Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOTA bisa jadi tempat berbahaya bagi perempuan. Jakarta menempati peringkat ke-9 dalam daftar “Sepuluh Kota Besar dengan Kasus Kekerasan Seksual Tertinggi di Dunia” menurut Thomas Reuters Foundation.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Riset itu memakai metodologi polling sepanjang Juni-Juli 2017 terhadap 380 pakar di bidang kewanitaan, akademis, kesehatan, kebijakan, dan sosial di 19 megacity—kota besar dunia dengan kepadatan penduduk lebih dari 10 juta. Para pakar tersebut sepakat menganggap perempuan di Jakarta setiap hari terancam mengalami kekerasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jakarta hanyalah satu titik rawan. Kairo, yang berpenduduk sekitar 19 juta jiwa, berada di ranking pertama. Data PBB menunjukkan: 99 persen perempuan responden pernah mengalami pelecehan seksual. New Delhi, kota terpadat di dunia dengan 26,5 juta penduduk, dikenal sebagai rape capital. Pada 2016, sebanyak 2.155 pemerkosaan terjadi di New Delhi, meroket hingga 67 persen jika dibandingkan dengan 2012. Di Port Moresby, Papua Nugini, lebih dari 50 persen pedagang perempuan pernah mengalami kekerasan di pasar lokal. Di Kigali, Rwanda: 55 persen perempuan khawatir terhadap keselamatan mereka ketika pergi malam.
Ketika perempuan dan anak perempuan tidak merasa aman, akses mereka terhadap kegiatan sosial, pendidikan, pekerjaan, dan peluang untuk kehidupan yang lebih baik akan terganggu. Yang menyedihkan, perempuan dan anak perempuan miskin, serta mereka yang tergabung dalam kelompok yang terstigmatisasi secara sosial, menjadi rentan terhadap risiko ini. Ketakutan akan serangan kekerasan seksual merupakan penghalang bagi perempuan keluar dari kemiskinan.
Laura Somoggi, Co-CEO Womanity Foundation, pengelola penghargaan dua tahunan untuk pencegahan kekerasan terhadap perempuan, mengatakan bahwa salah satu biang masalahnya adalah kota-kota “direncanakan oleh laki-laki dan untuk laki-laki”. Kota-kota belum dirancang dengan mempertimbangkan keselamatan perempuan.
Lebih dari 50 persen warga dunia tinggal di kota dan masalah kota menjadi masalah global. Untuk itu, UN Women, organisasi PBB yang didedikasikan untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di seluruh dunia, melalui inisiatif “Kota dan Ruang Publik yang Aman” (Safe Cities and Safe Public Spaces) telah menggalang mitra global dan lokal untuk mengubah ruang publik di 27 kota guna mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan serta mendukung partisipasi politik dan pemberdayaan ekonomi perempuan.
Pada 2013, Komisi PBB untuk Status Perempuan (UN Commission on the Status of Women) mengidentifikasi pelecehan seksual dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lain di ruang publik sebagai sesuatu yang perlu mendapat perhatian. Dukungan global tersebut membangkitkan inisiatif-inisiatif lokal yang tepat guna, tepat sasaran untuk mengatasi masalah kekerasan seksual dalam kota.
Pada 2013, Kalpana Viswanath mendirikan Safetipin, sebuah aplikasi untuk membantu perempuan tetap aman berkegiatan di dalam kota. Aplikasi itu memungkinkan pengguna menilai jalan dan area berdasarkan kriteria keselamatan: pencahayaan, visibilitas, kepadatan orang, keberagaman gender, keamanan, dan transportasi. Ia juga mengumpulkan data keselamatan, yang sebagian disediakan oleh penggunanya, untuk digunakan oleh pemerintah daerah dan perencana. Safetipin kini memiliki 51 ribu titik data untuk Delhi saja, dan menawarkan “rute teraman” kepada pengguna.
Fungsi lain aplikasi ini adalah perempuan memiliki seseorang yang dapat melacak perjalanan mereka. “Kami menemukan banyak wanita yang bisa bepergian di malam hari menggunakan kedua fitur ini,” kata Viswanath. “Ini memberi mereka kepercayaan diri untuk bepergian keliling kota.” Akibatnya, banyak perempuan ke luar rumah dan tetap aman.
Di Kairo, Mesir, lahir HarassMap. Seperti Safetipin, ia mengumpulkan data dari penggunanya. Namun, alih-alih memberikan peringkat keamanan, ia digunakan untuk mencatat pelecehan dan kekerasan seksual. Saat pengguna melaporkan suatu insiden, mereka menerima respons otomatis berupa saran dan kontak untuk membantu mendapatkan dukungan.
HarassMap mengungkap di mana pelecehan terjadi—kebanyakan di jalanan dan transportasi umum. Setelah HarassMap diluncurkan pada 2010, pelecehan seksual akhirnya diakui sebagai kejahatan di Mesir, dan konsep aplikasi itu direplikasi di 80 negara lain, termasuk Yunani, Turki, Arab Saudi, dan Afganistan.
Pada akhirnya, ruang bukan sekadar konstruksi fisik. Ia adalah konstruksi politik dan produk dari suatu sistem representasi—sesuatu yang bukan monopoli satu institusi. Setiap orang punya tanggung jawab untuk menciptakan ruang aman meski mengharap tanggung jawab pemerintah juga tak ada salahnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Perempuan dalam Kota"