Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Berita Tempo Plus

Orkestrasi Besar Kejahatan Pagar Laut Tangerang

Polisi dan jaksa belum menyasar pejabat penerbit izin hak guna bangunan dan hak milik perairan Tangerang. Kejahatan terencana.

 

16 Februari 2025 | 08.30 WIB

Orkestrasi Besar Kejahatan Pagar Laut
Perbesar
Orkestrasi Besar Kejahatan Pagar Laut

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Dugaan pelanggaran pidana pagar laut di Kabupaten Tangerang merupakan kejahatan terencana.

  • Penegak hukum tak kunjung menyasar nama besar, seperti pengusaha dan pejabat pemberi izin.

  • Kejahatan yang merusak lingkungan tak boleh menjadikan pejabat level bawah sebagai “kambing hitam”.

PENGUSUTAN dugaan pelanggaran pidana pengkavelingan laut di Kabupaten Tangerang, Banten, semestinya tidak hanya berkutat di level bawah, yakni kepala desa dan perangkatnya. Pemagaran laut dan penerbitan sertifikat hak guna bangunan (HGB) serta sertifikat hak milik di atasnya merupakan kejahatan terencana yang hanya bisa dilakukan komplotan besar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kejaksaan Agung dan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia tengah menyelidiki penyimpangan pemberian izin kasus pemagaran laut sepanjang 30 kilometer, yang beririsan dengan area pengembangan Pantai Indah Kapuk (PIK). Di pesisir yang menghadap pagar laut, Agung Sedayu Group milik taipan Sugianto Kusuma alias Aguan tengah membangun Tropical Coastland PIK 2, proyek strategis nasional yang ditetapkan pemerintahan Joko Widodo pada Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Namun kedua lembaga penegak hukum itu tak kunjung menyasar nama besar, seperti pengusaha dan pejabat pemberi izin, kendati dari konstruksi peristiwanya keterlibatan mereka sudah sedemikian terang. Polisi, misalnya, baru menyasar Kepala Desa Kohod, Tangerang, Arsin yang diduga membuat surat izin palsu. Adapun jaksa mengaku penyelidikan mereka mandek karena aparat desa tidak mau menyerahkan dokumen.

Pengakuan Arsin tentu penting sebagai petunjuk awal. Namun tak semestinya semua konsentrasi penyelidikan diarahkan kepada dia. Apalagi Badan Pertanahan Nasional sudah mengungkapkan bahwa terdapat 263 sertifikat hak guna bangunan di perairan tersebut. Dari jumlah itu, 254 dimiliki oleh dua korporasi besar. Polisi dan jaksa semestinya bisa melanjutkan penyelidikan dari penerbitan sertifikat HGB dan sertifikat hak milik ini. 

Pasal 38 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria menyebutkan HGB di atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah secara jelas menegaskan bahwa hak atas tanah di wilayah perairan diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan. 

Tak hanya menunjukkan penyimpangan pemberian HGB dan hak milik, majalah ini juga menemukan pelanggaran lain, yakni masuknya area pagar laut sebagai kawasan permukiman pada pemanfaatan ruang laut dalam rencana tata ruang wilayah. Padahal seluruh kawasan laut seharusnya menjadi ruang publik untuk kepentingan nelayan dan masyarakat umum. Temuan ini makin menegaskan dugaan bahwa pagar laut memang direncanakan untuk proyek reklamasi, seperti sejumlah pulau buatan di perairan Jakarta.

Dari pelbagai kejanggalan itu, penyelidikan polisi dan jaksa semestinya mulai menyasar kepala daerah yang memberi rekomendasi, pejabat eselon I yang memproses perizinan, dan menteri yang menerbitkan izin. Dalam urusan terbitnya HGB dan sertifikat hak milik, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang harus bertanggung jawab. Sedangkan dalam soal pemberian izin atas wilayah perairan, Menteri Kelautan dan Perikanan yang semestinya diperiksa.

Presiden Prabowo Subianto sudah tegas meminta pelbagai penyimpangan dalam kasus pagar laut ini dibongkar tuntas. Polisi dan jaksa tentu tidak boleh menolak perintah tersebut. Karena itu, pengungkapan kejahatan terencana yang merusak lingkungan dan merampas hak masyarakat pesisir tak boleh hanya menjadikan pejabat level bawah sebagai “kambing hitam” dari dalang utama penyelewengan ini.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Orkestrasi Besar Kejahatan Pagar Laut

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus