Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PESAWAT Adam Air jatuh dari atas langit Sulawesi tepat 1 Januari lalu, pemerintah dan manajemen perusahaan itu bertindak cukup sigap. Keluarga korban diangkut ke Makassar dan diberi hotel gratis. Walaupun sempat kecewa akibat berita palsu penemuan pesawat, pihak keluarga korban terhibur ketika Wakil Presiden Jusuf Kalla mengizinkan wakil keluarga ikut dalam upaya pencarian. Mereka sebelumnya memprotes seretnya informasi sekitar perkembangan pencarian pesawat yang masih misterius sampai akhir pekan kemarin.
Tak ada yang salah dengan ”servis” itu. Tak keliru juga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperpanjang waktu pencarian pesawat, yang ditimpali Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan menyatakan dana pencarian pesawat tak terbatas. Dalam nada prihatin itu, Menteri Luar Negeri juga ikut menyatakan pemerintah terbuka untuk meminta atau menerima bantuan pihak luar negeri. Yang diminta segera datang. Singapura mengirim satu tim dan Fokker 50 ke lokasi hilangnya pesawat. Amerika Serikat, yang tiga warganya hilang bersama Adam, mengirim tim dan membantu pelacakan lewat satelit.
Tim search and rescue (SAR) tak terbilang banyaknya. Tidak kurang dari 2.000 personel polisi juga dikerahkan. Di laut, tiga kapal RI ditugasi mengubek-ubek laut. Dari udara, satu pesawat Boeing 737-200 plus dua helikopter Puma melacak Adam. Bahwa hingga akhir pekan kemarin nasib 102 penumpang dan awak pesawat belum jelas, dan baru potongan ekor pesawat yang ditemukan, itu menunjukkan betapa berat dan luas areal yang harus disisir.
Dalam pencarian korban tenggelamnya kapal motor Senopati Nusantara di perairan Mandalika, Jepara, dua hari sebelum Adam Air jatuh, pemerintah tak bisa dibilang kurang perhatian. Tak kurang dari 12 kapal laut Badan SAR Nasional diterjunkan, juga sejumlah kapal TNI-AL. Tapi kesan bahwa keluarga korban Senopati kurang ”dimuliakan” seperti halnya Adam Air sulit dielakkan. Pos komando informasi di Komando Pendidikan TNI-AL Surabaya baru dibuka seminggu setelah kapal tenggelam. Itu pun setelah keluarga korban mengadu ke Wakil Presiden Jusuf Kalla. Bahkan Wakil Presiden terlambat datang menjenguk korban selamat di Rumah Sakit PHC Tanjung Perak, Surabaya. Dari 99 korban yang dirawat, hanya tersisa empat orang ketika Jusuf Kalla datang menjenguk.
Keluarga korban Senopati juga mengeluhkan perkembangan informasi pencarian korban yang sulit dicari, kecuali lewat media massa. Keluarga yang menunggu kabar terpaksa tidur di emperan rumah sakit dan makan seadanya. Seorang keluarga korban sempat terkejut karena menerima nasi bungkus di RS PHC Tanjung Perak. Selidik punya selidik, eh, ternyata esok harinya Wakil Presiden datang berkunjung. Tak salah jika keluarga korban Senopati merasa dianaktirikan. Padahal jumlah korban Senopati jauh lebih banyak daripada Adam Air. Senopati mengangkut 628 penumpang. Dari jumlah itu, sampai akhir pekan lalu 241 korban selamat dan 387 orang belum diketahui nasibnya, sementara korban tewas 11 orang.
Perbedaan status sosial antara keluarga korban Adam Air dan kapal motor Senopati Nusantara seharusnya membuat pemerintah lebih sensitif. Apalagi, selain korbannya lebih banyak, jumlah korban Senopati merupakan ketiga terbanyak setelah tragedi KM Tampomas (1981, korban 521 orang, termasuk yang hilang), dan KM Gurita (1996, korban 196 orang). Perhatian perlu diberikan kepada semua korban, terutama yang paling membutuhkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo