Kelihatannya black out terhadap pers telah jadi preseden dengan adanya tindakan Polda Sum-Ut kepada harian Sinar Pembangunan Medan. Hal itu diwujudkan dengan surat Kadispen Letkol. Pol. Yusuf Umar, yang isinya melarang -- mulai 16 Maret 1990 -- seluruh jajaran polisi melayani wartawan harian tersebut mengutip ataupun meliput berita-berita Polri (TEMPO, 7 April 1990, Media). Tindakan black out ini kemungkinan mengikuti jejak Departemen Kehakiman terhadap harian Terbit, yang berlaku sejak 23 Oktober 1989, seperti yang dikemukakan oleh Ketua Dewan Kehormatan PWI, D.H. Assegaff. Acara bbck out terhadap pers ini sebenarnya senjata pamungkas yang berasal dari pers sendiri untuk menghadapi pihak-pihak yang tidak disukai, namun sekarang dipergunakan untuk membatasi kegiatan orang-orang pers dalam menjalankan tugasnya. Kode etik ataupun UU Pokok Pers tidak mengenal istilah black out sebagai upaya dalam suatu persoalanya baik untuk kalangan pers sendiri maupun pihak luar. Yang ada dalam kode etik dan UU Pokok Pers adalah peraturan hak jawab sebagai langkah yang pertama dan dilanjutkan dengan langkah kedua, meneruskan proses perkara ke pengadilan. Dipraktekkannya sistem black out oleh kedua instansi pemerintah yang sama-sama mengawasi pelaksanaan undang-undang berarti memacu pihak pers untuk menjauhi undang-undang dan sekaligus untuk melanggarnya. Sebab, dengan adanya black out, berarti fungsi check and recheck untuk suatu berita, yang harus dilaksanakan oleh seorang wartawan, praktis tidak dapat dilakukan lagi. Karenanya, apa yang diketahui wartawan sajalah yang dapat diolahnya menjadi berita. Adam Malik ketika masih menjadi wapres pernah mengajukan gugatan terhadap satu surat kabar (mingguan?) lewat forum pengadilan. Tindakan Pak Adam -- membawa persoalannya ke pengadilan merupakan sikap yang perlu diteladani, karena undang-undang juga menghendaki demikian. Namun, belakangan ini ada upaya ketiga untuk pers dengan jalan melakukan black out terhadap kegiatan. Kekhawatiran Assegaff tentang preseden buruk menyangkut black out mungkin saja terus berkembang di tengah-tengah masyarakat. Apalagi yang memulainya adalah Departemen Kehakiman, yang secara teoretis dan teknis mengawasi jalannya undang-undang di negara ini. Bagaimana akhir suatu black out terhadap pers ini hanya kalangan yang mengambil tindakanlah yang mengetahuinya. Upaya apa yang harus dilakukan oleh korban, tidak ada rumusannya, karena ketentuan-ketentuan itu merupakan aturan yang tidak tertulis. A. MOEIS THALIB Pengacara-Penasihat Hukum Jalan Katamso Km 5 Medan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini