Dalam tulisan ''Setelah Predikat Pengkhianat Dicabut'' (TEMPO, 9 Januari 1993, Ilmu & Teknologi) disebutkan bahwa predikat ''pengkhianat'' pada Aru Palaka -- karena dituduh ''bekerja sama'' dengan kolonial Belanda untuk menjatuhkan Sultan Hasanuddin -- telah dicabut. Itu berdasarkan hasil seminar di Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Alasannya, tindakan Aru Palaka ketika itu tidak bisa disamaratakan dengan pengertian ''pengkhianat abad ke20'', yakni siapa saja yang bekerja sama dengan Belanda adalah pengkhianat. Sedangkan peristiwa Arung Palaka sendiri terjadi pada abad ke17. Seandainya Aru Palaka disebut bukan pengkhianat, lalu Sultan Hasanuddin sebagai apa? Padahal, ketika itu jelas ada dua pihak yang berperang. Salah satu di antaranya Arung Palaka, yang memakai Belanda untuk menjatuhkan pihak lawannya, Sultan Hasanuddin. Apa mungkin, dalam peristiwa itu, terdapat dua pahlawan? Kejanggalan lain dari hasil seminar itu adalah menyamaratakan istilah pahlawan nasional abad ke20 kepada tokoh tokoh yang hidup di era sebelumnya. Artinya, jika merujuk seminar tersebut, yang memakai terminologi perjuangan abad ke17, justru belum ada definisi pahlawan nasional. Yang ada justru predikat ''pahlawanpahlawan lokal'', ''pahlawan perjuangan'', ''pahlawan pembebasan'', dan lainlain. Akhirnya, kita bertanya, apakah keberadaan Aru Palaka setelah seminar di Watampone dengan sendirinya sejajar dengan Sultan Hasanuddin. Wallahu'alam. M. ABRIYANTO Staf Peneliti Forum Dialog Perdamaian (POGMA) Kompleks Bumi Jatiwaringin Blok G/6 Pondok Gede 17411 Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini