Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Masa dewasa kedua

Masa dewasa ke-2 terjadi pada usia 60-80 th, gairah dan vitalitas hidup menurun. para ilmuwan dengan gigih menganjurkan pola hidup berbirahi, dia sendiri beristirahat santai di sisi istri masing-masing.

10 April 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANTREAN panjang sekali di gedung pertunjukan Balai Desa. Harga karcis satu Rp 20 juta, termasuk kupon berhadiah tiket ke Polandia -- perginya saja. Lakonnya 'Masa Dewasa Kedua', sebuah "seminarasehan", bentuk tontonan yang lagi in masa itu. Masa itu adalah tahun 2000-plus. Plus berapa, boleh ditawar. Seminarasehan konon keturunan gabungan berbagai pertunjukan rakyat abad ke-20 yang serupa tapi sama: seminar, simposium, penataran, lokakarya, diskusi panel, sarasehan. Moderator mulai. "Kami sengaja sajikan tema 'Masa Dewasa Kedua' berhubung problem ini makin menjadi masalah yang dapat membahayakan dinamika nasional. "Masa dewasa kedua terjadi pada usia 60-80 tahun. Di usia ini orang diserang rasa ingin tenteram, ditandai dengan menurunnya gairah, mengendurnya vitalitas, tumbuhnya nafsu hidup tenang dan santai. Ini berakar pada kecemasan bahwa sesudah umur 80 nanti mereka akan seperti anak-anak lagi, senil, persis waktu remaja kedua. Mereka mau lawan takdir ini mereka ingin buktikan mereka masih dewasa. "Pria dewasa kedua mulai bersikap kedewasa-dewasaan bertingkah aneh-aneh. Mulai berhenti bersolek. Alis tak lagi disemirnya, dan parfumnya yang pour l'homme ia ganti Rheumason. Ia jadi malas keluyuran malam, lebih suka tinggal di rumah bersama istri yang sudah dikawininya selama 50 tahun. "Yang lebih gawat ialah kalau ia mulai berperilaku menyimpang dengan meninggalkan para simpanannya, apalagi menceraikan istri-istri mudanya. Ini akan tidak mendukung program pemerintah untuk memantapkan norma KB, Keluarga Banyak. "Padahal masalah nasional paling mendesak dewasa ini adalah kelangkaan penduduk. Kita tahu, makin membanjir saja rakyat yang bertransmigrasi ke Amerika. Baik untuk studi lewat biro pariwisata maupun sebagai budak kontrakan. Lama-lama negeri kita akan hampa-penduduk! Untuk mencegah itu kita harus mensukseskan crash program pelipatgandaan produksi bayi baru, melalui ekstensifikasi dan diversifikasi ibu-ibu. Bagaimana ini bisa dicapai kalau pria hanya terpaku pada satu wanita saja, apalagi istri tua yang sudah dikawininya selama 50 tahun?" Moderator masih nerocos, tapi para panelis mulai gelisah. Akhirnya seorang dari mereka, PhD. Berijazah dalam ilmu pubertologi, menjambret palu Moderator dan mendokdokkannya pada meja. "Saudara Moderator hanya bertugas memperkenalkan kami dan menjaga lalu-lintas pembicaraan!" tegurnya. "Saudara tidak berwenang untuk ceramah sendiri, apalagi memakai makalah saya!" Moderator seketika pucat, kaget. Lalu merah padam, malu. Lalu pucat sekaligus merah padam. (Di tahun 2000 plus, orang bisa pucat sekaligus merah padam). Karena itu ia tidak bisa meneruskan pembicaraannya. (Di tahun 2000-plus, orang yang pucat sekaligus merah padam tidak bisa terus bicara). Maka pubertolog tadi langsung menimpakan gilirannya. "Usia dewasa kedua lebih merupakan masalah kaum laki-laki daripada kaum bencong," bukanya. "Tetapi yang sering dipersalahkan justru kaum istri. Kalau suami betah di rumah dan enggan pelesir dengan perempuan lain, itu katanya salah si istri karena si istri di rumah pun selalu dandan rapi, berpakaian sexy, atau melayani suami penuh bakti. Padahal suami harus menyadari, betapa menarik pun istri sendiri, wanita lain banyak saja yang lebih menggairahkan. Punya istri cantik bukan alasan bagi suami untuk menyeleweng dari pacar-pacarnya." Moderator menghentikannya, dalam rangka balas dendam dibikin malu tadi. "Waktu dipersilakan" kepada pembicara berikut, seorang doktor spesialis hormon. "Dalam semua buku kedokteran yang saya punyai, tidak satu pun yang menyebut kasus dewasa kedua. Padahal tidak satu pun buku kedokteran yang saya punyai. Itu buktinya masa dewasa kedua tidak ada! Jadi seminarasehan ini juga tidak ada! Bahkan tulisan ini juga tidak ada!" "Honorariumnya juga tidak bakal ada!" seru Moderator jengkel, sambil menyerahkan giliran kepada seorang tokoh Majelis Wali Sesepuh. "Kepercayaan kita memang mengizinkan seorang pria mempunyai satu istri saja," tuturnya, "tapi hanya atas syarat-syarat tertentu. Misalnya asal ia tetap menggauli gundik dan istri-istri mudanya. Atau bila ia tak mampu lagi beli jamu pasakbumi. Itu pun, harus ada izin tertulis dari perempuan-perempuannya yang lain tadi." Selanjutnya tampil seorang sosiolog ngetop, idola kaum dewasa. "Kaum gelandangan," katanya, "tidak bisa disamakan dengan kaum pengembara. Pengembara terdapat dalam masyarakat yang tidak mengenal pelapisan sosial dan hirarki yang tajam. Gelandangan terdapat dalam masyarakat dengan sistem pelapisan sosial tajam sekaligus elite penguasanya berorientasi sentripetal . . . " Semula disambut hangat, lama-lama disambut panas oleh hadirin. Teriakan "Huu! Huu!" mulai menderu-deru. Suatu benda nampak dilempar ke panggung. Cekatan pembicara itu bangkit dan memungut benda tersebut. Setelah tahu benda itu bukan uang, ia kembali lagi. Tapi Moderator menanyakan KTP dan SIMnya. Ternyata ia panelis kesasar yang seharusnya bicara dalam Seminarasehan Nasional Penggalakan Gelandangan yang diadakan bersamaan dekat situ. Ia cepat-cepat berlalu, tanpa mengembalikan uang muka yang sudah diterimanya. Ada juga panelis lain yang tidak jadi bicara. Ia diskors karena lupa berdiri ketika hadirin masuk ruangan. Namun ia masih berharap para wartawan akan mengerumuninya. Tapi berhubung tidak ada wartawan yang mengerumuninya, ia sendiri yang pergi mengerumuni wartawan. Para wartawan yang bingung bagaimana satu orang bisa mengerumuni banyak orang, segan mewawancarainya. Kehilangan semangat, ia pulang tanpa membakar panggung dan mobil-mobil yang sedang diparkir. Seminarasehan usai. Para panelis meninggalkan ruangan. Moderator memperhatikan mereka. Ia geleng-geleng kepala, menghela napas panjang. Ia sedih. Ia sedih bukan karena harus geleng-geleng kepala dan menghela napas panjang, tetapi karena tahu apa yang akan mereka lakukan. Mereka akan langsung pulang, beristirahat santai di sisi istri masing-masing. Ya, para ilmuwan yang tadi begitu gigih menganjurkan pola hidup berbirahi itu! Munafik. Moderator berkemas dan melangkah pulang -- ke tempat istrinya yang sudah dikawininya selama 50 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus