Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Sebuah desa untuk tahun 2000

Peresmian desa kerajinan/lingkungan industri kecil yang letaknya di desa maguwoharjo, yogya oleh bapak presiden soeharto, diharapkan bisa memancing turis. nasib pengrajin lain diperbanyak. (ils)

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUMAH-RUMAH joglo itu tampak gagah berjejer di kiri kanan jalan yang beraspal. Ubinnya cemerlang dan kunci-kuncinya buatan luar-negeri. Di Kawasan itu memang telah tercipta sebuah suasana, sedemikian rupa, hingga seniman Sapto Hudoyo berkata, "Moga-moga tahun 2000 desa-desa Indonesia seperti itu." Secara populer tempat tersebut sudah dikenal sebagai Desa Kerajinan. Tapi secara resmi ia diberi nama Lingkungn Industri KeciI (LIK). Letaknya di sa Maguwoharjo, pada jalur lalu-lintas turis Jogya-Sala, hanya 8« km dari pusat Kota Yogya. Selama 1981 ini, ada 12 LIK dibangun di pelbagai tempat. Tahun depan 14 menyusul 14 LIK lagi. Tapi dari sejumlah LIK yang memang baru pertama kali muncul di negeri ini, Desa Kerajinan di Maguwoharjo itulah yang terpilih sebagai yang pertama. Dan diresmikan Presiden Soeharto, senin pekan lalu. Desa Kerajinan direncanakan meliputi tanah seluas 4,7 hektar yang dalam tempo 4 tahun bisa dikembangkan menjadi 10 hektar. Tapi sebelum kegiatan industri dimulai, perkembangan yang lain sudah terjadi lebih dulu. Dirut PT Wiraswasta Manggal (perusahaan yang mensponsori Desa Kerajinan tersebut), Soemiharjo, tidak pernah membayangkan Desa Kerajinan yang dicita-citakannya akan menjadi seperti sekarang ini. Gagasan pertama tercetus dalam benaknya pada 1974. Semula ia bersyukur andaikata bangunan yang direncanakan bisa terbuat dari gedeg saja. Tapi lalu terpikir bahwa gedeg mudah terbakar. Karena dana yang tersedia cukup, maka dinding pun ditembok. Begitu juga bentuk atap yang semula direncanakan bercorak limas, belakangan berubah jadi joglo. Setiap bangunan berikut tanah seluas 150 mÿFD berharga Rp 4,2 juta. Masing-masing bangunan terdiri dari show-room, work-shop, dan gudang. Menengah Dulu Memang, pengusaha dan seniman seperti Amri Yahya yang memborong 4 kapling di Desa Kerajinan, tentu akan betah di situ. Dan rupa-rupanya Desa Kerajinan di Maguwoharjo memberi kesempatan, khusus untuk pengusaha setingkat Amri. Hal ini sesuai dengan petunjuk Sri Sultan untuk mulai dulu dengan pengusaha menengah. "Kalau berhasil, baru dipikirkan untuk pengusaha kecil," kata Sultan seperti diungkapkan Pramono Mulyoseputro, Direktur Pemasaran Wiraswasta Manunggal. Tapi Soemiharja, lebih cenderung mengatakan bahwa rekan-rekannya yang beruntung menempati kapling di Desa Kerajinan itu sebagai "pengusaha kecil yang pilihan." Siapa mereka? Seluruhnya ada 35 pengusaha yang bergerak dalam aneka kerajinan, mayoritas batik menyusul usaha konveksi, perak, kuningan dan meubel. Selebihnya adalah pengusaha yang memproduksi wayang/gamelan, kulit, besi cor, perhiasan imitasi, tanduk dan sulam-menyulam. Beberapa dari mereka sebelumnya memusatkan usaha di Yogya dan Kotagede. Tujuh di antaranya bersepakat untuk bergabung dalam PT Wiraswasta Manunggal yang kemudian mencetuskan ide Desa Kerajinan pada Dirjen Industri Kecil. Setelah adanya studi kelayakan dari Universitas Gajah Mada, dengan biaya Rp 1.360 juta, Direkrorat Industri Kecil membangun prasarana di lingkungan Desa Kerajinan -- ditambah bantuan kredit konstruksi dari Bapindo. Diperhitungkan sekitar Rp 2 milyar habis untuk pembangunan Desa Kerajinan ini. Untuk tahap pertama baru 700 pengrajin tertampung di sana. Jumlah ini masih kecil bila dibandingkan 143.000 pengrajin yang tersebar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Karena itu tidak heran kalau suara-suara bernada negatif terdengar di sana-sini. Misalnya dikatakan sebagai sebuah pusat pengrajin yang nanti diperagakan pada turis, Desa Kerajinan itu, tidak mewakili keadaan yang sebenarnya. "Turis ingin melihat suasana bagaimana pengrajin dan keluarganya hidup. Kalau sekedar untuk melihat hasil kerajinan mereka tidak perlu jauh-jauh datang ke Indonesia" ujar Sapto Hudoyo. Seniman ini menyesalkan, mengapa di Desa Kerajinan itu tidak bisa ditemukan suasana kebebasan, seperti yang umum terlihat di sekitar rumah dan keluarga pengrajin yang sebenarnya. "Kalau alasannya untuk proyek turisme, mengapa bukan desa pengrajinnya saja yang diperbaiki. Jangan membikin desa baru yang hanya membuang-buang uang saja," tambah Sapto "bikin saja jalan ke Kotagede. Atau jalan ke desa Kasongan diperbaiki. Penjual rokok di desa itu nanti juga bisa hidup." Dalam pada itu beberapa pemilik kapling mengeluh karena bangunan yang ada tidak sesuai dengan harapan mereka. "Dulu di gambarnya banyak jendela, tahu-tahu jendelanya cuma sedikit," ungkap seorang dari mereka. "Jadinya kayak rumah, bukan toko," kata Ny. Kusdi Cokrosuharto, pengusaha perak. Memang ada kesan proyek Desa Kerajinan yang dibangun sejak pertengahan tahun lalu, menyimpang dari rencana dan digarap tergesa-gesa. "Kami ingin yang tenang, agar hasilnya memuaskan. Tapi pihak PT Wiraswasta Manunggal mengejar tahun anggaran, supaya tidak hangus," ungkap Shamijoen, 54 tahun, seorang pengusaha batik. Sampai 24 jam sebelum peresmian, kapling Shamijoen masih terus disempurnakan. Mungkin begitulah akibatnya kalau desa untuk tahun 2000 ikut sekarang. Lalu, apa pengaruh Desa Kerajinan itu terhadap pusat-pusat industri kerajinan, seperti Kotagede? Para pengrajin belum dapat meramalkan. Tapi seorang pengusaha perak di Kotagede yang juga memiliki kapling di Desa Kerajinan, Pramono Mulyoseputro, yakin, Maguwoharjo tak akan mematikan pengrajin yang masih tetap bertahan di tempatnya semula. "Desa Kerajinan seperti Taman Mini," tuturnya, "hanya tempat promosi." Maksudnya, pelancong yang datang ke Maguwoharjo, tentulah tak puas kalau tidak melihat tempat kerajinan sebenarnya. Sebab, tambah Pramono, yang disajikan di Desa Kerajinan hanya kulit luar", bukan isi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus