ALMARHUM Mao Zedong selalu mengingatkan bahwa "kekuasaan itu
bersumber pada laras bedil." Baik Sihanouk maupun Khieu Samphan
sangat maklum akan nasihat dari orang yang mereka kagumi dan
mereka anggap sebagai 'guru politik' itu. Dalam Pertemuan
Pyongyang, yang gagal, Sihanouk menuntut agar pasukan Front
Pembebasan Kampuchea dari Khieu Samphan dibubarkan dan suatu
pasukan bersama di bawah pimpinannya dibentuk. Khieu Samphan,
yang sudah sejak 1967 bersusah payah membangun pasukannya, tentu
saja menolak. Rundingan pun buyar.
Buat Khieu Samphan, soal pembubaran pasukan memang tidak akan
masuk akal. Sebagai seorang Marxis, tentu saja ia yakin akan
kebenaran ajaran Marx tentang perlunya suatu kontrol terhadap
tentara dari partainya.
Bukankah masalah di mana-mana adalah bagaimana tentara sebagai
suatu kekuatan yang memonopoli kekuatan fisik, dan merupakan
suatu alat pemaksa yang terorganisir organized coercion) dapat
dikontrol, baik oleh partai ataukah oleh seorang Kepala Negara?
Revolusi Soviet mulai dari pemberontakan prajurit di Leningrad,
sedangkan revolusi Tiongkok hanya bisa maju tolelah Mao
mendirikan basis gerilya di Yenan.
Lebih penting lagi buat Khieu Samphan adalah kenyatan bahwa dia
itu tidak punya komando yang kuat terhadap tentara-tentara
Demokratik Kampuchea. Benar dia seorang presiden merangkap
Perdana Menteri dan Panglima Tertinggi, tapi tidak berarti
kekuasaannya atas tentara-tentara sangat kokoh.
Yang justru menjadi panglima langsung yang wibawa dan
pengaruhnya ditaati tentara adalah Son Sen. Son Sen ini menjabat
sebagai Menteri Pertahanan dalam pemerintahannya Pol Pot dulu.
Sekarang pun, setelah Pol Pot dan Ieng Sary mundur dari pentas
politik formal, Son Sen masih bertahan. Pergantian di pimpinan
atas tidak mempengaruhi kedudukannya yang kuat sebagai pimpinan
pertama dari unit-unit gerilya Kamboja.
Son Sen ini memang tidak mau menonjol, walaupun peranannya
sangat penting. Dia juga yang menjadi tokoh penghubung antara
Pol Pot -- Ieng Sary dengan pemerintahanny Khieu Samphan
sekarang. Dia adalah seorang bekas guru di kota Siem Reap dan
memang terkenal sebagai seorang sosialis dan tokoh kiri Kamboja.
Dia dianggap sebagai dalang dari pemberontakan Siem Reap melawan
organisasi Sangkum-nya Sihanouk tahun 1963.
Waktu itu pelajar yang dibantu abang becak menghancurkan
kantor-kantor pemerintahan dan menurunkan potret Sihanouk dari
dinding. Demonstrasi tersebut pada luulanya lanya untuk
memprotes kekejaman polisi Siem Reap yang telah menyiksa sampai
mati dua pelajar sekolah menengah. Ini kemudian dipakai oleh Son
Sen untuk mengorganisir perlawanan terhadap Sangkum-nya
Sihanouk.
Bunuh Lawan
Karena peranannya, Son Sen segera dicari alat-alat keamanannya
Sihanouk. Pada pertengahan Mei 1963, dia bersama Salot Sar (nama
sebenarnya dari Pol Pot) dan. Ieng Sary masuk hutan dan mulai
gerilyanya. Mereka mengorganisir peani melawan Sihanouk.
Khieu Samphan dan teman-temannya, seperti Hou Yuon masih mencoba
mempengaruhi Sihanouk dan menjadi anggota Parlemen. Pada bulan
Juli 1963, Khieu Samphan mengundurkan diri sebagai Menteri
Perdagangan-nya Sihanouk karena yakin bahwa kebijaksanaannya
dalam mengontrol barang-barang mewah dan perusahaan besar, sudah
dipotong Sihanouk dengan bantuan golongan kanan. Sejak itu,
Khieu Samphan dan teman-temannya diawasi 24 jam oleh intelnya
Sihanouk.
Pada pemilu tahun 1966, Khieu Samphan terpilih sebagai anggota
Parlemen, bersama Hou Yuon dan Hu Nim. dua teman akrabnya
lulusan Paris, walaupun tidak direstui oleh Sihanouk.
Pada awal 1967, terjadi pemberontakan petani di Provinsi
Battambang dan Sihanouk segera berpidato di radio mengecam
petani. Sihanouk juga menyatakan bahwa Khieu Samphan dan dua
temannya bisa ditangkap dan tidak lagi dihargai kekebalan
politiknya sebagai anggota Parlemen.
Khieu Samphan merasa bahwa pidato Sihanouk hanya merupakan tanda
saja bagi alat-alat keamanannya untuk bergerak. Daripada
didahului, lebih baik mendahului. Tanggal 24 April 1967, Khieu
Samphan, Hou Yuon dan Hu Nim minggat ke hutan, bergabung dengan
petani-petani Battambang. Mengapa mereka begitu takut?
Sihanouk rupanya tidak begitu terkenal sebagai seorang yang
menghargai hak asasi orang lain, waktu dia kuasa, apalagi
terhadap tokoh-tokoh kiri seperti Son Sen dan Khieu Samphan.
Aparat keamanannya sudah memiliki 34 nama dalam 'daftar yang
harus dibunuh', termasuk Son Sen, Khieu Samphan, Hou Yuon dan Hu
Nim. Beberapa tokoh intelektuil lainnya sudah dipenjara
sebelumnya tanpa alasan, sedang yang lainnya ditembak di jalanan
oleh penembak-penembak tidak dikenal.
Bahkan Khieu Samphan sendiri pernah dikeroyok oleh 10 orang tak
dikenal pada Juli 1960, waktu dia sebagai pemimpin redaksi
'L'Observateur, mengeritik Sihanouk.
Bisa dimaklumi mengapa Son Sen dan Khieu Samphan henar-benar
tidak tertarik untuk menyerahkan kekuasaan tentara pada
Sihanouk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini