FATWA Dirjen Pajak awal Januari agar aparatnya menindak wajib
pajak yang bandel, bergaung di Medan. Gubernur E.W.P. Tambunan 3
April lalu menerima laporan Malimar, Ka-Kanwil I Ditjen Pajak
Sumatera Bagian Utara. Isinya: Petugas Kantor Inspeksi Pajak
Medan-Utara pada 16 Maret lalu menyegel kantor pusat PT Indra
Deli di Jalan A. Yani 24 di kota itu.
Indra Deli bergerak di bidang ekspor udang dan kodok ke Jepang
dan AS. Harta bendanya yang tak bergerak berikut pabriknya di
Medan dan Cirebon, disita. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara
menggebrak perusahaan, yang menunggak pajak berkisar Rp 1,6
milyar sejak tahun 1977 itu.
Perusahaan yang punya pegawai 60 orang itu lumpuh. Sejak
disegel, tinggal 10 staf yang masih terima gaji tetap. Lebih 2
ribu buruh harian Indra Deli sudah mencari kerja lain.
"Indra Deli ditindak karena bandel, berkali-kali menunggak
pajak," kata Syahbuddin Pense. Kepala Inspeksi Pajak Medan-Utara
itu menolak perincian jenis pajak yang belum dibayar Indra Deli.
"Itu rahasia negara," ucap lelaki berusia 55 tahun itu. Dia baru
3 bulan pindah dari Riau.
Seorang staf perusahaan tersebut mengatakan, angka Rp 1,6 milyar
ditetapkan si petugas pajak sendiri. Menurut Syahbuddin, tim
Kanwil I Ditjen Pajak Sumatera Bagian Utara yang bikin
perhitungannya. "Dan jumlahnya tidak sampai 1,6 milyar,"
katanya. Angka pasti tak mau disebutnya.
Kebangkrutan Indra Deli dimulai sejak munculnya Keppres 39/1980
yang mengganyang pukat harimau mengeruk ikan di laut.
Sebelumnya perusahaan itu mengaut hasil ekspornya antara Rp 15
milyar sampai Rp 20 milyar/tahun. Hadirnya Keppres itu membuat
ekspornya melorot Rp 7 milyar/tahun.
Setelah jatuh, Indra Deli kena gebrak Walikota A.S. Rangkuti.
Pabriknya harus pindah dari Desa Silalas ke Km 9,2
Medan-Belawan. Polusi bangkai udang dan kodok eks pabrik Silalas
mengundang protes penduduk setempat.
Sumber di Kanwil Perdagangan Sum-Ut mengatakan, sejak pabrik
Silalas disegel walikota, pada November 1981, perusahaan itu
menghentikan ekspornya. Dan pabrik baru di Jalan Medan-Belawan
yang belum bisa beroperasi, karena belum siap, turut disegel
Kantor Inspeksi Pajak Medan-Utara.
Tindakan walikota Medan tambah mempersulit posisi Indra Deli
menutup kreditnya yang Rp 6 milyar di Bank Bumi Daya (BBD)
Medan. "Agunannya semua harta benda perusahaan, dan
suratsuratnya sampai sekarang dikuasai BBD," ungkap kuasa
direksi Indra Deli, Kabar Kembaren, 47 tahun. "Kini Indra Deli
menunggu tenggelam saja," katanya.
Hasil ekspor yang Rp 1,5 milyar ketika pabrik Silalas dilak
walikota diklaim oleh BBD. "Tapi kredit itu belum seluruhnya
tertutup," kata sumber di BBD Medan. Tindakan Kantor Inspeksi
Pajak Medan-Utara tak menggusarkan BBD. "Kita satu departemen,"
tambah sumber TEMPO di bank tersebut. Prioritas adalah
membereskan tunggakan pajak. "Kemudian memyusul urusan kredit,"
kata Syahbuddin.
Disegelnya Indra Deli ikut merepotkan Badan Kerjasama Penanaman
Modal Daerah (BKPMD) Sum-Ut. "Laporannya sedang kami periksa.
Kalau tak cocok, fasilitas PMDN yang diterima perusahaan ini
harus dikembalikan," kata A. Hakim Nasution S.E., ketua BKPMD.
Dirut Beh Kiat Seng, kini Soenarwoto ketika membuka Indra Deli
pada 1971 berkompanyon dengan Dhali Tahir. Kemudian Dhali tarik
diri.
Adik kandung Soenarwoto Hendrik Beni yang jadi direktur I Indra
Deli pada 20 Maret lalu menyetor Rp 20 juta ke kas Kantor
Inspeksi Pajak Medan-Utara. Namun, cicilan itu tak mengurangi
"dosa" perusahaannya. Penyegelan tetap berjalan.
Batas waktu melunaskan sudah diberikan. "Kalau lewat kami tetap
akan lakukan lelang," kata Syahbuddin Pense. Dia menolak kapan
batas ultimatumnya berakhir untuk Indra Deli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini