Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Khieu samphan dan jalan buntut

Dalam pertemuan di pyongyang, sihanouk menuntut agar pasukan front pembebasan kampuchea dibubarkan. khieu samphan menolak, perundingan gagal. khieu samphan tak punya komando yang kuat terhadap tentara kamboja.

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ALMARHUM Mao Zedong selalu mengingatkan bahwa "kekuasaan itu bersumber pada laras bedil." Baik Sihanouk maupun Khieu Samphan sangat maklum akan nasihat dari orang yang mereka kagumi dan mereka anggap sebagai 'guru politik' itu. Dalam Pertemuan Pyongyang, yang gagal, Sihanouk menuntut agar pasukan Front Pembebasan Kampuchea dari Khieu Samphan dibubarkan dan suatu pasukan bersama di bawah pimpinannya dibentuk. Khieu Samphan, yang sudah sejak 1967 bersusah payah membangun pasukannya, tentu saja menolak. Rundingan pun buyar. Buat Khieu Samphan, soal pembubaran pasukan memang tidak akan masuk akal. Sebagai seorang Marxis, tentu saja ia yakin akan kebenaran ajaran Marx tentang perlunya suatu kontrol terhadap tentara dari partainya. Bukankah masalah di mana-mana adalah bagaimana tentara sebagai suatu kekuatan yang memonopoli kekuatan fisik, dan merupakan suatu alat pemaksa yang terorganisir organized coercion) dapat dikontrol, baik oleh partai ataukah oleh seorang Kepala Negara? Revolusi Soviet mulai dari pemberontakan prajurit di Leningrad, sedangkan revolusi Tiongkok hanya bisa maju tolelah Mao mendirikan basis gerilya di Yenan. Lebih penting lagi buat Khieu Samphan adalah kenyatan bahwa dia itu tidak punya komando yang kuat terhadap tentara-tentara Demokratik Kampuchea. Benar dia seorang presiden merangkap Perdana Menteri dan Panglima Tertinggi, tapi tidak berarti kekuasaannya atas tentara-tentara sangat kokoh. Yang justru menjadi panglima langsung yang wibawa dan pengaruhnya ditaati tentara adalah Son Sen. Son Sen ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam pemerintahannya Pol Pot dulu. Sekarang pun, setelah Pol Pot dan Ieng Sary mundur dari pentas politik formal, Son Sen masih bertahan. Pergantian di pimpinan atas tidak mempengaruhi kedudukannya yang kuat sebagai pimpinan pertama dari unit-unit gerilya Kamboja. Son Sen ini memang tidak mau menonjol, walaupun peranannya sangat penting. Dia juga yang menjadi tokoh penghubung antara Pol Pot -- Ieng Sary dengan pemerintahanny Khieu Samphan sekarang. Dia adalah seorang bekas guru di kota Siem Reap dan memang terkenal sebagai seorang sosialis dan tokoh kiri Kamboja. Dia dianggap sebagai dalang dari pemberontakan Siem Reap melawan organisasi Sangkum-nya Sihanouk tahun 1963. Waktu itu pelajar yang dibantu abang becak menghancurkan kantor-kantor pemerintahan dan menurunkan potret Sihanouk dari dinding. Demonstrasi tersebut pada luulanya lanya untuk memprotes kekejaman polisi Siem Reap yang telah menyiksa sampai mati dua pelajar sekolah menengah. Ini kemudian dipakai oleh Son Sen untuk mengorganisir perlawanan terhadap Sangkum-nya Sihanouk. Bunuh Lawan Karena peranannya, Son Sen segera dicari alat-alat keamanannya Sihanouk. Pada pertengahan Mei 1963, dia bersama Salot Sar (nama sebenarnya dari Pol Pot) dan. Ieng Sary masuk hutan dan mulai gerilyanya. Mereka mengorganisir peani melawan Sihanouk. Khieu Samphan dan teman-temannya, seperti Hou Yuon masih mencoba mempengaruhi Sihanouk dan menjadi anggota Parlemen. Pada bulan Juli 1963, Khieu Samphan mengundurkan diri sebagai Menteri Perdagangan-nya Sihanouk karena yakin bahwa kebijaksanaannya dalam mengontrol barang-barang mewah dan perusahaan besar, sudah dipotong Sihanouk dengan bantuan golongan kanan. Sejak itu, Khieu Samphan dan teman-temannya diawasi 24 jam oleh intelnya Sihanouk. Pada pemilu tahun 1966, Khieu Samphan terpilih sebagai anggota Parlemen, bersama Hou Yuon dan Hu Nim. dua teman akrabnya lulusan Paris, walaupun tidak direstui oleh Sihanouk. Pada awal 1967, terjadi pemberontakan petani di Provinsi Battambang dan Sihanouk segera berpidato di radio mengecam petani. Sihanouk juga menyatakan bahwa Khieu Samphan dan dua temannya bisa ditangkap dan tidak lagi dihargai kekebalan politiknya sebagai anggota Parlemen. Khieu Samphan merasa bahwa pidato Sihanouk hanya merupakan tanda saja bagi alat-alat keamanannya untuk bergerak. Daripada didahului, lebih baik mendahului. Tanggal 24 April 1967, Khieu Samphan, Hou Yuon dan Hu Nim minggat ke hutan, bergabung dengan petani-petani Battambang. Mengapa mereka begitu takut? Sihanouk rupanya tidak begitu terkenal sebagai seorang yang menghargai hak asasi orang lain, waktu dia kuasa, apalagi terhadap tokoh-tokoh kiri seperti Son Sen dan Khieu Samphan. Aparat keamanannya sudah memiliki 34 nama dalam 'daftar yang harus dibunuh', termasuk Son Sen, Khieu Samphan, Hou Yuon dan Hu Nim. Beberapa tokoh intelektuil lainnya sudah dipenjara sebelumnya tanpa alasan, sedang yang lainnya ditembak di jalanan oleh penembak-penembak tidak dikenal. Bahkan Khieu Samphan sendiri pernah dikeroyok oleh 10 orang tak dikenal pada Juli 1960, waktu dia sebagai pemimpin redaksi 'L'Observateur, mengeritik Sihanouk. Bisa dimaklumi mengapa Son Sen dan Khieu Samphan henar-benar tidak tertarik untuk menyerahkan kekuasaan tentara pada Sihanouk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus