Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
EMPAT kali menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak boleh jatuh di lubang yang sama. Tanpa perencanaan yang detail dan matang, proses pengadaan hingga pendistribusian logistik pilkada ke semua daerah berpotensi berantakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPU akan menggelar pilkada serentak di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota pada 27 November 2024. Artinya, KPU hanya memiliki waktu sekitar dua bulan untuk mengadakan dan menyalurkan logistik ke semua tempat pemungutan suara. Saat ini KPU tengah memutakhirkan data pemilih serta menyusun aturan pengadaan dan distribusi logistik pemilu. Regulasi ini akan menjadi rujukan bagi KPU daerah (KPUD).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proses lelang pengadaan baru bisa dilakukan setelah KPUD menetapkan pasangan calon pilkada pada 22 September 2024—khususnya kertas suara dan berbagai jenis formulir yang berhubungan dengan pemungutan suara.
Banyak-sedikitnya jumlah kandidat akan menentukan besar-kecilnya kertas surat suara. Tahap penetapan pasangan calon ini akan diikuti dengan pengundian nomor urut peserta. Hal yang sederhana dan gampang, tapi tidak boleh keliru dalam pencetakan kertas surat suara, yakni nama pasangan calon dan letaknya harus sesuai dengan nomor urut masing-masing.
Masalahnya, kendala dalam pengadaan dan distribusi logistik selalu berulang dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Dari keterlambatan distribusi, kekurangan logistik, logistik rusak, hingga distribusi logistik tidak tepat sasaran. Menjelang pelaksanaan pilkada serentak kelima pada tahun ini, sengkarut pengelolaan logistik tersebut masih membayangi.
Salah satu penyebabnya adalah monitoring distribusi selama ini dilakukan secara manual. Ditambah komunikasi yang tidak efektif membuat pergerakan logistik tak bisa dipantau secara real-time. Maka, KPU perlu membuat mekanisme manajemen logistik terintegrasi secara otomatis, dari perencanaan, pengadaan, distribusi, hingga arus balik. Mekanisme ini akan memudahkan pengawasan.
Dalam pengadaan logistik pilkada 2024, KPU akan mendistribusikan kewenangan ke KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota, sama seperti yang dilakukan saat Pemilu 2024. Begitu juga dengan Sistem Informasi Logistik (Silog), yang pengelolaannya akan diberikan kepada KPU provinsi. Sayangnya, aplikasi ini tidak dapat mengontrol kondisi di lapangan. Akibatnya, distribusi logistik tidak dapat terpantau.
Mekanisme pengadaan logistik dengan menggunakan e-Katalog yang tertib dan baik perlu diteruskan karena akan lebih transparan dan akuntabel. Mekanisme ini, bila diterapkan dengan benar, mampu membuat penggunaan anggaran lebih efisien. Hal ini penting mengingat kemampuan anggaran setiap daerah berbeda-beda.
Hal krusial lain bagi KPU kabupaten/kota adalah memverifikasi dan mengkurasi data pemilih. Data yang akurat adalah kunci supaya tidak terjadi kekurangan surat suara seperti yang terjadi pada Pemilu 2024, yang mengakibatkan banyak pemilih tidak bisa mencoblos karena surat suara habis.
KPUD sudah selayaknya memastikan bahwa logistik untuk daerahnya tidak tertukar dengan wilayah lain. Jika logistik tertukar, otomatis akan mempengaruhi proses distribusi kertas suara ke setiap tempat pemungutan suara. Waktu yang dibutuhkan untuk proses distribusi logistik ikut dipengaruhi oleh domisili rekanan logistik KPU.
Satu hal lain yang tak kalah penting adalah memitigasi faktor cuaca dan potensi bencana alam dalam proses pendistribusian logistik. Perencanaan yang detail dan berlapis tidak hanya membuat logistik akan tiba tepat waktu, tapi juga tepat sasaran.