TOPIK paling menarik dari buku The Long Journey from Turmoil to Self Sufficiency agaknya adalah perihal suksesi. Padahal, sub-bab berjudul Succession ini tak sampai tiga halaman. Berikut terjemahan bebasnya: Suksesi atau perihal siapa yang akan meneruskan Presiden Soeharto sebagai presiden dan pemimpin negara yang penduduknya nomor lima di dunia ini merupakan pertanyaan politik terpenting yang dihadapi Indonesia. Bahkan bukan hanya penting bagi Indonesia, melainkan juga merupakan pemasalahan kritis bagi Asia Tenggara dan dunia bebas. Ini biasanya merupakan topik yang penuh dengan spekulasi dan ramalan. Kita tak akan bicara banyak tentang ramalan, karena tak banyak gunanya dan tak memberi penjelasan yang bermakna. Pembangunan di Indonesia merupakan hasil dari kestabilan yang diberikan oleh Presiden Soeharto dan Orde Baru. Pembangunan yang arif, yang melihat jauh ke depan, yang dijalankan secara bertahap dan penuh hati-hati, telah berhasil membawa Indonesia dari posisi rusuh dar anarkis ke posisi swasembada dan penuh keberhasilan, kendati menghadapi tantangan yang luar biasa berat. Sukses ini terutama merupakan buah tangan kepiawaian dan kemahiran Presiden Soeharto sebagai politikus ulung, dan juga karena dedikasi para pegawai negeri yang membantunya. Mengabaikan peran kunci Soeharto akan berarti kegagalan untuk memahami era ini. Dia adalah apa yang ketika itu dibutuhkan, dan yang sekarang pun masih dibutuhkan Indonesia, kendati ia sadar bahwa waktu pengabdiannya bagi rakyat dan negara tentu terbatas. Ketika saya mengunjunginya pada 1988 Presiden Soeharto bertanya kepada saya "Beri tahu saya sampai kapan, menurut Anda, saya harus terus menjabat?" Saya tidak biasa memberi nasihat kepada seorang pemimpin kaliber dunia, apalagi seorang tokoh berpengalaman dan bermartabat seperti Presiden Soeharto. Saya terkesima mendengar pertanyaannya. Senyuman berkembang di wajahnya sementara ia menunggu jawaban saya dengan penuh kesabaran. Saya duduk tak sampai tiga kaki di hadapannya, dan saya sempat berharap dapat menghilang dari muka bumi. Tapl kemudian saya menatapnya dan saya tak melihat adanya niat untuk menjebak atau mempermalu- kan saya. Dia tampaknya lebih tertarik untuk mendengar jawaban saya daripada pendapat saya. Saya menjawab secara hati-hati, "Tuan Presiden, apakah Anda mengizinkan saya untuk menulis jawaban saya setelah saya kembali ke Amerika Serikat?" Dia tertawa dan berkata dengan senyum yang tulus. "Tuan Wilson, Anda kan tidak khawatir saya tak akan membiarkan Anda pergi meninggalkan negara ini jika jawaban Anda tidak berkenan di hati saya?" Saya sebenarnya tidak merasa jeri untuk menjawab, tetapi bagaimana mungkin saya dapat memberi jawaban yang bermakna? Kesimpulan saya adalah, "Tuan Presiden, Anda akan tahu kapan waktu yang tepat untuk berhenti." Waktu itu, saya memang betul-betul mengatakan apa yang saya rasakan dan sekarang pun saya masih tetap yakin bahwa Presiden akan memilih waktu yang tepat untuk berhenti, tapi tidak sebelum semua persiapan telah dituntaskan untuk mewa riskan kursi kepemimpinan kepada seseorang yang mampu membawa Indonesia ke tahap pembangunan berikutnya. Kejeniusan Soeharto adalah keberhasilannya meminimalkan kompetisi untuk kepemimpinan. Tidak ada yang lebih berbahaya bagi masa depan Indonesia selain sebuah pergumulan kekuasaan antara pihak-pihak dan pribadi-pribadi yang berseteru untuk kursi kepresidenan. Setiap calon yang muncul ditempatkan pada perspektifnya dengan menaikkan atau mempromosikan kandidat potensial lainnya. Indonesia memiliki banyak tokoh yang mampu dan memiliki kepemimpinan. Saya percaya bahwa Presiden Soeharto, jika keadaan memungkinkan, akan membuat transisi ini pada masa akhir jabatan kelima atau masa jabatannya sekarang sebagai presiden. Jika ia berhasil membuat transisi yang mulus pada jangka waktu ini, serta dengan cara konstitusional, saya yakin ia akan dicatat dalam sejarah Indonesia sebagai negarawan akbar yang dinamis. Kemampuan Soeharto untuk menjalankan transisi ini akan mengejutkan pengritiknya yang paling tajam, yang seorang di antaranya saya jumpai dalam penerbangan Thai International Airlines dari Singapura ke Jakarta. Begitu orang ini mengetahui bahwa saya menulis buku tentang Presiden Soeharto, ia langsung mengutarakan pendapatnya. Yaitu bahwa Presiden Soeharto tak akan pernah melepaskan kekuasaannya. Saya, ketika itu, menyatakan tak sependapat dan hingga sekarang pun saya tak berubah pendapat. Pendapat dan keyakinan saya berdasarkan hasil pengamatan dan adanya indikasi-indikasi halus yang menunjukkan bahwa waktu yang tepat itu mungkin sudah hampir tiba. Presiden Soeharto telah, secara konsisten, menekankan bahwa ia bukanlah presiden seumur hidup dan ia menjabat berdasarkan panggilan serta keinginan rakyat, dan akan tiba waktunya untuk mem- berikan kursi kepresidenan kepada presiden berikutnya melalui proses konstitusional. Ia, tak seperti kebanyakan orang, tidaklah memiliki obsesi terhadap kekuasaan, tetapi mengabdikan dirinya untuk memastikan kemenangan revolusi, mengabdi bagi rakyat dan suksesnya bangsa. Presiden Soeharto memberi komentar berikut mengenai spekulasi tentang suksesi. Ada beberapa pertanyaan tentang apa yang akan terjadi pada Indonesia setelah Presiden Soeharto meletakkan jabatannya, dan jawaban saya selalu sama. Sejak lahirnya Pemerintahan Orde Baru, kita tak pernah mendorong terjadinya kultus individu yang mengutamakan seseorang. Kita telah mengembangkan sistem yang, tak peduli siapa pun yang menjadi presiden, akan menjamin kestabilan, kedamaian, pembangunan, dan kesinambungan. Dasar sistem ini adalah UUD 1945 dan Pancasila. Ini bukanlah hal baru bukan saya yang melahirkan atau menciptakan sistem ini. Tugas saya adalah untuk memastikan bahwa kita benar-benar memiliki sebuah sistem dan sebuah fondasi untuk pemerintahan yang berdasarkan pada kemurnian UUD 1945 dan Pancasila. BHM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini