INILAH peristiwa yang selalu menjadi Laporan Utama TEMPO: perebutan Piala Dunia. Selama 19 tahun, dan tujuh kali ganti penanggung jawab rubrik Olahraga, sudah lima kali (termasuk terbitan sekarang) kami mengangkat peristiwa ini sebagai cerita utama. Pertimbangan kami semata-mata pertimbangan berita. Bukankah setiap kali diselenggarakan Piala Dunia seantero dunia dilanda demam sepak bola? Tak berlebihan memang bila ada yang menyebut peristiwa olahraga ini sebagai keajaiban dunia setiap empat tahun sekali. Diperkirakan lebih dari satu milyar penduduk dunia setiap hari terpaku (kadang 2 X 45 menit, kadang lebih) di depan pesawat televisi yang menyiarkan laporan jalannya pertandingan perebutan lambang supremasi sepak bola ini -- tak peduli menontonnya lewat televisi umum atau menumpang di rumah tetangga. Jadi, jangan heran bila hari-hari ini orang lebih senang bicara tentang Maradona, Gullit, Careca, atau Kiper N'Kono ketimbang masalah lain. Begitu populer nama seorang pemain sepak bola, Presiden Carlos Menem merasa perlu mengangkat Maradona sebagai "duta besar istimewa" Argentina (lengkap dengan kekebalan diplomatiknya) beberapa hari sebelum Piala Dunia 1990 dimulai. Di TEMPO, baik dulu maupun kini, laporan sepak bola memang hampir selalu dapat tempat penting. Maka, untuk meliput perebutan Piala Dunia di Italia, kami menugasi dua wartawan: Toriq Hadad (baru akan berangkat minggu ini) dan Rudy Novrianto. Tahun 1986, kami menugasi Amran Nasution dan mengontrak pelatih nasional sepak bola Sinyo Aliandu untuk meliput perebutan Piala Dunia di Meksiko. Untuk menyiapkan Laporan Utama turnamen Piala Dunia 1990, Jumat siang minggu lalu kami menyelenggarakan diskusi dengan pengamat sepak bola, seperti Sinyo pelatih kesebelasan Pra-Piala Dunia 1986 Eddy Sofyan, bekas pelatih PSSI Garuda, dan kini menjadi komentator sepak bola TVRI Dali Tahir, bekas pemimpin klub Arseto, dan sekarang "menyambi" sebagai komentator di RCTI. Tim TEMPO yang berdebat dengan ketiga pengamat sepal bola itu, antara lain, Lukman Setiawan, Putu Setia Ahmed Kurnia Soeriawidjaja, dan Amran Nasution. Menariknya, tak satu pun ketiga pengamat itu sepakat memilih tim yang akan Piala Dunia tahun ini. Sinyo misalnya, masih tetap fanatik menjagokan Brasil. Tahun 1986 di Meksiko, ia juga menjagokan Brasil sampai akhirnya kecewa ketika tim favoritnya ditaklukkan kesebelasan Prancis lewat adu penalti di perdelapan final. Eddy mengunggulkan Argentina. Sementara itu, favorit Dali, yang pernah tinggal di Roma, tentu saja Italia. Hasil diskusi itu kemudian kami perkaya dengan riset kepustakaan, laporan Rudy dari Italia, dan kemudian dituliskan oleh Ahmed, Amran, Toriq, dan dibikin asyik oleh Redaktur Pelaksana Putu Setia, yang membawahkan rubrik Olahraga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini