Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kelemahan manajemen bank

Kredit macet yang dialami perbankan indonesia adalah lemahnya pengawasan manajemen, keuangan, pemasaran dan ekspansi modal usaha nasabah.

23 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kalangan ahli hukum menilai UU No. 7 Tahun 1992 mempunyai kelemahan. Antara lain menunjuk Pasal 8 tentang agunan kredit (TEMPO, 26 Desember 1992, Hukum), yang disimpulkan bahwa kreditur berada pada posisi yang lemah. Berangkat dari pemikiran, apabila kredit macet, agunan yang ditempatkan pada bank harus dapat menutupi kredit macet tersebut. Bila dibandingkan dengan UU No. 14 Tahun 1967, UU No. 7 Tahun 1992 merupakan langkah mundur, khususnya dalam hal pengamanan kredit, yang selanjutnya menunjuk pada syaratsyarat kredit sehat (dikenal dengan 5C, salah satu Cnya adalah icollatoralr atau agunan). Adalah suatu hal yang tidak lazim dalam dunia perbankan, yakni memberi kredit tanpa jaminan kredit. Tapi UU No. 7 Tahun 1992, khususnya Pasal 8, memberi persepsi yang luas mengenai jaminan kredit tersebut. Pertimbangan pemberian kredit itu berdasarkan asas kepercayaan: percaya pada niat baik nasabah, modalnya, kemampuan usaha dan manajemennya. Naiknya kredit macet tiap tahun, seperti yang diumumkan Pemerintah, sebenarnya karena pemberian kredit oleh bank belum sepenuhnya berdasarkan pada asas kepercayaan terhadap usaha nasabah. Baik bank pemerintah maupun swasta sampai saat ini hanya menekankan pada agunan pinjaman, selain adanya ivested interestr mengabaikan aspekaspek lain yang dimiliki oleh nasabah, sehingga tidak mampu mengembalikan pinjamannya. Bila kredit macet, sebagian pimpinan bank beranggapan bahwa bank berada pada posisi yang aman. Soalnya, di samping kredit diaskrindokan, juga agunan yang dijaminkan pada bank dapat dijual. Keadaan ini menunjukkan bahwa bank tidak berusaha untuk mendidik atau membina nasabah agar usahanya maju. Sehingga, tujuan bank sebagai jembatan untuk meningkatkan ekonomi rakyat jauh dari harapan. Berdasarkan keadaan itu, pembuat undangundang menyadari kekeliruan pandangan masa lalu. Dengan UU yang baru diharapkan bank lebih berperan aktif dalam membimbing dan membina usaha nasabah, karena agunan untuk pinjaman dapat berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit tersebut. Barang adalah suatu unsur aset perusahaan yang mempunyai karakter penting dalam kegiatan usaha. Sebab, keuntungan maupun kerugian usaha dapat dianalisa dengan mempelajari gerak arus barang. Karena itu, unsur aset ini menjadi sangat penting sebagai indikator nasabah. Proyek yang dikerjakan nasabah juga merupakan unsur penting untuk melunasi pinjamannya. Karena itu, hak nasabah yang melekat pada tagihan atas proyek harus diikat secara icessier antara bank, nasabah, dan pemberi kerja. Proyek yang sedang dikerjakan harus dipantau secara terusmenerus oleh bank. Demikian pula dengan termentermen yang ditarik dari pemberi kerja, agar nasabah tidak cedera janji. Secara moral pemberi kerja bertanggung jawab atas penyaluran pembayaran kepada bank penyandang dana. Kredit yang menekankan pada agunan mempunyai kelemahan antara lain: 1.Bank pada umumnya mengabaikan aspek kemampuan manajemen, keuangan, pemasaran, dan sumber daya nasabah. 2.Bank lemah dalam melakukan pengawasan manajemen, keuangan dan pemasaran dan ekspansi modal usaha nasabah. Analisa kredit hanya mendasarkan pada laporan keuangan yang disampaikan nasabah tanpa mempelajari dan melakukan investigasi secara detail terhadap usaha nasabah, sehingga analisa kredit yang dibuat bank adalah analisa yang keliru. 3.Terdapat icollusionr antara analis kredit dan pihak nasabah dalam penilaian jaminan yang akan diserahkan pada bank yang sangat merugikan pihak bank. Pemberian pinjaman biasanya disesuaikan dengan nilai jaminan yang mencukupi. Terhadap nilai jaminan yang tidak mencukupi, analis kredit atau penilai jaminan biasanya berupaya menaikkan nilai jaminan tanpa dasar yang kuat. Apabila kredit macet, bank sulit menjual jaminan tersebut sesuai dengan nilai taksiran bank. Secara umum kredit macet tidak mengalami kerugian pihak bank karena kerugian bank ditutupi oleh Askrindo dan jaminan, tetapi dengan kondisi tersebut jelas bank lemah dalam manajemen perkreditan dan belum mampu menciptakan dirinya sebagai media iagent of changer. JERI ANWAR HASAN Karet Tengsin Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus