Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kematian Brigadir Yosua di kediaman Kepala Divisi Propam Polri masih menyisakan misteri.
Irjen Ferdy Sambo dan dua perwira telah dinonaktifkan dalam kematian Brigadir Yosua.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mesti mengusut tuntas perkara baku tembak janggal.
PERIHAL pelbagai kejanggalan di balik kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, orang Melayu punya pepatah: tak ada busuk yang tak berbau. Disebutkan tewas di rumah atasannya, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (nonaktif) Kepolisian Negara Republik Indonesia Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, penyebab kematiannya berselimut drama tak lucu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Disebut-sebut Yosua tewas setelah tembak-menembak dengan ajudan Ferdy, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, peristiwa itu baru dibuka ke publik tiga hari setelah kejadian. Kamera pengawas di lingkungan rukun tetangga kediaman Ferdy di kompleks petinggi Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, disebut mati dan dekodernya disita secara ilegal. Jenazah Yosua diautopsi dengan persetujuan keluarga yang dimintakan belakangan. Diantar ke rumah orang tuanya di Jambi, jasad Yosua tak boleh dibuka meski akhirnya ditunjukkan seadanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti ikan busuk, makin ditutupi makin kuat bau meruap. Cerita Divisi Hubungan Masyarakat Polri bahwa Yosua terbunuh setelah mencoba melecehkan istri Ferdy—yang memancing sigap Bharada Richard Eliezer dengan tembakan—mirip ungkapan pelawak Asmuni: “hil yang mustahal”.
Teori sosial sederhana menjelaskan bahwa kekerasan seksual hanya terjadi jika ada ketimpangan kuasa antara pelaku dan korban: atasan kepada bawahan, guru kepada murid, orang dewasa kepada anak-anak. Seorang sopir hampir mustahil melecehkan majikan dengan kekuasaan lebih tinggi, apalagi hal itu diperbuat di rumah sang atasan. Sulit ditampik: skenario buruk kematian Yosua tampaknya disusun oleh mereka yang panik dan hilang pikiran.
Tanpa penjelasan masuk akal dan memadai, yang muncul adalah spekulasi. Kejanggalan skenario pelecehan seksual memberi petunjuk ke arah lain: hubungan asmara. Luka lebam, rahang yang bergeser, dan jari tangan korban yang hampir putus merupakan petunjuk adanya penyiksaan, bukan akibat baku tembak.
Spekulasi makin menjadi karena Kepolisian selama ini merupakan institusi yang jadi sorotan. Di tengah pelbagai ketidakpercayaan publik, berbagai bumbu dan analisis berhamburan tanpa bisa dikendalikan dan dipastikan kebenarannya.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk tim pencari fakta untuk mengusut perkara ini. Kapolri juga telah menonaktifkan Ferdy Sambo serta memberhentikan Kepala Biro Pengamanan Internal, bawahan Ferdy, dan Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Selatan. Polri juga telah menyetujui autopsi ulang terhadap jenazah korban oleh dokter forensik dari Tentara Nasional Indonesia dan rumah sakit swasta. Ditemukannya rekaman kamera keamanan di rumah Ferdy Sambo diharapkan dapat membuat perkara ini menjadi terang.
Langkah terbuka ini sudah sepatutnya dilakukan kepolisian. Apalagi telah muncul pula desas-desus bahwa Ferdy memegang banyak rahasia, termasuk penggunaan dana gelap untuk kebutuhan segelintir petinggi kepolisian—dan karenanya dilindungi. Tanpa pengusutan secara transparan, spekulasi semacam itu seolah-olah memperoleh pembenaran.
Tak ada alasan bagi Jenderal Listyo Sigit untuk menunda apalagi menutup-nutupi kasus ini. Permintaan masyarakat, pejabat, politikus bahkan presiden agar kasus ini dibongkar hendaknya tak membuatnya ragu. Jenderal Sigit semestinya tidak punya beban untuk segera menuntaskan penyidikan dan membawa mereka yang bersalah ke pengadilan.
Mula-mula tentulah penyidikan yang saintifik. Ini sebenarnya bukan perkara sulit. Autopsi ulang terhadap jenazah Yosua akan memastikan penyebab kematian. Analisis proyektil dan lubang di tubuh korban dapat memastikan arah tembakan—benarkah datang dari atas, posisi Bharada Richard yang datang dari loteng, seperti disampaikan polisi sebelumnya.
Interogasi terpisah terhadap Ferdy, istrinya, Bharada Richard, dan orang lain di tempat kejadian perkara dapat memisahkan fakta dan rekayasa. Pemeriksaan kamera pengawas dapat memastikan keluar-masuk mobil dan orang di lokasi kejadian.
Pemeriksaan telepon seluler serta rekaman telepon Richard, Ferdy, dan istrinya, termasuk aplikasi PeduliLindungi di ponsel Ferdy, dapat memastikan benarkah ia tak di lokasi pada hari kejadian. Pengecekan terinci dapat memastikan benarkah ada lokasi lain tempat Yosua tewas.
Semua yang terlibat dalam kematian Yosua harus diusut dan dibawa ke pengadilan umum. Mereka yang terlibat dalam menyusun kebohongan dan menghalang-halangi penyidikan juga harus diadili. Ferdy Sambo harus disidik. Bahkan, jikapun tidak terlibat dalam kematian Yosua, dia patut dipersoalkan karena tak melaporkan pembunuhan di rumahnya.
Penyidikan yang serius tak hanya memberikan keadilan kepada keluarga korban, tapi juga mengembalikan kepercayaan publik kepada Polri—satu-satunya institusi yang diberi wewenang menjaga keamanan publik di republik ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo