Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Menurut Bareskrim, Kepala Desa Kohod Arsin bin Asip mengakui ada surat palsu untuk mengurus SHGB di laut.
Seorang pengacara dan pejabat lain di Tangerang diduga terlibat.
Kejaksaan Agung dan KPK ikut menyelidiki kasus pagar laut. Bagaimana status korporasi pemilik sertifkat?
ARSIN bin Asip bergegas meninggalkan rumahnya di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, pada Senin, 10 Februari 2025, sekitar pukul 10.00 WIB. Ia pergi bersama para pengawalnya yang dikenal dengan nama Pasukan Pengamanan Desa atau Paspamdes. Arsin pergi seiring dengan kabar bahwa penyidik Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI akan mendatangi rumah Kepala Desa Kohod itu.
Akibatnya, pengacara Arsin bin Asip, Rendy Kurniawan, kehilangan jejak kliennya pada Senin itu. Arsin juga tak bisa dihubungi karena tak memegang telepon seluler. Penyidik akhirnya datang sekitar pukul 19.30. Mereka menggeledah rumah Arsin. Baru belakangan Rendy akhirnya bisa berkomunikasi dengan Arsin. Itu pun lewat istri Arsin. “Paspamdes Pak Arsin yang menyampaikan perkembangan,” kata Rendy di Kota Tangerang, Kamis, 13 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arsin baru muncul ke publik saat menggelar konferensi pers di rumahnya pada Jumat malam, 14 Februari 2025. Ia didampingi dua pengacara. Ia meminta maaf telah membuat keributan gara-gara pagar laut di Desa Kohod. Ia membantah tudingan keterlibatannya. “Saya korban perbuatan pihak lain,” ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berupaya ditemui beberapa kali di kantor desa dan kediamannya sejak akhir Januari 2025, hasilnya nihil. Ia sedang terseret masalah proses penerbitan 263 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) untuk wilayah perairan Desa Kohod. Sertifikat-sertifikat untuk wilayah di atas laut itu diterbitkan sejak 2023. Pagar laut terbuat dari bambu berjejer sepanjang 30,16 kilometer di atasnya. Masalah ini ramai setelah Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banten Eli Susiyanti menyinggungnya dalam sebuah acara diskusi pada Selasa, 7 Januari 2025.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menggeledah Kantor Desa Kohod di Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, 10 Februari 2025. Antara/Azmi Samsul Maarif
Meski “menghilang” dari Desa Kohod, Arsin rupanya sudah mendatangi Subdirektorat II Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri pada Kamis, 6 Februari 2025. Salah satu pertanyaan yang dilontarkan adalah hubungan Arsin dengan Septian Wicaksono, advokat dari kantor hukum Septian Wicaksono and Partners. Kantor hukum inilah yang ikut mengurus sertifikat tanah di 16 desa di Tangerang, termasuk Desa Kohod. Arsin mengaku mengenal Septian.
Cerita bermula pada 2022. Septian datang ke Kohod menemui Arsin yang menjabat kepala desa sejak Oktober 2021. Septian menawarkan jasa pengurusan surat tanah. Arsin tertarik, lalu memerintahkan Sekretaris Desa Ujang Karta mengurusnya. Belakangan, Septian juga menawarkan jasa penerbitan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT). SPPT adalah surat yang digunakan oleh Badan Pendapatan Daerah atau Bapenda untuk menentukan besaran nilai pajak bumi dan bangunan.
Kejanggalan mulai muncul pada tahap ini. Tempo memperoleh beberapa salinan SPPT yang diterbitkan Bapenda Kabupaten Tangerang pada Agustus 2022. Meski area yang dimohonkan terletak di atas laut, SPPT tetap terbit. Beberapa nama wajib pajak yang tertuang dalam dokumen SPPT tercatat sebagai staf di Kantor Desa Kohod. Misalnya Muhammad Yusup yang menjabat Kepala Urusan Keuangan di Kantor Desa Kohod. Setelah ramai pemberitaan kasus pagar laut, Yusup dikabarkan mundur dari jabatannya.
Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan Bapenda Tangerang Dwi Chandra tidak bersedia menjelaskan keberadaan dokumen SPPT yang janggal itu. “Kami menghormati proses hukum yang berjalan,” tutur Dwi. Ia juga mengatakan tidak mengenal dan justru baru mendengar nama Septian Wicaksono.
“Permainan” Arsin bin Asip sebenarnya sudah tercium setelah dia dilantik menjadi kepala desa pada 2021. Ia diduga mencatut nama orang lain untuk memalsukan dokumen pembuatan SHGB. Seorang warga desa bernama Nasarudin mengatakan perangkat desa meminta kartu tanda penduduk milik anaknya, Nasrullah. Setelah kasus pagar laut ramai diberitakan, Nasarudin kaget karena nama anaknya dicatut sebagai salah satu pemilik SHGB di laut itu.
Kepala Desa Kohod Arsin bin Asip. Antara/Azmi Samsul Maarif
Penyidik Bareskrim juga menemukan adanya pencatutan identitas warga desa dan pemalsuan surat saat pemeriksaan. Surat abal-abal tersebut dipakai untuk mengurus kepemilikan tanah. Penyidik menyimpulkan dugaan penggunaan modus ini setelah memeriksa Kepala Desa Arsin bin Asip dan Sekretaris Desa Ujang Karta. “Mereka mengakuinya,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Djuhandhani Rahardjo Puro.
Dokumen bodong berikut SPPT itulah yang digunakan Septian untuk mengurus izin persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKPR) lewat Online Single Submission atau OSS. Tujuan akhirnya adalah memperoleh sertifikat tanah. Izin PKKPR seharusnya diberikan untuk kepemilikan tanah di darat. Sedangkan tanah yang diurus Septian berada di laut.
Pada April 2023, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Banten Arlan Marzan menyurati Arsin. Dalam warkat tersebut, Arlan menyatakan bahwa Desa Kohod merupakan kawasan permukiman. Ia merujuk pada Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten 2023-2024. Tapi rencana pembuatan SHGB tak langsung mulus. Arlan menyebutkan bahwa surat itu sebatas pemberian informasi, bukan izin. Untuk mendapatkan izin PKKPR, pemohon diminta memproses sesuai dengan ketentuan.
Arlan Marzan belum merespons permintaan konfirmasi Tempo ihwal suratnya tersebut. Namun, pada Januari 2025, Arlan menyebutkan tetap ada aturan lain bila hendak mengganti fungsi lahan di lapangan. “Untuk zona laut, harus seizin Kementerian Kelautan dan Perikanan,” ucapnya.
Arsin belakangan mendapat salinan surat tersebut dalam bentuk elektronik dari Septian Wicaksono. Kepada Rendy Kurniawan, pengacaranya, Arsin mengaku kaget lantaran tak pernah merasa menyurati Arlan. Namun proses tetap berlanjut dan izin PKKPR terbit.
Warga menyampaikan aspirasi saat kunjungan Menteri Nusron Wahid di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, 24 Januari 2025. Antara/Putra M. Akbar
Di kabupaten, instansi yang terlibat dalam penerbitan izin PKKPR ini adalah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Tempo meminta konfirmasi soal penerbitan izin PKKPR ini kepada Kepala DPMPTSP saat itu, Soma Atmaja, yang sekarang menjabat Sekretaris Daerah Tangerang. Namun surat permohonan wawancara yang diajukan Tempo tak kunjung direspons.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid menjelaskan penerbitan izin PKKPR itu. Ia menerangkan ada tiga jenis izin PKKPR, yaitu berkode 00 yang diterbitkan pemerintah pusat, 01 oleh provinsi, dan 02 oleh kabupaten/kota. Dalam kasus 263 sertifikat HGB di laut Tangerang, yang terbit adalah izin berkode 02.
Izin PKKPR inilah yang diduga menjadi pertimbangan Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang menerbitkan 263 sertifikat tersebut pada Agustus 2023. Namun Nusron enggan berbicara banyak mengenai hal ini. Intinya, Nusron menerangkan, prosedur dilalui, tapi proses materialnya salah. “Tidak ada tanahnya di situ,” ujarnya.
Dari 263 SHGB itu, sebanyak 234 milik PT Intan Agung Makmur dan 20 bidang milik PT Cahaya Inti Sentosa. PT Intan tercatat berkantor di Jalan Inspeksi Pantai Indah Kapuk 2, Jakarta Utara, di kawasan properti milik PT Pantai Indah Kapuk Dua yang dikembangkan Agung Sedayu Group. Sementara itu, mayoritas saham PT Cahaya Inti Sentosa dimiliki PT Pantai Indah Kapuk Dua dan PT Agung Sedayu.
Kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, mengkonfirmasi kepemilikan surat tanah di Desa Kohod. Namun ia membantah jika sertifikat itu disebut terkait dengan pembuatan pagar laut. “SHGB itu sudah sesuai dengan proses dan prosedur karena kami beli dari rakyat yang sudah berstatus sertifikat hak milik,” ucap Muannas.
•••
PADA Juli 2023, atau sebulan sebelum sertifikat hak guna bangunan terbit, kantor hukum Septian Wicaksono and Partners meminta surat rekomendasi pemanfaatan bidang tanah kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banten Eli Susiyanti. Laporan majalah Tempo edisi 20-26 Januari 2025 berjudul “Tanah Girik di Atas Laut” mengungkapkan bahwa saat itu Eli justru menolak permohonan Septian Wicaksono karena bertentangan dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten 2023-2024.
Perda tersebut menyatakan area yang diajukan permohonannya berada di zona perikanan budi daya dan perikanan tangkap serta wilayah kerja minyak dan gas bumi. Belakangan, surat Eli itu diduga dipalsukan. Isinya pun berubah. Surat itu menyatakan area yang diajukan permohonannya oleh Septian tidak berada di zona perikanan budi daya.
Kantor hukum Septian juga bersurat kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan, tapi terpental karena pemanfaatan ruang laut wajib memiliki persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL). Tapi, walaupun izin PKKPRL tidak terbit, pembangunan pagar laut tetap berlanjut.
Kepala Dinas KKP Provinsi Banten Eli Susiyanti di Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta, 3 Februari 2025. Tempo/Jihan Ristiyanti.
Sejak pertengahan Januari 2025, Septian Wicaksono belum merespons permintaan konfirmasi yang diajukan. Tempo telah mendatangi kantornya di Cipondoh, Kota Tangerang, yang tertera di surat ke Kementerian Kelautan. Tapi alamat tersebut tak ditemukan. Sedangkan surat dari kantor hukum ini ke Dinas Kelautan dan Perikanan justru datang dari alamat dan orang yang berbeda, yaitu Septian Prasetyo.
Tempo mendatangi alamat rumah Septian Prasetyo di daerah Pondok Aren, Tangerang Selatan. Tidak ada kantor hukum di sana, melainkan hanya sebuah rumah kontrakan. Salah seorang tetangga membenarkan kabar bahwa rumah tersebut dihuni seseorang bernama Septian, yang dikenal warga berprofesi pengacara, dan istrinya. Beberapa waktu terakhir rumah itu tiba-tiba kedatangan beberapa orang. “Mereka juga mencari keberadaan kantor hukum di situ,” kata tetangga tersebut.
Seseorang di pemerintahan yang mengetahui perkara ini mengatakan ada kejanggalan lain dalam kasus pagar laut tersebut. Sebab, pemerintah daerah baru heboh setelah sertifikat HGB terbit dan pagar laut dipasang. Padahal pengelolaan ruang laut sampai 12 mil atau sekitar 19 kilometer dari daratan berada dalam pengawasan pemerintah provinsi. “Itu sudah diatur Undang-Undang Pemerintah Daerah,” ujarnya.
Sumber yang sama mengatakan seharusnya PKKPRL terbit lebih dulu daripada PKKPR. Prosedur ini biasa terjadi dalam proses pemanfaatan ruang laut seperti reklamasi. Namun yang terjadi di Tangerang justru sebaliknya. Pencopotan pagar laut pun tidak berpengaruh lagi lantaran laut di Tangerang sudah kadung punya sertifikat.
Inilah yang juga terjadi di perairan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Setelah ramai kasus pagar laut di Tangerang, rupanya ada pula sertifikat HGB seluas 581 hektare di perairan Kampung Paljaya di Bekasi. Di sana, laut pun dipagari untuk kegiatan reklamasi secara ilegal.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid membenarkan adanya cerita ini. Ia menyebutkan sertifikat baru bisa diterbitkan bila sudah ada izin PKKPRL dan terbentuk tanah di laut dalam bentuk reklamasi. “Kalau tidak ada itu ya tidak bisa, wong barangnya enggak ada,” tutur Nusron.
Di Bekasi, Kementerian Agraria sudah kehilangan contrarius actus atau kewenangan membatalkan karena usia sertifikat HGB-nya sudah melebihi lima tahun. Sedangkan di Tangerang, Nusron sejauh ini baru mencabut 50 SHGB karena diterbitkan tak sesuai dengan prosedur. Ia menyatakan 50 SHGB itu sudah termasuk sebagian sertifikat yang sekarang dikuasai oleh korporasi.
Nusron juga memberikan sanksi kepada delapan pegawai Kantor Pertanahan Tangerang, salah satunya Kepala Kantor Pertanahan di periode penerbitan sertifikat HGB ini, yaitu Joko Susanto. Joko pensiun pada 1 Oktober 2024 dan digantikan oleh Yayat Ahadiat Awaludin.
Yayat pernah menyebutkan sertifikat HGB di Kohod sudah sesuai dengan Perda RTRW Banten 2023-2043. Namun ia tak lagi bersedia memberi penjelasan setelah Nusron memerintahkan pencabutan. “Kebijakan Pak Menteri sudah jelas, kami tinggal mengeksekusi,” katanya.
Kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, mengatakan pihaknya masih menunggu surat pencabutan sertifikat HGB milik PT Cahaya Inti Sentosa dari Badan Pertanahan Nasional. “Belum tahu mana yang dibatalkan, termasuk SHGB milik PT Intan,” ujarnya.
Kepolisian pun mengklaim sudah menemukan unsur pidana dalam penerbitan sertifikat HGB ini dan menaikkan kasus ke tahap penyidikan pada Selasa, 4 Februari 2025. Meski sudah ditangani kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung ikut turun tangan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid. Antara/Rivan Awal Lingga
Sejak Agustus 2024, sejumlah warga Desa Kohod melaporkan Kepala Desa Arsin bin Asip ke KPK. Dokumen surat pemberitahuan pajak terutang janggal yang berisi nama para perangkat desa ikut mereka setorkan ke KPK. Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebutkan anak buahnya ikut mendalami dugaan korupsi di penerbitan sertifikat tanah di laut Tangerang. “Sedang verifikasi dokumen,” ucapnya.
Kejaksaan Agung juga bergerak, meskipun belum sekencang kepolisian. Mereka masih menunggu buku letter C atau dokumen alat bukti kepemilikan tanah Desa Kohod dari Arsin. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menampik jika disebut ada perebutan penanganan dalam perkara ini. “Kami enggak mau disebut begitu, penanganan ini bukan menang-menangan,” tutur Harli. ●
Mohammad Khory Alfarizi, Ayu Cipta, Joniansyah (Tangerang), Muhammad Iqbal (Tangerang Selatan) berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini berjudul "Komplotan Pemalsuan Sertifikat Desa Kohod"