Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Mencari kapal selam rusia

Di indonesia, iklan dijadikan alat imperialisme baru untuk menguasai pasar. iklan belum ditempatkan sebagai sarana komunikasi khalayak. di singapura iklan dipakai untuk menjual angkatan bersenjata.

14 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH iklan aneh muncul di Dagens Nyheter, koran terbesar di Stockholm (sirkulasi 381.726). Swedia dikitari laut, dan penduduknya gemar berlayar. "Beritahu kami bila Anda melihat sesuatu yang perlu Anda laporkan," tulis iklan itu ditujukan kepada 800.000 pemilik kapal pribadi. "Sambil berlayar lihatlah ke sekeliling dan laporkan kepada kami bila Anda melihat sesuatu yang mencurigakan." Pemasang iklan itu, alamat tempat laporan ditujukan, adalah Angkatan Laut Kerajaan Swedia. Iklan itu tidak untuk mencari hewan misterius Loch Ness, tetapi mengajak peran serta masyarakat untuk waspada terhadap kapal selam Rusia. Akhir 1981, sebuah kapal selam Rusia tertangkap basah. Mogok dekat pangkalan AL Swedia di Karlskrona. Sekitar Oktober 1982 dua kapal selam Rusia tampak lagi di sekitar pangkalan AL di Pulau Musk. Dua minggu lamanya helikopter dan kapal selam Swedia dikerahkan untuk mencari, tetapi kapal Rusia itu sudah lebih dulu lari bea. Rusia memang tak menurunkan kegiatan intelijennya. Swedia memperkirakan sejumlah 100 kapal selam hilir-mudik di bawah permukaan Laut Baltik. Hanya 30 dimiliki NATO. Selebihnya dari Pakta Warsawa. Dengan 12 kapal selam yang dimiliki, Swedia merasa tak mampu melindungi 1.700 mil garis pantainya dari peningkatan lalu lintas kapal selam Rusia. Mengingat kapal selam Rusia yang terdahulu pun pertama dipergoki seorang pelayar Sipil, maka AL Swedia memutuskan pemasangan iklan itu sebagai usaha mengajak peran serta masyarakat sipil. Bahkan dari kalangan AL terdengar lelucon agar iklan itu tidak hanya dimuat di Dagens Nyheter, tetapi juga di koran Rusia Pravda. "Untuk memberitahu AL Soviet bahwa musim panas ini Swedia menempatkan 800.000 kapal di perairannya untuk memata-matai kapal selam Rusia." Aneh juga. Iklan ternyata sudah dijadikan senjata, bahkan oleh angkatan bersenjata. Kenyataan ini memang kedengaran lebih aneh di Indonesia. Di sini kita selalu mendengar: iklan adalah alat imperialisme baru untuk menguasai pasar iklan adalah penyebar hajat konsumsi berlebih-lebihan iklan telah menyusup ke desa dan membuat mbok tani memelihara kuku agar bisa memakai kuteks. Pokoknya, iklan adalah hewan berkepala dua berekor tujuh yang selalu disalah-mengerti. Bahkan mahasiswa yang mencari dana dengan menjual spanduk dan halaman iklan di buku acara lomba sepatu roda, akan berbicara sumbang tentang iklan kalau ia sudah duduk di bangku seminar. Memang pantas disalah-mengerti. Karena para praktisi periklanan di Indonesia sendiri belum mengiklankan dirinya dengan baik. Belum mempergunakan kreativitas dan kesempatan untuk mendudukkan iklan sebagai sarana komunikasi di tempat yang layak. Seminar tentang peranan iklan dam pembangunan gagal merumuskan pendapat yang utuh dan kongkrit untuk melaksanakan peran itu -- malah melahirkan isu baru di luar konteks yang lalu dikunyah dengan lahap oleh pembuat gaduh. Pemerataan iklan, yang semula diharapkan akan menjadi pemerataan informasi, ternyata malah menimbulkan aliran dana periklanan ke media nonpers dan menimbulkan polusi terhadap keindahan dan tata kota. Sebuah iklan Indonesia memenangkan anugerah internasional CLIO Award sebagai iklan layanan masyarakat terbaik untuk mempromosikan masalah lingkungan hidup. Padahal beberapa media di Indonesia sendiri pernah menolak pemasangan iklan itu di medianya. "Iklan adalah alat kapitalis, karenanya tak cocok untuk kondisi Indonesia," kata seseorang dalam sebuah diskusi. "Ya, kalau begitu cara melihatnya, Indonesia pun tak butuh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Yang menanam modal kan kapitalis?" bantah yang lain. Sudahlah. Nasib iklan memang begitu. Slogan menyuruh peningkatan produksi. Tetapi konsumsi selalu dipersoalkan, dan di sini iklan lagi yang salah. Iklan memang menyuruh orang mengkonsumsi hasil produksi. Dan fungsi iklan sebagai pembawa informasi pasar itulah yang menimbulkan kesalahan persepsi masyarakat. Seolah hanya itulah peran iklan. Padahal harkat iklan sebenarnya suatu kekuatan untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang. Tak ada peraturan yang mengatakan bahwa iklan hanya untuk menjual sabun, odol, dan barang kelontong. Di Singapura iklan dipakai untuk "menjual" Angkatan Bersenjata. "Karena upaya sebuah generasi untuk membangun bangsa bisa lenyap seketika," kata iklan itu, di atas foto udara dari Singapura yang indah penuh bangunan mencakar langit. Iklan itu mengimbau para remaja agar tidak saja bercita-cita menjadi computer programmer, sales manager atau jabatan komersal lain, tetapi juga berminat memilih karir sebagai tentara. "Siapa yang akan mempertahankan negara ini kalau ta ada yang ingin menjadi tentara?" tanya iklan itu. Di Amerika Serikat -- ya, negara kapitalis -- tahun lalu telah habis anggaran sebesar 60 milyar dollar untuk iklan. Tetapi yang datang ke Madison Avenue -- pusat periklanan AS -- tidak saja pedagang sabun dan barang kelontong. Pemerintah AS sendiri ternyata satu di antara pengiklan terbesar. Bahkan setelah gunting Reagan memotong, anggaran iklan pemerintah masih tetap di atas anggaran iklan Unilever. Tahun 1983 ini Pemerintah AS menganggarkan 200 juta dollar untuk iklan. Dari jumlah itu 162 juta dollar untuk Departemen Pertahanan, guna merekrut tentara. Dan setelah dipecah-pecah ke masing-masing angkatan, anggaran iklan Angkatan Darat masih merupakan kedua terbesar pada NW Ayer, satu dari 12 biro iklan terbesar di AS. Ayer mengunakan televisi, radio, koran dan majalah untuk memenuhi jatah 800.000 tentara yang harus direkrut. Dengan jumlah penganggur 11 juta orang sebagai akibat resesi, tugas Ayer memang tak terlalu sulit tampaknya. Tetapi setidaknya Ayer telah berhasil meningkatkan mutu peminat. Sekitar 80% pelamar punya ijazah SMTA, padahal sebelumnya hanya 57%. Bahkan untuk masuk AD kini tak semudah dulu. Waiting list-nYa panjang. Mereka yang tak bisa menjadi sersan setelah tiga tahun akan dipecat. Lulusan perguruan tinggi pun makin banyak melamar ke AD. Itu semua dihasilkan karena iklan yang hebat. Selama tiga tahun kampanye, Ayer telah memenangkan 25 piala untuk iklan AD ini. Bahkan Uni Soviet, tak lebih dan tak kurang, menyontek judul iklan Be All You Can Be-nya Ayer untuk merekrut tentara wanita. Byt vsyo shto mazhno byt, begitu bunyi contekan itu. "Jadi di Rusia ada iklan?" tanya Anda. Ya, yang mengatakan iklan alat kapitalis memang keliru. Di Rusia iklan digunakan secara intensif, tetapi kenapa tidak ada yang mengatakan iklan alat komunis? Sikap kita terhadap iklan memang belum benar: baru melihat (lari sebelah sisi. Kita cukup pintar melihat dampak negatif yang langsung atau tak langsung diciptakan iklan, tetapi belum memberi cukup kesempatan bagi dunia periklanan di Indonesia uruuk mengembangkan kekuatan lainnya di bidang layanan masyarakat. Masalah-masalah nasional yang mendesak, seperti keluaruga berencana, transmigrasi, dan lingkungan hidup, perlu dikomunikasikan dengan baik, terencana dan tepat. Iklan bisa. Jendral Murdani pun tak perlu rikuh menggunakan iklan kalau perlu. Sudah terbukti di mana-mana, Jenderal. Iklan bisa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus