selaras serta serasi. Nah, itulah tiga teori tentang sektor informal. Pak Domo dan Pak Topo mau ambil yang mana, silakan pilih. Si rakyat hanya mohon dilindungi: bila di sektor formal, dari malapetaka PHK bila di sektor informal, dan bencana gusur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus